Istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menerjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana
Indonesia antara lain: tindak pidana, delict, perbuatan pidana.27 Penulis dalam
penelitian ini menggunakan istilah tindak pidana dikarenakan istilah ini lebih umum digunakan dan dapat dipahami maksudnya.
Menurut Simons, tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.28 Menurut J.
Bauman, perbuatan/tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan
delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.29 Menurut
Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana,
26 Andi Hamzah, loc. cit.
27
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2012, hlm. 91.
28 Ibid, hlm. 93.
terhadap barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Terjadinya perbuatan
atau tindak pidana harus dipenuhi unsur:30
a) adanya perbuatan (manusia)
b) yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 ayat (1) KUHP) c) bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait
dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif).
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Terdapat dua pandangan yang dikenal dalam mengkaji unsur-unsur tindak pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut D. Simons yang menganut pandangan monistis, unsur-unsur strafbaar feit (dalam penelitian ini disebut dengan tindak pidana) adalah:
1. perbuatan manusia (positief atau negatief; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan),
2. diancam dengan pidana (stratbaar gesteld), 3. melawan hukum (onrechtmatig),
4. dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand),
5. oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).31
30 Ibid, hlm. 93-94
31
Sudarto, Hukum Pidana I, cetakan kedua, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1990, hlm. 41.
Menurut Van Hamel yang menganut pandangan monistis, unsur-unsur tindak pidana adalah:
1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, 2. melawan hukum,
3. dilakukan dengan kesalahan dan
4. patut dipidana.32
Menurut H.B. Vos yang menganut pandangan dualistis, unsur-unsur strafbaar beit
adalah adanya kelakuan manusia dan diancam pidana dalam undang-undang.33
Prof Moeljatno yang juga menganut pandangan dualistis menerangkan bahwa untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur:
1. perbuatan (manusia);
2. yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil); dan
3. bersifat melawan hukum (syarat materiil).34
3. Jenis-jenis Tindak Pidana
Tindak pidana dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut ini akan dikemukakan jenis-jenis tindak pidana:
a. Kejahatan dan Pelanggaran
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan tindak pidana menjadi tindak kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Tindak pidana kejahatan dirumuskan dalam Buku Kedua KUHP dan tindak pidana pelanggaran dirumuskan dalam buku ketiga KUHP. Kriteria pembagian demikian tidak 32 Ibid, hlm. 41 33 Ibid, hlm. 42. 34 Ibid, hlm. 43.
dijelaskan dalam KUHP. Ilmu pengetahuan hukum pidana membedakan tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran yaitu yang bersifat kualitatif dan
bersifat kuantitatif.35
Penganut pandangan yang bersifat kualitatif berpendapat bahwa kejahatan bersifat rechts delict dan tindak pidana pelanggaran bersifat wet delict. Rechtsdelict, maksudnya tindak pidana kejahatan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Arti dari wetdelict yaitu suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Penganut pandangan yang bersifat kuantitatif melihat kriteria pembagian tindak pidana kejahatan dengan tindak pidana pelanggaran dari segi kriminologi, yaitu tindak pidana kejahatan lebih berat jika dibandingkan
dengan tindak pidana pelanggaran.36
b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Tindak pidana ini telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang dirumuskan dalam undang-undang. Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang atau tidak dikehendaki. Tindak pidana ini selesai apabila
akibat yang dilarang itu terjadi.37
35
Masruchin Rubai, Asas-asas Hukum Pidana, UM Press, Malang, 2001, hlm. 26
36 Ibid, hlm 26-27.
c. Tindak Pidana Commisionis, Tindak Pidana Omissionis, Tindak Pidana Commissionis per Omissionem Commissa
Pembedaan ini didasarkan pada cara mewujudkan tindak pidana. Tindak pidana commisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang. Tindak pidana omissionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuai dengan yang diperintahkan. Tindak pidana commissionis per omissionem commisa adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap
larangan, tetapi dilakukan dengan cara tidak berbuat.38
d. Tindak pidana dolus dan tindak pidana kulpa
Perbedaan ini didasarkan pada sikap batin petindak. Tindak pidana dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Tindak pidana kulpa adalah
tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan.39
e. Tindak Pidana Aduan dan Tindak Pidana Bukan Aduan
Pembedaan tindak pidana ini didasarkan pada dasar penuntutannya. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya baru dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan atau korban. Tindak pidana bukan aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya tidak mensyaratkan adanya pengaduan
dari pihak yang dirugikan atau korban untuk dilakukan penuntutan.40
f. Tindak Pidana Sederhana, Tindak Pidana Diperberat, Tindak Pidana Ringan Pembedaan tindak pidana ini didasarkan kepada kualitas tindak pidana yang mempunyai esensi atau nilai yang sama. Unsur-unsur yang dimiliki tindak pidana sederhana harus dimiliki pula oleh tindak pidana diperberat dan tindak
38 Masruchin Rubai, loc. cit.
39 Ibid, hlm. 28.
pidana ringan. Tindak pidana sederhana adalah tindak pidana standar yang dilakukan tanpa adanya unsur tambahan lain. Tindak pidana diperberat adalah tindak pidana di samping memenuhi unsur-unsur tindak pidana sederhana ditambah ditambah unsur-unsur lain sehingga sifatnya menjadi lebih berat. Tindak pidana ringan adalah tindak pidana yang disamping harus memenuhi unsur-unsur yang disebut dalam tindak pidana sederhana harus ditambah unsur lain sehingga
sifatnya menjadi lebih ringan.41