• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 4.2 Alur Penyidikan

C. Kekuatan Pembuktian Data Kependudukan KTP-el

Tindakan penyidikan sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 butir 2 KUHAP bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna menemukan

tersangka. Tindakan penyelidikan dilakukan terlebih dahulu sebelum

dilakukannya tindakan penyidikan tersebut. Penyelidikan dan penyidikan merupakan tindakan yang berbeda, namun penyelidikan bukan merupakan

90 Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resort Malang, Berkas Perkara

dengan Nomor Perkara: BP/113/IV/2013/RESKRIM, Kabupaten Malang, Kepolisian Resort

tindakan yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian yang tidak terpisah dari tindakan penyidikan. Tindakan penyelidikan dilakukan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup”. Usaha untuk mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang dapat diduga sebagai tindak pidana dilakukan dalam

tindakan penyelidikan tersebut.91

Usaha untuk mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti dimulai dari pemeriksaan terhadap Tempat Kejadian Perkara (TKP). Penyelidik atau penyidik setelah mendapat laporan atau pengaduan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana, maka ia melakukan pemeriksaan di TKP. TKP adalah tempat dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut ditemukan. Tindakan-tindakan yang dilakukan di TKP antara lain adalah:

a. mencari keterangan, petunjuk, bukti serta identitas tersangka dan korban untuk kepentingan selanjutnya, atau melakukan penangkapan atau penggeledahan badan apabila tersangka masih berada di tempat kejadian perkara tersebut;

b. pencarian, pengambilan, pengumpulan dan pengawetan barang bukti, dilakukan dengan metode-metode tertentu serta didukung dengan bantuan teknis oprasional seperti labolatorium kriminal,

identifikasi dan bidang-bidang keahlian lainnya.92

TKP merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti yang dapat menunjukkan hubungan antara pelaku, korban, barang bukti-bukti dengan TKP itu sendiri. Berdasarkan hubungan tersebut diusahakan untuk dapat mengungkapkan hal-hal mengenai tindak pidana tersebut, seperti apakah benar telah terjadi tindak pidana, bagaimana tindak pidana itu dilakukan dan siapa

91 M. Yahya Harahap (Penyidikan dan Penuntutan), op. cit., hlm. 101.

92 Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1989, hlm. 23-24.

pelakunya.93 Kewenangan untuk melakukan tindakan pertama di TKP merupakan kewenangan penyidik sebagaimana tertera pada Pasal 7 ayat (1) huruf b. Namun demikian pada Pasal 111 ayat KUHAP diatur sebagai berikut:

(1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.

(2) Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.TKP (3) Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut

segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.

(4) Pelanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai.

Berdasarkanketentuan Pasal tersebut maka yang berwenang melakukan pemeriksaan pada TKP adalah penyelidik maupun penyidik.

Pengolahan di TKP (crime scene processing) merupakan tindakan pada TKP selanjutnya setelah tindakan pertama. Pengolahan TKP merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencari, mengumpulkan, menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan serta identitas tersangka. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengolahan TKP adalah pada setiap terjadi kontak fisik antara dua objek, maka akan selalu terjadi perpindahan material dari masing-masing objek karena pelaku pasti meninggalkan jejak atau bekas di TKP dan pada tubuh korban, walaupun

jumlahnya mungkin sangat kecil atau sedikit.94

Jejak atau bekas yang terdapat pada TKP ataupun tubuh korban dimungkinkan diantaranya adalah sidik jari pelaku. Sidik jari merupakan unsur

93 Ibid, hlm. 24.

biometrik yang terdapat pada data kependudukan KTP-el dan dengan didukung SIAK maka data kependudukan tersebut telah terintegrasi sehingga akan lebih memudahkan dalam penggunaannya. Sistem tersebut memungkinkan untuk dijadikan sebagai media pelacakan pelaku tindak pidana sebagaimana hal tersebut adalah salah satu bentuk pemanfaatan data kependudukan KTP-el yang tertera pada Pasal 58 ayat (4) huruf e.

Kasus pembunuhan berencana terhadap Nuryanti yang terjadi pada 3 Maret 2013 merupakan kasus dimana dilakukan pemanfaatan data kependudukan KTP-el oleh penyidik. Pemanfaatan data kependudukan KTP-el tersebut hanya terbatas sampai pemanfaatan untuk mengetahui identitas korban. “Bahwa pada hari Minggu 10 Maret 2013 polsek Bantur, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang mendapat informasi dari warga bahwa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Dusun Bantur, Desa Bantur terdapat makam yang mencurigakan. Dilakukan pengecekan terhadap makam tersebut, dan setelah digali ternyata benar bahwa terdapat mayat perempuan yang dikubur tanpa busana dan disekitar makam juga ditemukan 3 (tiga) buah papan kayu penutup mayat. Mayat perempuan tersebut kemudian dibawa menuju Rumah Sakit Saiful Anwar Malang untuk dilakukan diotopsi.”95

Hasil pemeriksaan terhadap jenazah berupa Visum Et Repertum menemukan hasil pemeriksaan luar dan dalam bahwa jenazah adalah seorang perempuan dengan umur kurang lebih empat puluh dua tahun, tinggi badan seratus lima puluh lima sentimeter, berat badan kurang lebih tujuh puluh kilogram, rambut lurus hitam dengan panjang kurang lebih delapan belas sentimeter.

Jenazah sudah membusuk lanjut, badan membengkak, bau, kulit ari mengelupas, rambut lepas, terdapat jentik-jentik lalat panjang kurang satu setengah sentimeter. Terdapat luka-luka babras, luka-luka memar, luka-luka terbuka, teraba tanda pasti patah tulang hidung dan didapatkan bekas pendarahan otak akibat kekerasan

benda tumpul.96

Polres Malang kemudian melalui media masa memberitahukan kepada masyarakat bahwa telah ditemukan mayat dengan ciri-ciri tersebut. Dua hari kemudian Polres Malang menerima laporan dari masyarakat mengenai kehilangan orang dengan ciri-ciri tersebut sehingga untuk memastikan bahwa mayat yang ditemukan adalah benar keluarga dari masyarakat yang melapor maka dilakukan pemeriksaan terhadap KTP-el milik korban yang dibawa oleh keluarganya serta pemeriksaan terhadap SIM dan ijazah. Dilakukan pemeriksaan terhadap KTP-el tersebut di kantor Kecamatan Kepanjen. Proses pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dengan dokumen dari kantor kecamatan yang menyatakan bahwa sidik jari identik. Setelah diketahui identitas korban barulah dimulai tindakan

pemeriksaan terhadap saksi sehingga ditemukan pelaku.97

96 Ibid.

97

Hasil wawancara dengan Kaur Yanmin, Aiptu Darta W.dan Aipda A. Hadi, Kanit II Satuan Reskrim Polres Malang pada hari Rabu 5 Juni 2014, pukul 13.30 WIB.

Bagan 4.4

Alur Penyidikan Kasus Pembunuhan Nuryanti

Sumber: bahan hukum sekunder, yang diolah kembali, 2014.

Kasus pembunuhan Nuryanti tersebut memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 340 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena

pembunuhan direncanakan, dengan hukuman mati atau penjara

seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.”98

Maksud dari direncanakan terlebih dahulu yaitu antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya terdapat tempo waktu bagi pelaku

untuk memikirkan bagaimana pembunuhan itu dilakukan.99 Pembunuhan terhadap

Nuryanti telah direncanakan telebih dahulu dengan dasar bahwa pada bulan Februari 2013 pelaku yang bernama Subandi menyuruh Suyadi untuk membuat lubang di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Bantur yang mana merupakan tempat ditemukannya mayat korban. Pelaku melaksanakan pembunuhan pada tanggal 3 Maret 2013 dengan memukul korban pada kepala bagian kiri sebanyak tiga kali dengan menggunakan sekop yang telah dipersiapkan oleh pelaku

dibawah tempat tidurnya.100

Terdapat tempo waktu antara niat dan pelaksanaan pembunuhan. Cara pelaksanaan pembunuhan telah dipikirkan dan bagaimana menyembunyikan mayat korban serta telah dipersiapkan alat yang akan digunakan untuk membunuh korban sehingga unsur dari perbuatan tersebut memenuhi unsur pada Pasal 340 KUHP. Pelaku memiliki waktu untuk berpikir dengan tenang dan membatalkan niatnya namun pelaku tetap melaksanakan pembunuhan tersebut, sehingga tindakan pelaku tersebut merupakan tindakan menghilangkan nyawa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu.

Fungsi data kependudukan KTP-el pada kasus Nuryanti adalah sebagai petunjuk untuk dapat menemukan saksi yang kemudian diperiksa dan dari pemeriksaan saksi tersebut ditemukan tersangka, sedangkan “data KTP-el untuk

98

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya

Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hlm. 241.

99 Ibid, hlm. 241.

menemukan tersangka masih sulit untuk dilakukan karena data yang dapat diakses Polres Malang hanya terbatas pada data kependudukan di wilayah kabupaten Malang saja karena sudah ada MoU dengan Bupati Kabupaten Malang. Di sisi lain, pelaku tindak pidana di Kabupaten Malang belum tentu berasal dari

penduduk Kabupaten Malang saja” 101 walaupun sesungguhnya Polri telah

menandatangani perjanjian pemanfaatan data kependudukan KTP-el dengan Mendagri.

Kasus Nuryanti merupakan salah satu kasus dimana identitas korban tidak diketahui. Selain Kasus Nuryanti terdapat kasus lain dimana identitas korban tidak diketahui yaitu kasus pembunuhan terhadap Ade Sara dimana kasus tersebut sempat menarik banyak perhatian dari masyarakat Indonesia. KTP-el memiliki peranan yang tidak sedikit pada kasus tersebut dimana dari sidik jari korban dapat diketahui identitas korban sehingga dapat digunakan untuk menentukan saksi

yang dipanggil untuk dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi.102 Adanya

pengetahuan mengenai biometrik dan didukung dengan adanya unsur biometrik pada KTP-el dapat sangat membantu pada kasus dimana ditemukan korban tanpa tanda pengenal. Identitas korban tetap dapat diketahui dengan adanya sidik jari, iris mata ataupun wajah korban, namun saat ini teknologi biometrik yang dikembangkan pada KTP-el terbatas pada bidang sidik jari saja.

Kasus tindak pidana dimana tidak ada bukti fisik yang tertinggal dan sulit ditemukan keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti maka sidik jari yang ditemukan pada tubuh korban atau alat yang diduga digunakan oleh pelaku dapat

101 Hasil wawancara dengan Kaur Yanmin Satuan Reskrim Polres Malang Aiptu Darta W. pada hari Rabu 5 Juni 2014, pukul 13.30 WIB.

102 Mei Amelia R, 2014, Cara Polisi Mengungkap Pembunuhan Sadis Sara oleh Sejoli

Hafidt-Sifa (online),

sangat membantu dalam membuat terang tindak pidana. Walaupun demikian dimungkinkan pelaku dalam melakukan tindak pidana tidak meninggalkan sidik jari ataupun wajah pelaku tidak terekam pada kamera CCTV. Hal tersebut merupakan kekurangan dari elemen biometrik KTP-el yang terbatas pada sidik jari, gambar wajah dan iris mata di samping terdapat data biometrik lainnya

seperti suara dan DNA.103

Data Kependudukan KTP-el berisikan data identitas dari WNI maupun penduduk asing yang tinggal di Indonesia. Sistem perekaman dataKTP-el merupakan sistem pendaftaran sipil yang paling canggih saat ini. Selain itu data kependudukan dapat digunakan tidak hanya oleh pemegang hak akses, melainkan pula pengguna sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 60 Permendagri Nomor 25 Tahun 2011. Pengguna dapat memanfaatkan data kependudukan KTP-el melalui SIAK yang telah terintegrasi. Pemanfaatan data kependudukan tersebut dimandatkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 yang salah satunya adalah untuk pemanfaatan di bidang hukum, namun pada prakteknya terdapat beberapa kekurangan yang mengakibatkan pola pengaturan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tujuannya tidak tercapai sebagaimana seharusnya.

Tidak semua Polres di Indonesia telah menjadi pengguna dari SIAK. Polres Malang merupakan salah satu pengguna SIAK namun pemanfaatannya kurang maksimal karena data kependudukan KTP-el yang dapat diakses hanya terbatas pada data kependudukan KTP-el dari penduduk di wilayah Kabupaten Malang saja. Pemanfaatan KTP-el hanya sampai penemuan identitas korban yang tidak memiliki tanda pengenal, sehingga setelah penemuan dapat dikembangkan

103 Komarinski, Peter with contributions by Higgins, Peter T. & Higgins, Kathleen M., & Fox, Lisa K., loc. cit.

menjadi pemanggilan saksi hingga penemuan tersangka. Data kependudukan KTP-el pada prakteknya di penyidikan dimanfaatkan terbatas sebagai petunjuk untuk mengarahkan penyelidik bahwa benar telah terjadi tindak pidana. Namun berdasarkan pengaturan pada peraturan perundang-undangan, data kependudukan KTP-el ini seharusnya dapat digunakan penyidik untuk menemukan pelaku karena pelaku dimungkinkan meninggalkan jejak berupa elemen biometrik yang terdapat pada KTP-el yaitu sidik jari atau gambar wajah yang terekam CCTV. Walaupun demikian pengungkapan identitas pelaku dengan didasarkan pada elemen biometrik tersebut sulit dilaksanakan saat ini karena diperlukan penyempurnaan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan perjanjian antara kemendagri dan instansi yang melakukan tugas pembantuan kepadanya dengan pengguna SIAK.

Pemanfaatan data kependudukan KTP-el telah banyak dilakukan oleh lembaga kepolisian, namun pemanfaatan tersebut masih terbatas untuk menemukan identitas mayat yang tidak dikenal karena masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Pemanfaatan data kependudukan KTP-el untuk menemukan identitas mayat yang tidak dikenal tersebut dapat sangat membantu dalam membuat terang suatu kasus tindak pidana. Terdapat beberapa kasus yang terjadi di Indonesia dimana dari ditemukannya identitas korban dari data kependudukan KTP-el, maka dapat ditemukan saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan yang sangat bermanfaat untuk mengungkap identitas tersangka.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Data kependudukan KTP-el dapat digunakan untuk penyidikan tindak pidana. Pemanfaatan data kependudukan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 58 ayat (4) salah satunya adalah untuk penegakan hukum serta pencegahan kriminal, namun pemanfaatan data KTP-el sampai saat ini masih terbatas pada penggunaan untuk proses identifikasi korban karena terdapat kendala dalam pelaksanaan program KTP-el.Pemanfaatan tersebut memerlukan beberapa unsur pendukung dalam pelaksanaannya dan untuk hal itu Kemendagri telah melakukan penandatanganan kerjasama dengan Bareskrim Polri pada tanggal 30 Juli 2013. Kerjasama tersebut membuat Bareskrim Polri dapat menggunakan data kependudukan KTP-el melalui SIAK yang dapat membantu dalam melakukan pelacakan dan menemukan modus kejahatan. Melalui penggunaan SIAK maka penyidik dapat memanfaatkan teknologi biometrik yang merupakan elemen pada KTP-el untuk kepentingan penyidikan dengan menggunakan metode ilimiah sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.

2. Kekuatan pembuktian KTP-el sampai saat ini masih dianggap lemah, namun data KTP-el dapat berguna dalam mengarahkan penyidikan menjadi lebih terang. Penyidikan adalah tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka. Tindakan penyidikan

memiliki tujuan untuk membuat terang suatu tindak pidana. Berdasarkan tujuan tersebut pada langkah awal terjadinya tindak pidana dilakukan pemeriksaan terhadap TKP untuk menemukan petunjuk atau bukti permulaan bagi penyidik sehingga dapat mengarahkan pada siapa pelaku dari tindak pidana tersebut dan menemukan alat bukti yang dapat digunakan untuk proses persidangan. Data Kependudukan KTP-el pada penyidikan dapat digunakan untuk mengetahui identitas dari mayat tanpa identitas karena terdapat elemen biometrik berupa sidik jari, iris mata dan gambar wajah. Dari elemen biometrik tersebut dapat diketahui identitas dari pemilik tanda biometrik tersebut dengan mencocokkan data biometrik yang diambil langsung dari korban dengan data biometrik yang terdapat pada database kependudukan.

B. SARAN

1. Bagi aparat penegak hukum dan pemerintah

Pengambilan tindakan oleh aparat penegak hukum maupun pemerintah sangat perlu disegerakan untuk memfasilitasi dan melaksanakan pemanfaatan data kependudukan mengingat masih banyak ketimpangan yang terjadi di lapangan dimana tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakandi dalam peraturan perundang-undangan sedangkan disisi lain diperlukan penanganan kasus tindak pidana yang efektif dalam rangka penegakan hukum serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

2. Bagi masyarakat

Data kependudukan KTP-el memiliki potensi yang sangat besar dalam membantu proses penegakan hukum sehingga perlu dukungan dari masyarakat dalam pelaksanaannya dan pengetahuan terhadap peraturan perundang-undangannya dan pelaksanaannya serta pemanfaatannya bagi masyarakat.

3. Bagi mahasiswa

KTP-el merupakan program yang dapat dikembangkan di masa depan dengan potensi yang sangat besar sehingga perlu pengetahuan terhadapnya. Dalam pengembangan program ini diperlukan sumber daya manusia yang memadai sehingga pengembangan tersebut dapat sesuai target yang diharapkan. Untuk mencapai sumber daya manusia yang tepat maka sumber daya tersebut harus dapat memahami dengan baik mengenai perkembangan teknologi dan implementasinya pada berbagai bidang.