• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4. Kalimat Imperatif Larangan

4.3.1 Jenis-jenis kalimat berdasarkan Bentuk Pada Karangan Narasi Siswa Kelas V SDK To’e Kampung Loha Manggarai Barat, NTT

4.3.1.1.1 Kalimat tak transif

Kalimat yang tak berobjek dan tak berpelengkap hanya memiliki dua unsur fungsi inti, yakni subjek dan predikat. Pada umumnya urutanya adalah subjek dan predikat. Contoh kalimat verba yang tak berojek dan tak berpelengkap dengan unsur bukan inti diletakkan dalam tanda kurung. Perhatikan contoh di bahwah ini.

1. saya belum makan. (10a)

2. saya berenang dan bermain di kali. (10a)

Dari beberapa kalimat di atas tampak pula bahwa verba yang berfungsi sebagai predikat dalam tipe kalimat ini ada yang berpredikat ber (berenang dan bermain). Dari segi sistematisnya, verba di atas ada yang bermakna datar (belum

makan). Karena pusat predikat dalam kalimat tak berobjek dan tak berpelengkap

itu adalah verba taktransiif, maka macam kalimat seperti itu dinamakan kalimat taktransitif.

Pada karangan narasi yang dihasilkan oleh siswa kelas V kurang banyak menghasilkan jenis kalimat tak transitif, terbukti ada 19 jenis kalimat tak transitif bila dibandingkan dengan kalimat ekatransitif. Hal ini disebabkan karena kalimat-kalimat yang dihasilkan siswa cendrung menghadirkan unsur subjek, predikat dan objek, sementara unsur fungsi yang wajib ada dalam kalimat tak transitif hanya ada dua yaitu unsur subjek dan predikat. Sehingga banyaknya jenis kalimat yang dihasilkan lebih dominan ke kalimat ektransitif yakni kalimat yang selalu menghadirkan tiga unsur kalimat subjek, predikat dan objek. Hal ini juga dapat dihubungkan dengan tahap-tahap pemerolehan bahasa pada anak. Ada beberapa

tahap pemerolehan yakni tahap pralinguistik dan tahap linguistik. Maka tahap keterampilan berbahasa yakni menulis karangan narasi siswa kelas V SDK To’e kampung Loha ini dapat digolongkan ke dalam tahap lingustik tata bahasa menjelang dewasa di mana pada tahap ini anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun kalimat yang lebih rumit. 4.3.1.1.2 Kalimat Ekatransitif

Verba yang merupakan pusat predikat adalah verba yang tergolong dalam verba ekatransiif. Dari segi sisematis, semua verba predikat bermakna perbuatan. 3. saya mencari kayu.(2a)

4. saya mengambil air teh untuk ayah.(2a) 5. Ibu membuat kue yang sangat enak. (2c)

Dari beberapa kalimat di atas tampak pula bahwa verba yang berfungsi sebagai predikat dalam tipe kalimat ini ada yang berpredikat me (mencari, mengambil dan membuat). Karena pusat predikat dalam kalimat berobjek dan tak berpelengkap itu adalah verba ekatransif, maka macam kalimat seperti itu dinamakan kalimat ekatransitif. Penelitian Maria Riska Wikanrari (2009) mendeskripsikan kekurangan struktur kalimat pada karangan narasi ekspositori. Salah satu contohnya adalah kehadiran kalimat ekatransitif. Diketahui bahwa kalimat transitif membutuhkan objek sama seperti kalimat ektransitif. Ketidakhadiran unsur objek pada kalimat tersebut menyebabkan maksud kalimat tersebut tidak jelas.

Kalimat ekatransitif ini paling banyak muncul dalam karangan narasi siswa kelas V SDK To’e kampung Loha. Hal ini dikarenakan dalam karangan siswa

lebih banyak menggunakan kalimat ekatransitif yaitu kalimat yang menceritakan sebuah peristiwa atau kejadian yang terjadi. Hal ini juga berkaitan dengan pemerolehan bahasa anak, di mana anak kelas V SDK To’e kampung Loha lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat narasi. Kemudian kemampuan berbahasa yaitu menulis siswa kelas V SDK To’e kampung Loha digolongkan ke dalam tahap-tahap pemerolehan bahasa anak yakni termasuk pada tahap linguistik tata bahasa menjelang dewasa, di mana pada tahap ini anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun kalimat yang lebih rumit.

4.3.1.1.3 Kalimat Dwitransitif

Secara sistematis verba ini mengungkapkan hubungan tiga maujud. Dalam bentuk aktif, maujud itu masing masing merupakan subjek, objek dan pelengkap. Perhatikan kalimat berikut ini yang terdapat dalam karangan siswa kelas V SDK Toe/Loha. Pada karangan narasi siswa kelas V SDK To’e/Loha tidak terdapat kalimat tunggal dwitransitif.Pada karangan narasi siswa SDK Toe Loha ditemukan 3 jenis kalimat dwitansitif.

6. Kakak memberi saya air putih. (2a) 7. Ibu membuatkan kami kue. (2c)

8. Bu guru memberi kami tugas matematika. (19b)

Beberapa kalimat di atas memuat 3 maujud yakni Subjek, Predikat dan Pelengkap. Masing-masing kalimat memuat unsur tersebut, selaras dengan macam verba yang menjadi predikatnya kalimat yang mempunyai objek dan pelengkap dinamakan kalimat dwitransitif. Pada ketiga pasangan kalimat di atas, objeknya

adalah nomina atau frasa nominal yang lansung mengikuti pelengkap air putih,

kue dan tugas matematika.

Salah satu jenis kalimat yang kurang muncul pada karangan narasi siswa kelas V SDK To’e kampung Loha adalah kalimat dwitransitif. Jumlah kalimat dwitransitif yang dihasilkan siswa hanya sejumlah 3 kalimat. Hal ini dikarenakan kalimat-kalimat yang dihasilkan siswa cendrung tidak menghadirkan unsur pelengkap dalam sebuah satuan kalimat. Berberda dengan unsur subjek dan predikat yang merupakan unsur kalimat yang wajib hadir dalam sebuah kalimat. Hal ini juga berkaitan dengan pemerolehan bahasa anak, di mana anak kelas V SDK To’e kampung Loha lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat narasi. Kemudian kemampuan berbahasa yaitu menulis siswa kelas V SDK To’e kampung Loha digolongkan ke dalam tahap-tahap pemerolehan bahasa anak yakni termasuk pada tahap linguistik tata bahasa menjelang dewasa, di mana pada tahap ini anak sudah

mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun kalimat yang lebih rumit. Jadi pada tahap ini anak menjelang dewasa memiliki kesulitan untuk berbahasa, karena susunan kalimat yang rumit.

4.3.2.1 Kalimat Majemuk

Kaliamt majemuk dibagi menjadi dua bagian yaitu kalimat majemuk setara dan majemuk tak setara. Kalimat majemuk setara terdiri dari 2 bagian yaitu verba klausa 1 dan verba klausa 2. Sementara kalimat majemuk tak setara terdiri dari 2 bagian juga yaitu verba klausa induk dan verba klausa anak.

4.3.2.1.1 Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih yang digabungkan dengan kata penghubung yang menunjukkan kesetaraan, seperti dan, atau, sedangkan, dan tetapi. Kata penghubung tertentu dapat berfungsi sebagai subjek kalimat. Kalimat majemuk setara juga dibangun oleh 2 verba klausa yakni verba klausa 1 dan verba klausa 2. Adapun beberapa kalimat yang dihasilkan oleh siswa SDK To’e/Loha dalam karangan narasi yang mereka buat, yakni sebagai berikut.

9. saya membersihkan tempat tidur, menyapu rumah dan mencuci piring. (9a) 10. kami memotong kayu dan membawa ke rumah. (10c)

11. ibu menanam sayur dan saya melihat sungai. (13a)

Kalimat– kalimat yang berbunyi seperti di atas tergolong ke dalam kalimat majemuk setara, terdapat pula kata penghubung (konjungsi). Kata penghubung tersebut yang menandakan isi kalimat tergolong ke dalam kalimat majemuk setara.

Hasil analisis terdapat 12 kalimat majemuk setara pada karangan narasi siswa. Jenis kalimat ini kurang muncul pada karangan siswa, hal ini dikarenakan kalimat majemuk umumnya menggunakan beberapa kategori kata yakni kata penghubung (dan, serta, baik,maupun). Kategori kata penghubung yang sering ditemukan pada karangan narasi siswa yakni kata penghubung dan sementara kategori kata lainnya seperti kata serta,baik dan maupun tidak ditemukan karena siswa umumnya jarang bahkan tidak selalu menggunakan konjungsi-konjungsi

tersebut. Hal ini disebabkan oleh pemerolehan bahasa anak, di mana anak-anak SDK To’e/Loha lebih dominan menggunakan B1 daripada B2.

Adapun tahap-tahap pemerolehan bahasa anak sesuai usianya maka tahap pemerolehan bahasa anak SDK To’e/Loha tergolong ke dalam tata bahasa menjelang dewasa di mana anak-anak sudah mulai menggunakan struktur kalimat yang rumit walaupun tidak sempurna. Anak-anak mulai menggunakan struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit diantaranya yang melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana dengan konjungsi seperti “kami memotong kayu dan membawa ke rumah (10c)”. Pada kalimat ini terdapat konjungsi dan yang menghubungkan kedua kalimat tunggal, sehingga kalimat ini tergolong ke dalam tahap pemereolehan bahasa menjelang dewasa.

4.3.2.1.2 Kalimat Majemuk Bertingkat (taksetara)

Kalimat majemuk bertingkat terdiri atas unsur anak kalimat dan unsur

induk kalimat. Induk kalimat merupakan inti gagasan, sedangkan anak kalimat

adalah gagasan yang dipertalikan kepada gagasan induk kalimat. Kalimat majemuk dibangun oleh dua klausa inti yaitu verba verba klausa induk dan kalusa anak. Mari kita perhatikan kalimat berikut ini.

12. Walaupun uang yang dihasilkan sangat sedikit tetapi saya sangat bersyukur bisa membantu ibu untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. (1c)

13. Walaupun kami bertiga tidak bisa memenangkan lomba tetapi kami sangat senang sudah mengikuti perlombaan. (4b)

14. Saya malas datang sekolah dan malas belajar sedangkan teman-teman saya suka rajin belajar. (16c)

Masing-masing kalimat di atas dibangum oleh 2 verba klausa inti yaitu kalusa induk dan anak, dan juga di antara 2 klausa itu ada kata penghubung misalnya tetapi, sedangkan, meskipun dan lain-lain. Sehingga kalimat-kalimat tersebut tergolong ke dalam kalimat majemuk tak setara (bertingkat). Kalimat di atas tergolong ke dalam kalimat majemuk tak setara karena di antara dua buah kalimat dihubungkan oleh beberapa konjungsi yang manyatakan perlawanan yakni tetapi dan sedangkan.

Jenis kalimat majemuk bertingkat pada karangan narasi siswa kurang muncul, terbukti ada 12 jenis kalimat saja yang terdapat dalam karangan narasi siswa. Kalimat majemuk umumnya menggunakan beberapa kategori kata yakni kata penghubung (dan). Kategori kata penghubung yang sering ditemukan pada karangan narasi siswa yakni kata penghubung dan sementara kategori kata lainnya tidak ditemukan Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor pemerolehan bahasa pada anak tersebut. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses aktif dan kompleks. Tidak ada seorang pun di antara kita yang mengetahui secara pasti proses pemerolehan tersebut, hingga anak mampu berbahasa, Dulay, Burt, dan Krashen (1982). Tampaknya anak dapat berbahasa, karena ia menyatu dalam kehidupan di sekitamya secara alamiah, hingga anak memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa tersebut, tentulah ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah (i) pengaruh B1 dan (ii) pengaruh B2 (Rahmatika, 2016) dan Ariningsih, dkk (2012) menunjukkan faktor-faktor penyebab penggunaan bahasa yang belum sesuai dengan kaidah sintaksis, diantaranya penguasaan kaidah bahasa siswa yang kurang memadai, tidak

banyaknya contoh dari guru, penggunaan bahasa asing dalam kalimat, kurangnya latihan mengarang, dan kurangnya waktu mengarang.

Anak-anak Manggarai cendrung menggunakan B1, sehingga hal ini berdampak pada kemampuan berbahasa mereka khususnya kemampuan menulis. Terbukti hasil karangan narasi siswa kurang banyak ditemukan jenis kalimat-kalimat majemuk tak setara maupun kalimat-kalimat majemuk setara di atas. Anak-anak mulai menggunakan struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit; diantaranya yang melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativisasi dan konjungsi seperti “walaupun uang sangat sedikit tetapi saya sangat bersyukur bisa membantu ibu”. Pada kalimat ini terdapat konjungsi tetapi yang menghubungkan kedua kalimat tunggal, sehingga kalimat ini tergolong ke dalam tahap linguistik pemereolehan bahasa menjelang dewasa.

4.3.1 Jenis-jenis Kalimat Berdasarkan Makna Pada Karangan Narasi Siswa

Dokumen terkait