BAB II LANDASAN TEORI
C. Karakter
1. Pengertian karakter dan pembentukan karakter
Asal karakter berasal dari bahas Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat
36
tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran (Majid, 2013: 11).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa karakter adalah sifat atau ciri kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari oang lain; tabiat; watak. Dengan demikian, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia perbuat (Damayanti, 2014: 11).
Sedangkan pengertian pembentukan karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu pembentukan bermakna proses, cara, membuat membentuk (Depdiknas, 2007: 136). Dalam hal ini, pembentukan dapat diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan membentuk yang dilakukan dengan cara membimbing, mengarahkan, dan mendidik.
37
Pembentukan dan pembinaan karakter melalui pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat demoralisasi dan degradasi pengetahuan dan moral sudah sedemikian akut menjangkiti bangsa ini di semua lapisan masyarakat.
Menurut Ratna Megawangi dalam Asmani (2013: 48) pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good (suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga berakhlak mulia)
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Muslich, 2011: 81).
Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah Saw. bersemai nilai-nilai akhlak yang agung dan mulia (Majid, 2013: 59). Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al Ahzab ayat 21:
َ َّاللَّ َرَكَذَو َرِخلآا َمْىَيْلاَو َ َّاللَّ ىُجْرَي َىبَك ْيَوِل ٌةَنَسَح ٌةَىْسُأ ِ َّاللَّ ِلىُسَر يِف ْنُكَل َىبَك ْدَقَل
اًريِثَك
38
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(Majid, 2013: 59).
Kegiatan ekstrakulikuler maupun organisasi yang selama ini diselenggarakan di sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karekter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakulikuler merupakan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan keutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui ekstrakulikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik (Muslich, 2011: 86-86).
Dalam literatur Islam ditemukan bahwa faktor gen atau keturunan diakui sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter. Namun, akhir-akhir ini ditemukan bahwa yang paling berdampak pada karakter seseorang selain gen yaitu makanan, teman, orangtua, dan tujuan merupakan faktor terkuat dalam mewarnai karakter seseorang. Dengan demikian, jelaslah bahwa karakter dapat dibentuk.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa membangun karakter menggambarkan (Majid, 2005: 20):
39
a. Suatu proses terus-menerus dilakukan untuk membentuk tabiat,
watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan pada semangat pengabdian dan kebersamaan.
b. Menyempurnakan karakter yang ada untuk mewujudkan karakter
yang diharapkan.
c. Membina nilai/karakter sehingga menampilkan karakter yang
kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilandasi nilai-nilai dan falsafah hidup.
3. Nilai karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional
Nilai-nilai karakter merupakan nilai yang dapat membantu interaksi bersama orang lain secara lebih baik. Berikut ini merupakan delapan belas nilai karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional (Salahudin, 2013: 54-56):
a. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
40
d. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang ingin selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar.
j. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
41
l. Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagai dirinya.
p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya
mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, karekter dimulai dalam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
42
Pembentukan karakter akan terjadi sepanjang masa sejak manusia itu dilahirkan hingga manusia itu meninggal dunia. Pembentukan karakter itu sendiri adalah suatu proses yang dialami oleh semua manusia sejak lahir hingga meninggal dunia yang berupa perubahan sikap, sifat, watak yang dihasilkan oleh proses kehidupan yang dialami seseorang melalui berbagai tahapan kehidupan.
Ada banyak pendapat yang berkaitan tentang proses pembentukan karakter ini. Namun, secara sederhana terbagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, pada usia dini disebut tahap pembentukan karakter. Kedua, pada usia remaja disebut tahap pengembangan. Ketiga, pada usia dewasa disebut tahap pemantapan. Keempat, pada usia tua disebut tahap pembijaksanaan. (Naim, 2012: 57)
Namun demikian, tidak semua orang setuju dengan pembagian tersebut, sebab dalam realitanya tidak sedikit orang yang sudah dewasa ternyata karakternya belum terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwasanya pembentukan karakter tidak selalu terpengaruh pada umum seseorang. Manusia yang berkarakter adalah manusia yang dalam perilaku dan segala hal yang brekaitan aktivitas hidupnya sarat dengan nilai-nilai kebaikan. (Naim, 2012: 60).
5. Pilar-pilar pendidikan karakter
a. Moral Knowing
Menurut William Kilpatrick dalam Muslich (2011: 133), salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku
43
baik, walaupun secara kognitif ia mengetahuinya (moral knowing),
yaitu karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebajikan atau moral action.
Moral knowing ini terdiri dari enam hal, yaitu: (1) moral awareness (kesadaran moral), (2) knowing moral values
(mengetahui nilai-nilai moral), (3) perspectiv taking (penentuan
sudut pandang), (4) moral reasoning (logika moral), (5) decision
making (keberanian mengambil menentukan sikap), dan (6) self knowledge (pengenalan diri).
Keenam hal tersebut adalah komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah pengetahuan mereka.
b. Moral Feeling
Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yaitu: (1) conscience (nurani), (2) self esteem (percaya diri), (3) empathy (merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good
(mencintai kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri),
dan humility (kerendahan hati). c. Moral Action
44
Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata.