• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas plastik biodegradable yang dihasilkan dapat ditentukan dengan melakukan karakterisasi. Beberapa karakterisasi yang dapat menentukan kualitas plastik biodegradable adalah karakterisasi sifat mekanik meliputi kuat tarik dan perpanjangan putus, karakterisasi gugus fungsi dengan FTIR, karakterisasi sifat termal meliputi titik leleh dan titik transisi kaca dengan DSC serta karakterisasi derajat kristalinitas.

1. Karakterisasi Sifat Mekanik

Sifat mekanik suatu bahan berhubungan erat dengan struktur kimianya, terutama struktur molekulnya. Struktur molekul yang mempengaruhi sifat mekanik suatu bahan meliputi bentuk molekul, kekompakan molekul, kristalinitas, kekuatan ikatan molekul, dan gaya antarmolekul (Allcock dan Lampe, 1981).

Menurut Surdia dan Saito (1995), kuat tarik adalah tegangan regangan maksimum yang dapat diterima sampel. Datsko (1996) menyatakan bahwa perpanjangan putus adalah perubahan panjang maksimum yang dialami plastik pada saat pengujian kuat tarik. Menurut Stevens (2001), tegangan tarik ı) adalah gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan luas penampang (A).

Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan (stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva tegangan-regangan untuk polimer adalah kekuatan tarik saat putus (ultimate strength) dan perpanjangan saat putus (elongation at break,İ) dari bahan (Billmayer, 1971).

Suatu kurva tegangan-regangan yang umum untuk bahan termoplastik memperlihatkan tegangan tarik dan perpanjangan putus, yaitu pada mulanya tinggi sampai mencapai suatu titik hingga plastik tersebut terdeformasi. Sebelum titik deformasi tersebut perpanjangan masih dapat balik dan setelah sampai pada titik yield, perpanjangan tidak dapat balik yang selanjutnya sampel tersebut patah pada titik break. Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik (Allcock dan Lampe, 1981).

2. Karakterisasi Gugus Fungsi

Adanya gugus fungsional pada suatu bahan dapat dianalisa dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy). Menurut Sutiani (1997), spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun senyawa anorganik. Analisa ini merupakan metode semi empirik dimana kombinasi pita serapan yang khas dapat diperoleh untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat pada suatu bahan. Menurut Mohsenin (1984), infra merah merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang diatas daerah sinar tampak yaitu pada 700-3000ȝm.

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah inframerah. Vibrasi inframerah dapat dideteksi dan diukur pada spektrum inframerah bila vibrasinya menghasilkan perubahan momen dipol. Daerah inframerah dibagi dalam daerah dekat (12800-4000 cm-1), daerah sedang (4000-200 cm-1), dan daerah jauh (200-10 cm-1). Radiasi inframerah yang penting dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi dan paling banyak digunakan untuk keperluan praktis adalah daerah inframerah sedang yaitu dengan bilangan gelombang antara 4000-650 cm-1 (Khopkar, 2002). Stevens (2001) menyatakan bahwa spektrum-spektrum dari sebagian besar polimer

komersial telah dicatat, karena itu indentifikasi kualitatif zat-zat yang belum diketahui seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan.

3. Karakterisasi Sifat Termal

Menurut Jandali dan Widmann (1995), analisa sifat termal merupakan suatu teknik untuk megetahui karakteristik suatu bahan berdasarkan fungsi suhu dan waktu. Pada teknik ini, sampel dipanaskan atau didinginkan pada laju konstan. Salah satu teknik analisis sifat termal adalah DSC (Diffrential Scanning Calorimetry).

DSC mengukur sejumlah energi (panas) yang diserap atau dilepaskan oleh suatu sampel ketika dipanaskan, didinginkan atau didiamkan pada suhu konstan. DSC juga mengukur suhu sampel pada kondisi tersebut. Prinsip kerja menggunakan metode ini adalah pengukuran aliran panas berdasarkan kompensasi tenaga (Rabek 1983).

Jandali dan Widmann (1995) menambahkan bahwa pada saat energi ditransmisikan akan terjadi perubahan entalpi pada sampel. Ketika sampel menyerap energi maka entalpi akan berubah dan prosesnya disebut endoterm, sedangkan ketika sampel melepas energi prosesnya disebut eksoterm. Perubahan entalpi maupun suhu yang terjadi pada sampel selalu dimonitor oleh sensor yang terpasang pada DSC sehingga dapat memberikan informasi tentang suhu transisi kaca (transition glass temperature, Tg) dan suhu pelelehan (melting temperature, Tm).

4. Karakterisasi Derajat Kristalinitas

Knapczyk dan Simon di dalam Kent (1992) menyatakan bahwa struktur molekul yang susunan keteraturannya tinggi disebut kristalin. Sedangkan struktur molekul yang susunannya tidak teratur disebut amorf. Polimer termoplastik yang kristalinitasnya tinggi, lebih resisten terhadap pelarut dan meleleh lebih tajam pada suhu tinggi dari pada polimer amorf. Polimer dengan kristalinitas tinggi mempunyai kekakuan yang tinggi, lebih rapuh atau ketahanan guncang yang rendah daripada polimer amorf. Oleh karena itu Cullity dan Stock (2001) menyatakan bahwa derajat kristalinitas menetukan aplikasi dari bahan polimer tersebut.

Pengukuran derajat kritalinitas dapat dilakukan dengan menggunakan Difraktometer sinar-X (X-Ray Diffractometer, XRD). Menurut Sutiani (1997), difraktometer sinar-X merupakan suatu alat yang dapat mentukan derajat kristalinitas suatu polimer. Bagian kristalin dan amorf suatu polimer dapat berinteraksi dengan sinar-X dan menunjukkan aktifitas difraksi yang spesifik. Derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dapat dipisahkan dari difraksi amorf. Derajat kristalinitas diketahui dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi

E. Pemlastis

1. Definisi dan Karakteristik

Menurut Hammer (1978), pemlastis adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengurangi kekakuan resin termoplastik. Prinsip kerja pemlastis adalah dengan membentuk interaksi molekuler rantai polimer untuk meningkatkan kecepatan respon viskoelastis pada polimer. Hal ini akan meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer dan akibatnya dapat menurunkan suhu transisi kaca (Tg).

Billmeyer (1994) menambahkan bahwa jika suatu polimer semikristalin mendapat tambahan pemlastis maka akan terjadi penurunan suhu pelelehan (Tm) dan derajat kristalinitas. Pemlastis akan lebih banyak berinteraksi dengan fase amorf dan sangat sedikit yang berinteraksi dengan fase kristalin. Efektivitas penambahan pemlastis dapat dilihat melalui beberapa parameter semi empiris, seperti penurunan suhu transisi kaca dan titik leleh, karakteristik mekanik serta kondisi molekuler.

Menurut Hammer (1978), beberapa kondisi yang harus dimiliki pemlastis adalah (1) mampu berinteraksi secara molekuler dengan polimer; (2) mempunyai Tg yang cukup rendah untuk menurunkan Tg polimer; (3) mempunyai bobot molekul yang cukup tinggi untuk tetap menjaga agar bobot molekul polimer tetap tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian Kalnins et al. (1999), penambahan pemlastis dan peningkatan konsentrasi pemlastis dapat menyebabkan penurunan suhu transisi kaca (T ) film plastik berbasis PHB. Penurunan T ini

diakibatkan oleh peningkatkan mobilitas makromolekul PHB. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan suhu pelelehan (Tm) sehingga dapat meningkatkan kemampuan proses dari film plastik tersebut.

2. Dimetil Ftalat

Menurut Allcock dan Lampe (1981), untuk meningkatkan fleksibilitas film plastik dapat ditambahkan bahan pemlastis berupa ester ftalat. Penambahan ester ftalat pada umumnya dilakukan untuk mengurangi kekakuan material termoplastik yang berbasis polivinilklorida (PVC). Salah satu jenis pemlastis yang termasuk dalam golongan ester ftalat adalah dimetil ftalat.

Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang bersifat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform. Titik didih dimetil ftalat adalah 134-138oC. Penampakan dimetil ftalat adalah tidak berwarna dan tidak berbau. Struktur kimia dimetil ftalat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia dimetil ftalat (Merck, 1999)

Menurut Akmaliah (2003), pada pembuatan lembaran bioplastik dari poli-ȕ-hidroksialkanoat (PHA) dengan pemlastis dimetil ftalat, lembaran plastik terbentuk pada penambahan pemlastis dengan konsentrasi 10% dan 12,5%, sedangkan pada konsentrasi 5% tidak terbentuk lembaran bioplastik. Lembaran bioplastik dengan karakteristik terbaik diperoleh pada penambahan pemlastis dimetil ftalat dengan konsentrasi 12,5%.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan film bioplastik adalah poli-3-hidroksialkanoat (PHA) hasil kultivasi secara fed-batch. Proses kultivasi tersebut menggunakan strain bakteri Ralstonia eutropha IAM 12368 yang diperoleh dari IAM Culture Collection, Institute of Molecular and Celular Bioscience, The University of Tokyo. Sumber karbon yang digunakan dalam substrat kultivasi adalah hidrolisat pati sagu (Metroxylon sp) yang dipersiapkan melalui hidrolisis enzimatis pati sagu dengan enzim Į-amilase dan amiloglukosidase.

Bahan-bahan untuk kultivasi bakteri dan isolasi PHA adalah nutrient broth, (NH4)2HPO4, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4 0,1 M, FeSO4.7H2O, MnCl2.4H2O, CoSO4.7H20, CaCl2.7H2O, CuCl2.2H2O, ZnSO4.7H2O, buffer tris-hidroklorida, NaOH, NaOCl dan NH4OH. Pembuatan film bioplastik dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform untuk melarutkan PHA dan menggunakan dimetil ftalat sebagai pemlastis.

2. Alat

Alat-alat utama yang digunakan untuk kultivasi PHA adalah bioreaktor skala 13 liter dengan volume kerja 10 liter, alat-alat gelas, penyaring vakum, oven, shaking waterbath, termometer, neraca analitik, rotary shaking inkubator, autoklaf, pH meter, sentrifuse kecepatan tinggi, homogenizer, refrigator, freezer, desikator, clean bench, dan pipet mikro. Plat kaca untuk casting bioplastik dan penguapan pelarut dilakukan di dalam lemari asap.

Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi film bioplastik adalah UTM (Universal Testing Machine) untuk mengukur kuat tarik dan perpanjangan putus, FTIR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy) untuk analisis gugus fungsi, DSC (Differential Scanning Calorimetry) untuk analisis Tm (melting point) dan Tg (glass transition temperature).

Dokumen terkait