• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Metode Penelitian

1. Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku bertujuan untuk memperoleh PHA sebagai bahan utama pembuatan bioplastik. Persiapan bahan baku terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan substrat, kultivasi PHA, dan proses hilir PHA. a. Persiapan substrat

Tahap pesiapan substrat meliputi proses pembuatan hidrolisat pati sagu secara enzimatis serta persiapan kultur dan media fermentasi. i. Pembuatan hidrolisat pati sagu (Akyuni, 2004)

Suspensi pati sagu dalam air 30% (b/v) diatur pH-nya 6-6,5 dengan penambahan CaCO3 kemudian digelatinisasi sempurna dengan cara pemanasan (70-80oC) dan mengaduknya hingga kental dan bening. Likuifikasi dilakukan dengan menambahkan Į-amilase sebanyak 1,75 U/g pati ke dalam suspensi pati yang telah tergelatinisasi kemudian dipanaskan dan diaduk pada suhu 90-95oC selama 210 menit. Hasil likuifikasi selanjutnya disakarifikasi pada suhu 60oC, pH 4-4,5 selama 48 jam pada inkubator goyang 150 rpm dengan menambahkan amiloglukosidase (AMG) sebanyak 0,3 U/g pati.

Hidrolisat pati sagu hasil sakarifikasi dipanaskan pada suhu 105oC selama 5 menit untuk menginaktifkan enzim. Untuk menjernihkan warna, hidrolisat ditambah arang aktif (1-2 % bobot pati), dipanaskan 80oC selama satu jam lalu disaring vakum. Hidrolisat pati sagu tersebut telah siap digunakan sebagai sumber karbon kultivasi PHA dan sebelumnya dilakukan analisis total gula (metode Fenol Sulfat), total nitrogen (Kjeldahl), kadar mineral (AAS/Spektofotometri Absorpsi Atom) (Apriyantono et al., 1989) dan profil gula (High Performance Liquid Chromatography atau

HPLC). Diagram alir pembuatan hidrolisat pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur analisis total gula dan nitrogen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2a dan 2b.

ii. Persiapan kultur dan media fermentasi (Atifah, 2006)

Kultur R. eutropha dipelihara dalam bentuk kering-beku. Kultur disegarkan setiap dua minggu dengan menumbuhkannya pada media cair Nutrient Broth (inkubasi 34oC selama 24 jam).

Formulasi media kultivasi per liter adalah X ml hidrolisat pati sagu dan Y gram (NH4)2HPO4 sedemikian sehingga rasio C/N awal 10:1 dengan asumsi bahwa konsentrasi karbon pada hidrolisat pati sagu adalah 40% dari total gula dan konsentrasi N pada (NH4)2HPO4 adalah 21,21%; 5,8 gram K2HPO4; 3,7 gram KH2PO4; 10 ml MgSO4 0,1 M; dan 1 ml larutan mikroelemen. Larutan mikroelemen terdiri dari 2,78 g FeSO4.7H2O; 1,98 g MnCl2.4H2O; 2,81 g CoSO4.7H2O; 1,67 g CaCl2.2H2O; 0,17 g CuCl2.2H2O dan 0,29 g ZnSO4.7H2O yang dilarutkan dalam 1 liter HCl 1 N.

Sebelum digunakan, media terlebih dahulu disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit (sumber karbon dan sumber nitrogen disterilisasi dalam wadah yang terpisah untuk menghindari reaksi pencoklatan). Media didiamkan beberapa saat setelah disterilisasi sehingga suhunya mencapai 25-30oC dan siap diinokulasi.

Untuk keperluan kultivasi, terlebih dahulu dilakukan propagasi kultur dengan menumbuhkan kultur segar R. eutropha ke dalam media steril (10% v/v) pada inkubator goyang 150 rpm, suhu 34oC selama 24 jam. Komposisi media propagasi disesuaikan dengan media yang akan digunakan pada kultivasi, volume kultur propagasi 10% dari volume media kultivasi. Kultur hasil propagasi selanjutnya diinokulasikan ke dalam media kultivasi.

b. Kultivasi PHA secara fed-batch (Atifah, 2006)

Kultivasi fed-batch dilakukan pada bioreaktor skala 13 liter, volume kerja 10 L, pH 6,9, agitasi 150 rpm, suhu 34oC dan aerasi 0,2 vvm. Kultivasi dilakukan selama 96 jam. Metode pengumpanan dilakukan pada saat mikroba diperkirakan memasuki fase pertumbuhan stasioner yaitu pada jam ke-48. Umpan berupa hidrolisat pati sagu yang setara dengan 20 g gula per liter kultur atau sekitar 640,5 mL dengan kecepatan pengumpanan konstan 1,7 ml/menit.

c. Proses hilir PHA (Atifah, 2006; Imamura et al., 2001 dan Lee, 1996)

Tahap 1

Setelah proses kultivasi selesai, cairan kultivasi disentrifugasi sebanyak empat tahap pada kecepatan 13000 rpm selama sepuluh menit. Sentrifugasi tahap pertama bertujuan untuk memisahkan biomassa dengan fase cair. Endapan yang diperoleh pada sentrifugasi pertama dibilas dengan aquades untuk pembersihan, kemudian dilakukan sentrifugasi tahap kedua. Endapan hasil bilasan ditambah NaOH 0,2 N atau NaOCl 0,2 %, kemudian dilakukan proses digest selama satu jam untuk mengeluarkan PHA dari biomassa sel. Proses sentrifugasi ketiga dilakukan untuk memisahkan hasil digest dengan cairannya (NaOH atau NaOCl). Endapan hasil sentrifugasi ketiga dibilas dengan aquades, kemudian dilakukan sentrifugasi tahap keempat. Endapan hasil sentrifugasi keempat diambil dan dimasukkan ke cawan petri, kemudian dioven pada suhu 40OC sampai kering. Tahap 2

PHA kering hasil hasil tahap 1 dilarutkan pada kloroform. Setiap 1 gram PHA kering dilarutkan ke dalam 50 ml kloroform. Kemudian larutan PHA dipanaskan dan diaduk selama 24 jam. Pemanasan dan pengadukan dilakukan dengan pemasangan pendingin tegak pada wadah gelas untuk mencegah penguapan. Diakhir proses pemanasan, larutan diangkat dan disaring menggunakan kertas saring wathman 42 dengan sistem penyaringan vakum. Filtrat hasil penyaringan yang

mengandung PHA yang terlarut dalam pelarut kloroform diuapkan dalam lemari asap untuk memperoleh PHA kering yang lebih murni.

2. Pembuatan Bioplastik a. Formulasi Bioplastik

i. Metode pembuatan bioplastik (modifikasi Akmaliah, 2003) Proses pembuatan bioplastik dilakukan dengan teknik solution casting. Proses dimulai dengan pencampuran (blending) antara PHA–pelarut kloroform–pemlastis dimetil ftalat. Pencampuran dilakukan dengan cara pengadukan biasa sampai terbentuk larutan PHA-pelarut-pemlastis yang homogen. Kemudian larutan yang sudah homogen dituang pada cetakan (plat kaca). Diagram alir proses pembuatan bioplastik dapat dilihat pada Lampiran 3.

ii. Penentuan ukuran bioplastik

Jenis plastik yang akan dibuat pada penelitian ini adalah film bioplastik. Ukuran bioplastik ditentukan berdasarkan kebutuhan sampel untuk pengujian kuat tarik, yaitu berdasarkan ASTM D 882-97. ASTM D 882-97 merupakan standar metode pengujian kuat tarik lembaran plastik sangat tipis (ketebalan kurang dari 1 mm). Berdasarkan ASTM D 882-97, ukuran sampel uji mempunyai lebar minimal 0,5 cm dengan panjang bervariasi tergantung persen perpanjangan putus (İ). Apabila İ kurang dari 20% maka panjang sampel adalah 17,5 cm; İ antara 20-100% panjang sampel 15 cm; İ lebih dari 100%, panjang sampel 10 cm. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka bioplastik dibuat pada cetakan dengan ukuran 4,5 x 19 cm.

iii. Penentuan jumlah kloroform

Menurut Lee (1996), untuk melarutkan satu bagian PHA diperlukan 20 bagian pelarut. Jumlah pelarut yang optimal akan ditentukan dengan cara melarutkan PHA pada kloroform dengan

iv. Penentuan jumlah PHA

Jumlah PHA yang digunakan disesuaikan dengan ketebalan bioplastik yang akan dihasilkan. Jumlah PHA yang optimal akan ditentukan dengan cara melarutkan PHA pada kloroform kemudian di tuang pada cetakan dan diukur ketebalannya. Perbandingan PHA-kloroform yang digunakan adalah perbandingan optimal yang dihasilkan pada tahap penentuan jumlah kloroform. Jumlah PHA yang optimal adalah jumlah PHA yang mampu menghasilkan larutan PHA yang mampu menutup permukaan cetakan dengan sempurna jika larutan tersebut dituang pada cetakan dan ketebalan bioplastik yang dihasilkan kurang dari 0,25 mm.

v. Penentuan jumlah pemlastis dimetil ftalat (DMF)

Konsentrasi pemlastis dihitung berdasarkan jumlah PHA yang digunakan. Pada penelitian ini akan diujikan konsentrasi pemlastis dimetil ftalat (DMF) mulai dari 0% (kontrol), 12,5%, 25%, 37,5%, dan 50% (b/b) dari jumlah PHA. Sebagai pembanding dibuatlah bioplastik dari PHB murni yang dibeli dari Sigma-Aldrich. Bioplastik pembanding dibuat tanpa pemlastis (0% DMF) dan dengan pemlastis pada konsentrasi terbaik hasil karakterisasi sifat mekanik bioplastik yang dibuat dengan PHA pati sagu.

b. Karakterisasi Bioplastik

i. Kuat tarik dan perpanjangan putus (ASTM D 882-97)

Pengukuran kuat tarik dilakukan dilakukan di Sentra Teknologi Polimer (STP) kawasan Puspitek Serpong. Alat yang digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) dengan merk Simadzu AGS-10KNG. Penggunaan ASTM D 882-92 karena sampel uji termasuk film plastik yang sangat tipis (thin plastic sheeting) dengan ketebalan kurang dari 0,1 mm. Sampel yang berbentuk lembaran dipotong dengan panjang 130 mm dan lebar 8 mm. Sebelum pengujian dilakukan, sampel dikondisikan dalam climatic chamber pada suhu 23oC dan kelembaban 50% selama 48 jam.

Kondisi ruang uji: suhu 23,7oC dan kelembaban 60,0%. Pengujian dilakukan berdasarkan standar ASTM D 882-97 dengan kecepatan 500 mm/menit. Kuat tarik plastik (tensile strength) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

IJ = Fmax / A Keterangan:

IJ = kuat tarik (MPa)

Fmax = tegangan maksimum (Kgf) A = luas penampang melintang (mm2) ii. Gugus fungsi

Analisa gugus fungsi dilakukan di Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Alat yang digunakan adalah Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR) dengan merk ATI Mattson. Sampel pengujian yang berbetuk lembaran dipotong melingkar dengan diameter 10 mm. iii. Sifat Termal (ASTM D3418-99)

Analisa sifat termal meliputi suhu pelelehan (melting point, Tm) dan suhu transisi kaca (glass transition temperature, Tg). Analisa dilakukan di Sentra Teknologi Polimer (STP) kawasan Puspitek Serpong. Alat yang digunakan adalah Differential Scanning Calorimetry (DSC) dengan merek Mettler Toledo. Sampel ditimbang sekitar 20 mg dimasukkan dalam crucible 40 µl. Pengujian dilakukan berdasarkan standar ASTM D 3418-99. Analisa dilakukan dengan temperature program dimulai dengan pemanasan sampel dari temperatur -90oC hingga 200oC. Kecepatan pemanasan adalah 10oC/menit. Sebagai purge gas digunakan gas nitrogen dengan kecepatan aliran 50 ml/menit.

iv. Derajat kristalinitas (Hahn et al., 1995)

Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metode pendekatan. Metode ini didasarkan pada perubahan entalpi yang terjadi pada saat tercapainya suhu pelelehan yang terukur pada saat pengukuran suhu pelelahan dengan DSC. PHA dengan derajat kristalinitas 100% akan mempunyai perubahan entalpi sebesar 146 J/g. Dengan melakukan perbandingan perubahan entalpi sampel uji dan PHA dengan kristalinitas 100% maka akan dapat diketahui derajat kristalinitas sampel uji.

c. Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah statistika deskriptif. Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna.

Dokumen terkait