• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Anak Autis 1. Pengertian Anak Autis

3. Karakteristik Anak Autis`

Anak-anak autis tidak atau belum dapat berkomunikasi dengan intensif karena kognitif yang masih kurang, namun juga dapat berkomunikasi akan tetapi mengarah ke bahasa non verbal seperti bahasa tubuh dengan teriak, menangis dsb. Keinginan anak autisme untuk berkomunikasi dengan orang lain, bilamana anak memiliki sebuah keinginan. Jika kita memperhatikan kemampuan bicara anak autis, maka sebagian anak tidak memilikinya. Sementara itu, yang lainnya hanya dapat mengeluarkan suara gema dan tidak jelas dari tenggorokan mereka (Maulana, 14 : 2007).

20

Secara lebih rinci Prasetyono D.S. (2008: 59) menjelaskan mengenai karakteristik pada tiga aspek utama dalam gangguan perkembangan anak dengan hambatan autisme yaitu komunikasi, interaksi sosial dan perilaku, sebagai berikut:

a. Komunikasi

Anak autis menunjukkan kualitas komunikasi yang tidak normal, dengan ciri-ciri berikut ini:

1) Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak berkembang.

2) Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.

3) Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.

4) Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang atau steorotip.

5) Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif dan biasanya permainannya kurang variatif.

b. Interaksi Sosial

Adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial dan ditandai dengan hal-hal berikut ini:

1) Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi facial, postur dan gerak tubuh untuk berinteraksi secara layak.

2) Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, di mana mereka bisa berbagi, aktivitas dan interes bersama.

3) Ketidakmampuan untuk berempati dan membaca emosi orang lain.

4) Ketidakmampuan secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu secara bersama-sama.

c. Perilaku

Aktivitas, perilaku serta interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan steorotip. Hal ini ditunjukkan dengan ciri-ciri berikut ini:

1) Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal.

2) Adanya suatu kelekatan pada suatu rutinitas atau ritual yang tidak berguna.

3) Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, misalnya mengepak-ngepakkan lengan, menggerak-gerakkan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu.

4) Adanya preokupasi dengan bagian benda atau mainan tertentu yang tidak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba, dan suara-suara tertentu.

21

5) Menunjukkan emosi yang tidak wajar, tempramen tantrum (mengamuk dengan tidak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, dan rasa takut yang tidak wajar.

6) Gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium atau menggigit-gigit benda, serta tidak suka dipeluk atau dielus.

Secara umum, anak autis memiliki pola perilaku yang tidak wajar yang dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu perilaku yang berlebihan dan perilaku yang berkekurangan. Menurut Prasetyono D.S. (2008: 26) “umumnya, perilaku yang berkekurangan adalah gangguan bicara”. Kondisi ini terjadi pada anak yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Anak mengalami gangguan bicara yaitu suara terputus-putus atau terengah-engah (artikulasi) serta mengalami kesulitan dalam melakukan percakapan sederhana dan menjelaskan suatu situasi. Hal ini didukung oleh Tin Suharmini (2009: 73) yang menyatakan bahwa “kurang lebih 50 % anak-anak autis ini mengalami hambatan dalam berbahasa dan berbicara”.

Anak autis memiliki IQ yang bervariasi. Ada anak autis yang memiliki IQ normal, di atas rata-rata anak normal dan di bawah rata-rata anak normal. Menurut Mourice dan Siegel (dalam Yuwono, 2012 : 23), fakta ditemukan bahwa 70%-80% anak autistik itu memiliki tingkatan Mental Retardation. Kebanyakan masuk dalam kategori mild hingga moderate mental retardasi yang ada, meskipun hanya sedikit saja yang masuk sebagai mental retardasi kategori berat.

Hal ini mempengaruhi kemampuan intelegensi anak yaitu normal sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi. Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan sangat

22

menguasai subyek yang mereka sukai pernah pelajari. Namun, mereka lemah dalam hal pengertian dan pemikiran abstrak, juga dalam pengenalan sosial. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya dalam kemampuan membaca dan mengerti apa yang dibaca, menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah pula, mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel. Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar dari kesalahan-kesalahanya (Attwood, 1998 : 17).

Anak autis memiliki indera yang sama seperti anak pada umumnya. Namun terkadang dalam gerakan motoriknya anak ada yang cenderung hipoaktif maupun hiperaktif. Hal ini terjadi, karena adanya gangguan/ kerusakan pada sistem saraf otaknya, sehingga rangsangan/ stimulus yang diberikan lingkungan berjalan salah sehingga respon anak kadang tidak sesuai. Sebagian anak autis sangat peka terhadap stimulus yang ada misalnya suara. Anak autis sebenarnya bukan mengalami gangguan mental, akan tetapi anak tersebut hidup di dalam dunianya sendiri sehingga orang di sekitarnya yang belum tau tentang autis akan mengira bahwa anak tersebut mengalami gangguan mental. Anak acuh terhadap lingkungan di sekelilingnya dan sering melakukan gerakan-gerakan aneh (tidak biasa) seperti handflapping, stereotip, ,meloncat-loncat sendiri,

23

terkekeh tanpa ada alasan. Namun, perkembangan mental anak biasanya lebih terlambat daripada anak umumnya.

Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak autis kelas VII di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita dengan jenis kelamin laki-laki dan berusia 16 tahun. Berdasarkan hasil observasi, mengenai pengembangan kemampuan berbicara anak disekolah, ditemukan bahwa kemampuan berbicara anak masih rendah. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mengeluarkan kata-kata, tetapi belum memiliki inisiatif untuk memulai dan melakukan suatu percakapan sederhana dan sulit dalam menjelaskan suatu situasi. Saat anak diberi perintah sederhana, anak dapat melakukannya dengan baik. Dalam mengidentifikasi bagian-bagian tubuh ia sudah mahir dan langsung tanggap saat diberi instruksi. Lebih jauh lagi, anak sudah dapat mendeskripsikan ciri-ciri rambut. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mengeluarkan kata-kata, tetapi belum memiliki inisiatif untuk memulai dan melakukan suatu percakapan sederhana dan sulit dalam menjelaskan suatu situasi. Anak masih sering mengulang pertanyaan yang diberikan kepadanya. Anak berbicara dengan intonasi yang belum sesuai, misalnya meminta bantuan dengan nada yang tinggi dan masih berbicara tanpa gesture dengan ekspresi yang datar. Hal ini mempengaruhi nilai mata pelajaran bahasa Indonesia yang lebih rendah daripada mata pelajaran lain. Nilai Bahasa Indonesia dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 65. Anak memiliki ketertarikan dengan media gambar yang telah mampu membaca dan menulis. Selain itu, anak telah memahami dan mampu melaksanakan

24

instruksi dari orang lain. Oleh sebab itu, digunakan media gambar seri yang penggunaannya dapat disesuaikan dan dimengerti oleh anak.

Dalam kemampuan meniru untuk motorik kasar, anak dapat menirukan gerakan-gerakan seperti lompat, tepuk tangan, toss, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng dan lain-lain. Kemampuan motorik halusnya pun tidak terlalu mengalami kesulitan. Hanya saja, anak masih memerlukan arahan ketika menulis, terkadang tulisannya besar dan terkadang tulisannya kecil. Dalam pembelajaran mewarnaipun, subjek masih perlu pengembangan. Ini dikarenakan dalam menggambar anak masih belum dapat mewarnai satu arah. Anak sudah mampu dalam hal menulis, berhitung, menggambar, mewarnai.

Dalam bidang matematika, anak tidak begitu mengalami kesulitan. Ia sudah mampu berhitung sampai ke angka ratusan. Namun, anak masih kesulitan ketika diminta mengerjakan soal pengurangan yang didalamnya mengandung sistem pinjam dan pada penjumlahan yang didalamnya menggunakan sistem simpan dengan bilangan empat angka. Selain itu, anak sudah dapat membaca dengan baik, namun pengucapan kalimatnya juga kurang jelas. Anak masih memerlukan arahan ketika menulis, terkadang tulisannya besar dan terkadang tulisannya kecil. Anak sudah mampu dalam hal menyebutkan ciri-ciri dengan diberikan satu clue. Misalnya menyebutkan tentang ciri-ciri bunga, gajah, gelas, kupu-kupu, buku, penggaris, bola maupun pensil (tetap memerlukan prompt).

25 B. Kajian Tentang Kemampuan Berbicara

Dokumen terkait