• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 ANGIN PUTING BELIUNG DAN IMAGE PROCESSING

3.1. Karakteristik Angin Puting Beliung

Menurut BMKG perkembangan angin puting beliung dapat dikenali ciri-cirinya melalui perkembangan awan yang ada disekitarnya. Kejadian puting beliung hingga saat ini tidak dapat diprediksi secara akurat, namun bisa dikenali karakteristiknya melalui perkembangan awan konvektif yang berada disekitarnya.

Karakteristik akan terjadinya angin puting beliung dapat dilihat dan dirasakan bahwa sehari sebelumnya udara terasa panas dan pengap. Kemudian sekitar pukul 10.00 akan terjadi pertumbuhan awan vertikal yang gelap dan cepat. Setelah itu, awan cumulonimbus yang besar terbentuk secara cepat, hitam dan gelap.

(Suaydhi.,et al., 2014) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA)) , Senin (10/12/2018) menyatakan, puting beliung dapat dikategorikan sebagai cuaca ekstrem karena memenuhi beberapa kriteria seperti tidak diharapkan terjadi (unexpected), tidak biasa atau sangat jarang terjadi (unusual), tidak diperkirakan sebelumnya (unpredictable) dan berbahaya (severe) karena menimbulkan dampak kerugian dan mengancam jiwa.

3.1.1. Proses Terjadinya Angin Puting Beliung

Angin puting beliung yang sering dikenal dengan nama angin lesus, termasuk kedalam salah satu fenomena alam yang sangat berbahaya. Angin puting beliung atau juga yang di daerah Sumatera sering disebut dengan nama angin bahorok ini adalah angin yang berputar putar dengan kecepatan mencapai 63 km per jam.

Angin ini sering bergerak secara lurus, dan juga biasanya lewat setelah 5 menit lamanya.(Sigit Bayhu Iryanthony., 2015)

Angin puting beliung sering terjadi saat siang hari dan juga sore hari pada musim pancaroba. Angin ini sering dianggap sebagai salah satu dari jenis angin yang mematikan karena bisa menghancurkan apa saja yang telah dilewatinya.

Hingga saat ini, sudah banyak yang diberitakan musibah angin puting beliung pada banyak tempat. Angin puting beliung yang sangat besar bahkan bisa merusak

rumah rumah warga, alat transportasi, pohon. Sehingga tidak asing jika telah berlalunya angin ini bisa membuat banyak sekali kerusakan sekaligus juga menimbulkan kerugian yang amatlah tidak sedikit. Hampir seluruh tempat yang ada di wilayah Indonesia rawan dengan munculnya bencana angin topan yang satu ini. Tapi, meski begitu ada saja beberapa tempat yang faktanya lebih sering terserang oleh bencana angin puting beliung jika dilihat dari tempat yang lain.

Hal ini sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera.

Bahkan di pulau Jawa juga ada beberapa tempat yang cukup sering terkena musibah oleh angin topan. Contohnya saja di daerah Jawa Barat, biasa terjadi angin puting beliung di sedir wilayah Banjar, Garut, Ciamis, dan Tasik. Selain itu, angin ini bahkan sering terjadi di daerah Sukabumi dan juga pada daerah Sumedang. Karena daerah manapun juga dapat terkena angin jenis ini. Angin puting beliung sering terjadi ketika musim pancaroba pada saat siang atau juga sore hari. Fase terjadinya puting beliung ini memiliki beberapa kaitan yang cukup erat dengan fase dari tumbuhnya awan cumulonimbus. Menurut (Suaydhi.,et al., 2014) dan Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN) ada tiga fase pembentukan angin puting beliung diantaranya :

A. Fase Tumbuh

Di dalam awan biasa terjadi arus udara yang sering naik ke atas dengan jumlah tekanan yang terbilang kuat. Pada saat ini, proses munculnya hujan belum terjadi karena pada titik titik air dan kristal es sudah tertahan oleh arus dari udara yang naik terus menuju puncak awan.

B. Fase Dewasa Atau Masak

Dalam fase ini, titik titik dari air yang tidak lagi bisa tertahan oleh udara akan terus naik menuju puncak awan. kemudian hujan akan turun serta menimbulkan gaya gesekan antara suatu arus udara yang sedang naik dengan yang sedang turun.

Pada saat terjadinya fase ini, temperatur dari massa udara yang mulai turun memiliki sejumlah suhu yang sangat dingin jika dibandingkan dengan kumpulan udara disekelilingnya.

C. Fase Punah

Dalam saat masa punah, tidak akan ada lagi massa udara yang bisa naik, tapi massa udara tersebut akan terus meluas di seluruh bagian awan. Pada akhirnya, proses dari munculnya awan ini mengalami kondensasi yang akan berhenti dan udara yang turun semakin melemah, sehingga pertumbuhan dari awan akan berakhir.

3.1.2. Ciri-Ciri Angin Puting Beliung

Kondisi akan terjadinya angin puting beliung sebenarnya bisa diketahui jika di teliti. Hal ini bisa dirasakan ketika cuaca panas yang tidak seperti hari-hari biasa.

Cuaca panas secara tiba-tiba tergantikan oleh cuaca dingin dari hujan yang lebat dan ada kemungkinan bersamaan dengan puting beliung.

Adapun gejala dari angin puting beliung yang sangat perlu diketahui agar bisa menambah kewaspadaan dan kesiapan adalah sebagai berikut:

i. Udara yang terasa panas hingga menyebabkan gerah

ii. Dilangit ada sejumlah pertumbuhan awan putih, awan ini akan membentuk sejumlah gerombolan yang berlapis-lapis,

iii. Di antara banyaknya awan kumulus tersebut, ada salah satu jenis awan yang memiliki batas tepi dengan warna abu-abu yang sangat jelas.

iv. Awan ini akan tampak menjulang tinggi, dan jika dilihat awan tersebut akan berbentuk mirip dengan tumbuhan bunga kol

v. Awan berubah warna secara tiba-tiba dari warna putih menjadi warna hitam pekat layaknya awan cumulonimbus

vi. Ketika angin kencang akan datang, ranting pohon serta daun bergoyang tertiup angin

vii. Masyarakat harus selalu waspada terutama pada saat periode durasi pembentukan awan hingga fase awan punah. Hal ini biasanya berlangsung selama 1 jam.

Angin puting beliung adalah angin yang disebabkan oleh dampak pengaruh dari awan Comulonimbus yang biasanya timbul selama periode musim hujan. Akan tetapi perlu diketahu bahwa tidak semua awan Comulonimbus akan menyebabkan angin puting beliung. Keadaan angin puting beliung bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu 5 atau 10 menit pada area dengan skala yang sangat lokal. Arus kecepatan

udara dari angin puting beliung yang turun dengan kecepatan yang tinggi akan berhembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan acak. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)

3.1.3. Awan Cumulonimbus

Cumulonimbus (dari kumulus Latin, "heaped" dan nimbus, "rainstorm") adalah awan vertikal yang menjulang tinggi dan padat, terbentuk dari uap air yang dibawa oleh arus udara ke atas yang kuat. Jika diamati saat badai, awan-awan ini dapat disebut sebagai guntur. Cumulonimbus dapat terbentuk sendiri, dalam kelompok, atau sepanjang garis depan yang dingin. Awan ini mampu menghasilkan petir dan cuaca buruk berbahaya lainnya, seperti tornado.

Cumulonimbus berkembang dari awan kumulus congestus yang berkembang dan lebih lanjut dapat berkembang sebagai bagian dari supercell. Cumulonimbus disingkat Cb. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)

Awan Cb adalah jenis awan cumulus dengan ketebalan vertikal yang besar dan campuran kristal es dibagian atas dan tetes air di bagian bawah, karakteristik ini menyebabkan menurunkan hujan deras namun setelah periode hujan deras kemudian hujan gerimis masih bisa terjadi sangat lama. Masa hidupnya kurang lebih 2 jam. Ketinggian 2000 m -16.000 m atau setara 6500 - 60.000 ft.

Bila ditinjau dari arah dan kecepatan aliran vertikal siklus awan Cb, maka ada tiga tahapan -tahapan pertumbuhan awan Cb yaitu :

a) Tahap Pertumbuhan (Cumulus)

Dalam awan terdiri dari arus naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik titik air maupun kristal-kristal es, masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan.

b) Tahap Dewasa (Cirrus)

Titik-titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak awan. Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun.

c) Tahap Mati (Dissipating Stage/Awan Cumulonimbus)

Tidak ada massa udara naik, massa udara yang turun meluas diseluruh awan.

Kondensasi berhenti, udara yang turun melemah hingga berakhirlah pertumbuhan awan Cb.