BAB 2 CHAOS DAN SUPERVISED IMAGE CLASSIFICATION
2.3. Klassifikasi Digital dan Klassifikasi Citra
2.3.3. Teknik Image Classification
Ada berbagai pendekatan klasifikasi yang telah dikembangkan dan banyak digunakan. Hal ini berhubungan dengan logika, mulai dari supervised hingga unsupervised, parametrik sampai ke non parametrik untuk klasifikasi non-metrik,
atau fuzzy, atau per-pixel, sub-pixel, dan prefield (Al-doski et al., 2013). Teknik ini, ada dua tipe prosedur klasifikasi yang umum dan
masing-masing menemukan aplikasi dalam pemrosesan penginderaan jauh suatu gambar:
satu disebut sebagai supervised classification dan yang lainnya adalah unsupervised classification. Dalam hal ini bisa digunakan sebagai pendekatan alternatif, tetapi sering digabungkan ke dalam metodologi hybrid yaitu menggunakan lebih dari satu metode (Boeing, 2016).
Klasifikasi citra unsupervised adalah metode di mana perangkat lunak analisis gambar memisahkan sejumlah besar piksel yang tidak diketahui dalam sebuah gambar berdasarkan nilai reflektansi ke dalam kelas atau kelompok tanpa arah (Al-doski et al., 2013). Ada dua metode pengelompokan yang paling sering digunakan untuk unsupervised classification: K-means dan Iterative Self-Organizing Data Analysis Technique (ISODATA).
Kedua metode ini bergantung sepenuhnya pada statistik berbasis piksel spektral dan tidak menyertakan pengetahuan sebelumnya tentang karakteristik
yang sedang diteliti. Di sisi lain, klasifikasi yang diawasi adalah metode di mana analis mendefinisikan area kecil yang disebut situs pelatihan pada gambar, yang berisi variabel prediktor yang diukur dalam setiap unit sampling, dan menugaskan kelas-kelas sebelumnya ke unit sampling (Al-doski et al., 2013), Penggambaran area pelatihan perwakilan dari jenis penutup paling efektif ketika seorang analis gambar memiliki pengetahuan tentang geografi suatu wilayah dan pengalaman dengan sifat spektral kelas (Zhang & Xie, 2014).
Diagram berikut menunjukkan langkah-langkah utama dalam dua jenis umum klasifikasi citra :
Gambar 2.9. Diagram Supervised Image Classification
Image Supervised
Training
Image
Pixel Labelling
Accuracy Assessment
BAB 3
ANGIN PUTING BELIUNG DAN IMAGE PROCESSING
3.1. Karakteristik Angin Puting Beliung
Menurut BMKG perkembangan angin puting beliung dapat dikenali ciri-cirinya melalui perkembangan awan yang ada disekitarnya. Kejadian puting beliung hingga saat ini tidak dapat diprediksi secara akurat, namun bisa dikenali karakteristiknya melalui perkembangan awan konvektif yang berada disekitarnya.
Karakteristik akan terjadinya angin puting beliung dapat dilihat dan dirasakan bahwa sehari sebelumnya udara terasa panas dan pengap. Kemudian sekitar pukul 10.00 akan terjadi pertumbuhan awan vertikal yang gelap dan cepat. Setelah itu, awan cumulonimbus yang besar terbentuk secara cepat, hitam dan gelap.
(Suaydhi.,et al., 2014) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA)) , Senin (10/12/2018) menyatakan, puting beliung dapat dikategorikan sebagai cuaca ekstrem karena memenuhi beberapa kriteria seperti tidak diharapkan terjadi (unexpected), tidak biasa atau sangat jarang terjadi (unusual), tidak diperkirakan sebelumnya (unpredictable) dan berbahaya (severe) karena menimbulkan dampak kerugian dan mengancam jiwa.
3.1.1. Proses Terjadinya Angin Puting Beliung
Angin puting beliung yang sering dikenal dengan nama angin lesus, termasuk kedalam salah satu fenomena alam yang sangat berbahaya. Angin puting beliung atau juga yang di daerah Sumatera sering disebut dengan nama angin bahorok ini adalah angin yang berputar putar dengan kecepatan mencapai 63 km per jam.
Angin ini sering bergerak secara lurus, dan juga biasanya lewat setelah 5 menit lamanya.(Sigit Bayhu Iryanthony., 2015)
Angin puting beliung sering terjadi saat siang hari dan juga sore hari pada musim pancaroba. Angin ini sering dianggap sebagai salah satu dari jenis angin yang mematikan karena bisa menghancurkan apa saja yang telah dilewatinya.
Hingga saat ini, sudah banyak yang diberitakan musibah angin puting beliung pada banyak tempat. Angin puting beliung yang sangat besar bahkan bisa merusak
rumah rumah warga, alat transportasi, pohon. Sehingga tidak asing jika telah berlalunya angin ini bisa membuat banyak sekali kerusakan sekaligus juga menimbulkan kerugian yang amatlah tidak sedikit. Hampir seluruh tempat yang ada di wilayah Indonesia rawan dengan munculnya bencana angin topan yang satu ini. Tapi, meski begitu ada saja beberapa tempat yang faktanya lebih sering terserang oleh bencana angin puting beliung jika dilihat dari tempat yang lain.
Hal ini sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera.
Bahkan di pulau Jawa juga ada beberapa tempat yang cukup sering terkena musibah oleh angin topan. Contohnya saja di daerah Jawa Barat, biasa terjadi angin puting beliung di sedir wilayah Banjar, Garut, Ciamis, dan Tasik. Selain itu, angin ini bahkan sering terjadi di daerah Sukabumi dan juga pada daerah Sumedang. Karena daerah manapun juga dapat terkena angin jenis ini. Angin puting beliung sering terjadi ketika musim pancaroba pada saat siang atau juga sore hari. Fase terjadinya puting beliung ini memiliki beberapa kaitan yang cukup erat dengan fase dari tumbuhnya awan cumulonimbus. Menurut (Suaydhi.,et al., 2014) dan Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN) ada tiga fase pembentukan angin puting beliung diantaranya :
A. Fase Tumbuh
Di dalam awan biasa terjadi arus udara yang sering naik ke atas dengan jumlah tekanan yang terbilang kuat. Pada saat ini, proses munculnya hujan belum terjadi karena pada titik titik air dan kristal es sudah tertahan oleh arus dari udara yang naik terus menuju puncak awan.
B. Fase Dewasa Atau Masak
Dalam fase ini, titik titik dari air yang tidak lagi bisa tertahan oleh udara akan terus naik menuju puncak awan. kemudian hujan akan turun serta menimbulkan gaya gesekan antara suatu arus udara yang sedang naik dengan yang sedang turun.
Pada saat terjadinya fase ini, temperatur dari massa udara yang mulai turun memiliki sejumlah suhu yang sangat dingin jika dibandingkan dengan kumpulan udara disekelilingnya.
C. Fase Punah
Dalam saat masa punah, tidak akan ada lagi massa udara yang bisa naik, tapi massa udara tersebut akan terus meluas di seluruh bagian awan. Pada akhirnya, proses dari munculnya awan ini mengalami kondensasi yang akan berhenti dan udara yang turun semakin melemah, sehingga pertumbuhan dari awan akan berakhir.
3.1.2. Ciri-Ciri Angin Puting Beliung
Kondisi akan terjadinya angin puting beliung sebenarnya bisa diketahui jika di teliti. Hal ini bisa dirasakan ketika cuaca panas yang tidak seperti hari-hari biasa.
Cuaca panas secara tiba-tiba tergantikan oleh cuaca dingin dari hujan yang lebat dan ada kemungkinan bersamaan dengan puting beliung.
Adapun gejala dari angin puting beliung yang sangat perlu diketahui agar bisa menambah kewaspadaan dan kesiapan adalah sebagai berikut:
i. Udara yang terasa panas hingga menyebabkan gerah
ii. Dilangit ada sejumlah pertumbuhan awan putih, awan ini akan membentuk sejumlah gerombolan yang berlapis-lapis,
iii. Di antara banyaknya awan kumulus tersebut, ada salah satu jenis awan yang memiliki batas tepi dengan warna abu-abu yang sangat jelas.
iv. Awan ini akan tampak menjulang tinggi, dan jika dilihat awan tersebut akan berbentuk mirip dengan tumbuhan bunga kol
v. Awan berubah warna secara tiba-tiba dari warna putih menjadi warna hitam pekat layaknya awan cumulonimbus
vi. Ketika angin kencang akan datang, ranting pohon serta daun bergoyang tertiup angin
vii. Masyarakat harus selalu waspada terutama pada saat periode durasi pembentukan awan hingga fase awan punah. Hal ini biasanya berlangsung selama 1 jam.
Angin puting beliung adalah angin yang disebabkan oleh dampak pengaruh dari awan Comulonimbus yang biasanya timbul selama periode musim hujan. Akan tetapi perlu diketahu bahwa tidak semua awan Comulonimbus akan menyebabkan angin puting beliung. Keadaan angin puting beliung bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu 5 atau 10 menit pada area dengan skala yang sangat lokal. Arus kecepatan
udara dari angin puting beliung yang turun dengan kecepatan yang tinggi akan berhembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan acak. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)
3.1.3. Awan Cumulonimbus
Cumulonimbus (dari kumulus Latin, "heaped" dan nimbus, "rainstorm") adalah awan vertikal yang menjulang tinggi dan padat, terbentuk dari uap air yang dibawa oleh arus udara ke atas yang kuat. Jika diamati saat badai, awan-awan ini dapat disebut sebagai guntur. Cumulonimbus dapat terbentuk sendiri, dalam kelompok, atau sepanjang garis depan yang dingin. Awan ini mampu menghasilkan petir dan cuaca buruk berbahaya lainnya, seperti tornado.
Cumulonimbus berkembang dari awan kumulus congestus yang berkembang dan lebih lanjut dapat berkembang sebagai bagian dari supercell. Cumulonimbus disingkat Cb. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)
Awan Cb adalah jenis awan cumulus dengan ketebalan vertikal yang besar dan campuran kristal es dibagian atas dan tetes air di bagian bawah, karakteristik ini menyebabkan menurunkan hujan deras namun setelah periode hujan deras kemudian hujan gerimis masih bisa terjadi sangat lama. Masa hidupnya kurang lebih 2 jam. Ketinggian 2000 m -16.000 m atau setara 6500 - 60.000 ft.
Bila ditinjau dari arah dan kecepatan aliran vertikal siklus awan Cb, maka ada tiga tahapan -tahapan pertumbuhan awan Cb yaitu :
a) Tahap Pertumbuhan (Cumulus)
Dalam awan terdiri dari arus naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik titik air maupun kristal-kristal es, masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan.
b) Tahap Dewasa (Cirrus)
Titik-titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak awan. Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun.
c) Tahap Mati (Dissipating Stage/Awan Cumulonimbus)
Tidak ada massa udara naik, massa udara yang turun meluas diseluruh awan.
Kondensasi berhenti, udara yang turun melemah hingga berakhirlah pertumbuhan awan Cb.
3.2. Pemrosesan Image (Image Processing)
Pemrosesan image adalah metode untuk melakukan beberapa operasi pada image, untuk mendapatkan image yang disempurnakan atau untuk mengekstrak beberapa informasi yang berguna. Ini adalah jenis pemrosesan sinyal di mana input adalah gambar dan output mungkin image atau karakteristik / fitur yang terkait dengan image itu. Saat ini, pemrosesan image adalah salah satu teknologi yang berkembang pesat. Ini membentuk bidang penelitian inti dalam disiplin ilmu teknik dan komputer juga. (Hidayat & Afrianto, 2017) dan (Devi & Santhosh Baboo, 2011)
Pemrosesan gambar pada dasarnya mencakup tiga langkah berikut:
i. Mengimpor gambar melalui alat akuisisi gambar;
ii. Menganalisis dan memanipulasi gambar;
iii. Keluaran di mana hasil dapat diubah gambar atau laporan yang didasarkan pada analisis gambar.
Menurut (Huyu et al., 2010) ada dua jenis metode yang digunakan untuk pemrosesan gambar yaitu, pemrosesan gambar analog dan digital. Pemrosesan gambar analog dapat digunakan untuk salinan cetak seperti cetakan dan foto.
Analis gambar menggunakan berbagai dasar penafsiran saat menggunakan teknik visual. Teknik pemrosesan gambar digital membantu dalam memanipulasi gambar digital dengan menggunakan komputer. Tiga fase umum yang harus dijalani semua jenis data saat menggunakan teknik digital adalah pra-pemrosesan, peningkatan, dan tampilan, ekstraksi informasi. Pemrosesan gambar ke PC (Personal Computer) komputer dan tentang akuisisi gambar dan berbagai jenis sensor gambar. (Arief1, 2010)
Pemrosesan image juga berhubungan dengan pengenalan pola, dalam arti bahwa data dalam banyak permasalahan adalah dalam gambar digital. Contoh masalah tersebut adalah pengenalan karakter yang dicetak dan pengenalan karakter tulisan tangan, pengenalan sidik jari, identifikasi target, pengenalan wajah manusia, dan klassifikasi data penginderaan jarak jauh (remote sensing).
Peran utama pemrosesan image selanjutnya adalah untuk meningkatkan cara yang tepat untuk pengenalan dan klassifikasi pola menjadi lebih mudah. (Munakata, 2008).
Untuk lebih sederhana dari pemrosesan image yaitu hanya mempertimbangkan gambar monokrom atau abu-abu. Pada umumnya gambar abu-abu adalah dengan menggunakan pendekatan dsikrit dari gambar hitam dan putih yang sangat penting pada pemrosesan komputer. Dengan perkiraan agar lebih mudah, dapat diwakili oleh matriks mxn pada gambar, seperti pada gambar 3.1.
Atau A = (aij)
Gambar 3.1. Matriks ordo mxn
Dimana aij menyatakan i € Nm dan j € Nn , untuk menyatakan tingkat kecerahan pada titik spasial yang posisinya dalam dua dimensi tepi pada titik diskrit yang diidentifikasi oleh indeks vertikal i dan indeks horizontal j. Urutan masukan dalam A diasumsikan sama dengan urutan point dalam tepi dan aij diasumsikan sebagai nilai dari set diskrit (b1 = 0, b2 , … bq = bmax ), dimana nilai b1 diasumsikan dengan meningkatnya nilai k € No.q , setiap elemen A disebut piksel. Pada dasarnya ada dua kelas metode untuk pemrosesan gambar, yang disebut sebagai metode domain frekuensi dan metode domain spasial. Pada metode domain frekuensi, gambar diproses dalam bentuk transformasi Fourier, Dalam metode domain spasial, pemrosesan secara langsung melibatkan piksel dari matriks A.
Untuk mengilustrasikan penggunaan fenomena chaos dalam pemrosesan gambar penginderaan jarak jauh (remote sensing), hanya mempertimbangkan domain spasial. Domain spasial pada fenomena chaos adalah melakukan proses manipulasi beberapa kumpulan piksel yang tidak teratur dan tidak dapat diprediksi dari image pada lapisan awan cumulonimbus untuk menghasilkan image yang baru. Image yang baru tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai dasar dalam
A =
melakukan proses selanjutnya untuk memprediksi akan terjadinya angin puting beliung berdasarkan analisis statistik. Pemrosesan image tersebut dengan melakukan proses pemfilteran domain spasial yaitu dengan melakukan proses manipulasi piksel pendeteksian tepi pada image lapisan awan cumulonimbus.
3.3. Deteksi Tepi (Edge Detection)
Deteksi tepi mencakup berbagai metode matematis yang bertujuan mengidentifikasi titik-titik dalam gambar digital di mana kecerahan gambar berubah tajam atau adanya perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang cepat (besar) dalam jarak yang singkat, lebih formal, memiliki diskontinuitas. Titik-titik di mana kecerahan gambar berubah tajam biasanya diatur ke dalam seperangkat segmen garis melengkung yang disebut tepi. Masalah yang sama menemukan diskontinuitas dalam sinyal satu dimensi dikenal sebagai deteksi langkah dan masalah menemukan diskontinuitas sinyal dari waktu ke waktu dikenal sebagai deteksi perubahan. Deteksi tepi adalah alat mendasar dalam pemrosesan gambar, visi mesin, dan visi komputer, khususnya di bidang deteksi fitur dan ekstraksi fitur.
Tujuan mendeteksi perubahan ketajaman dalam kecerahan gambar adalah untuk menangkap adanya perubahan peristiwa penting. Hal ini dapat ditunjukkan pada asumsi yang agak umum untuk model pembentukan gambar, diskontinuitas dalam kecerahan gambar sesuai dengan:
i. Diskontinuitas secara mendalam,
ii. Diskontinuitas dalam orientasi permukaan, iii. Perubahan sifat material dan
iv. Variasi dalam pencahayaan pemandangan.
Dalam kasus yang ideal, hasil penerapan deteksi tepi pada gambar dapat mengarah ke satu set kurva terhubung yang menunjukkan batas objek, batas tanda permukaan serta kurva yang sesuai dengan diskontinuitas dalam orientasi permukaan. Dengan demikian, menerapkan algoritma deteksi tepi untuk gambar dapat secara signifikan mengurangi jumlah data yang akan diproses dan karena itu dapat menyaring informasi yang mungkin dianggap kurang relevan, sambil menjaga sifat struktural penting dari suatu gambar. Jika langkah deteksi tepi
berhasil, tugas selanjutnya menafsirkan konten informasi dalam gambar asli karena itu dapat secara substansial disederhanakan. Namun, tidak selalu mungkin untuk mendapatkan tepi ideal seperti itu dari gambar kehidupan nyata dengan kompleksitas sedang.(Zhao et al., 2010).
Deteksi tepi adalah salah satu langkah mendasar dalam pemrosesan gambar, analisis gambar, pengenalan pola gambar, dan teknik penglihatan komputer.
Edge Detection atau deteksi tepi yang digunakan pada image awan cumulonimbus dan angin puting beliung merupakan pengolahan citra tingkat awal (Image Preprocessing). Image preprocessing adalah merupakan penentuan dari bagian citra yang akan diteliti. Edge Detection berfungsi untuk menentukan garis batas wilayah pada lapisan-lapisan awan cumulonimbus dan angin puting beliung.
Garis batas wilayah pada lapisan awan cumulonimbus dan angin puting beliung dengan metode edge detection mengeksploitasi fakta bahwa nilai-nilai intensitas piksel berubah secara cepat pada batas tepi wilayah lapisan awan cumulonimbus dan angin puting beliung.
3.4. Pemrosesan Gambar Warna 3.4.1. Dasar-Dasar Warna
Pemrosesan gambar berwarna dibagi menjadi dua area utama: pemrosesan penuh warna dan pseudo-warna. Pada kelompok sebelumnya, gambar biasanya diperoleh dengan sensor warna penuh seperti kamera CCTV. Pada kelompok kedua, warna ditugaskan untuk intensitas monokrom tertentu atau kombinasi intensitas. Orang melihat warna yang sebenarnya sesuai dengan sifat cahaya yang dipantulkan dari objek. Spektrum elektromagnetik dari cahaya kromatik berada dalam kisaran 400-700 nm. Ada tiga kuantitas yang digunakan untuk menggambarkan kualitas sumber cahaya berwarna: cahaya, pencahayaan dan kecerahan.
Radiance : Jumlah total energi yang mengalir dari sumber cahaya (unit: watt);
Luminance : Jumlah energi yang dapat diamati oleh pengamat dari sumber cahaya (umens);
Brightness : (Kecerahan) Gagasan akromatik dari intensitas gambar
Untuk membedakan antara dua warna yang berbeda, ada tiga parameter penting, yaitu kecerahan, rona dan saturasi. Hue mewakili warna dominan dan terutama terkait dengan panjang gelombang dominan dalam berbagai gelombang cahaya.
Kejenuhan menunjukkan tingkat cahaya putih bercampur dengan rona. Misalnya, pink dan lavender relatif kurang jenuh daripada warna murni, misalnya merah dan hijau. Warna dapat dibagi menjadi kecerahan dan chromaticity, di mana yang terakhir terdiri dari rona dan saturasi. Salah satu metode untuk menentukan warna adalah dengan menggunakan diagram kromatisitas CIE. Diagram ini menunjukkan komposisi warna yang merupakan fungsi dari x (merah) dan y (hijau). (Devi And Baboo, 2011) dan (Kahraman et al., 2015)
3.4.2. Ruang Warna
Ruang warna atau model colour lebih merah ke sistem koordinat di mana masing-masing warna mewakili satu titik. Model warna yang sering digunakan terdiri dari model RGB (merah, hijau dan biru), model CMY (cyan, magenta dan yellow), model CMYK (cyan, magenta, yellow dan black) dan model HIS (Hui, saturasi dan intensitas). Model RGB: gambar terdiri dari tiga komponen. Ketiga komponen ini digabungkan bersama untuk menghasilkan gambar berwarna komposit. Setiap piksel gambar dibentuk oleh sejumlah bit. Jumlah bit ini adalah kedalaman piksel. Gambar penuh warna biasanya 24 bit, dan karena itu jumlah total dari warna dalam gambar RGB 24-bit adalah 16,777.216.
3.4.3. Pemrosesan Gambar Berwarna
Pemrosesan gambar berwarna terdiri dari pemrosesan gambar pseudo dan penuh warna. Pemrosesan gambar warna peudo adalah tentang penugasan warna ke tingkat abu-abu menurut bukti tertentu. Untuk melakukannya, salah satu opsi adalah menggunakan teknik yang disebut pemotongan intensitas. Ini adalah pendekatan yang sederhana namun efektif. Dalam domain gambar intensitas dan koordinat spasial, amplitudo intensitas digunakan untuk menetapkan warna yang sesuai. Piksel dengan tingkat abu-abu lebih besar dari ambang yang telah ditentukan akan ditetapkan untuk satu warna, dan sisanya akan diletakkan ke warna lain. Pemrosesan gambar penuh warna lebih kompleks daripada kasus pseudo-warna karena tiga vektor warna. Pertama-tama, satu manipulasi dasar
gambar warna adalah transformasi warna. Misalnya, RGB diubah menjadi HSI dan HSI diubah menjadi RGB. (Dutta, 2016) dan (Indarto, 2017)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Kerangka Kerja Penelitian
Berikut ini merupakan kerangka kerja penelitian menggunakan model fenomena chaos Angin Puting Beliung dengan algoritma Edge Detection (Deteksi Tepi) dan algoritma Spectral Angle Mapper pada Supervised Classification berbasis image yang dilakukan. Adapun kerangka kerja penelitian digambarkan dalam bentuk arsitektur umum seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Arsitektur Umum
4.2. Uraian Arsitektur Umum
4.2.1. Pemilihan dan Persiapan Sampel Dataset
Data yang digunakan bersumber dari data image pada google, kemudian data image tersebut di crop dengan resolusi 300dpi, 8 bit dan citra RGB. Data tersebut dijadikan sebagai persiapan sampel dataset sebanyak 118, sebanyak 64 dari nomor 1 sd. 64 merupakan sample dataset image Angin Puting Beliung yang
dijadikan sebagai dataset training dan sebanyak 54 dari nomor 65 sd. 118 merupakan sample dataset image Awan Cumulus Stage, Awan Cirrus, Awan Nimbo Stratus dan Awan Cumulonimbus dan Awan Biasa yang sudah pernah terjadi sebelumnya sebagai image dataset testing. Sampel dataset tersebut digunakan untuk mendapatkan pola Fenomena Chaos Angin Puting Beliung.
Gambar 4.2.a. Sampel Training Dataset Image Angin Puting Beliung 1
6 5
2 3 4
16 14 15
13
9 10 11 12
7 8
19 20 17 18
21 22 23 24
25 26 27 28
29 30 31 32
33 34 35 36
Gambar 4.2.b. Sampel Training Dataset Image Angin Puting Beliung
Sampel training dan testing dataset image yang akan dilakukan proses analisis sebanyak 118 buah pada penelitian ini seperti yang terdapat pada Gambar 4.2.a dan Gambar 4.2.b nomor 1 s.d. 64, merupakan Angin Puting Beliung sebagai sample training dataset image Fenomena Chaos.
Gambar 4.3. Nomor 65 s.d. 76 merupakan sampel testing dataset awal mula akan terjadinya Angin Puting Beliung yaitu Awan Cumulus Stage
37 38 39 40
41 42 43 44
45 46 47 48
49 50 51 52
53 54 55 56
57 58 59 60
61 62 63 64
Gambar 4.3. Sampel Testing Dataset Image Awan Cumulus Stage
Awan cumulus stage memiliki ciri-ciri seperti gumpalan kapas yang menghampar secara horizontal dan terlihat seperti bunga kol.
Pada Gambar 4.4. nomor 77 s.d. 81 di bawah ini merupakan awan Cirrus sebagai sample testing dataset image.
Gambar 4.4. Sampel Testing Dataset Image Awan Cirrus
Awan Cirrus memiliki ciri-ciri adanya serat antara satu bagian dengan bagian lainnya, jenis awan ini mirip seperti bulu ayam serta merupakan jenis awan yang tenang.
65
77
66 67 68
69 70 71 72
73 74 75 76
78 79
80 81
Pada Gambar 4.5. nomor 82 dan 83 di bawah ini merupakan awan Nimbo Stratus sebagai sample testing dataset image.
Gambar 4.5. Sampel Testing Dataset Image Awan Nimbo Stratus
Awan Nimbo Stratus merupakan jenis awan yang akan menimbulkan hujan dan terjadinya disiang hari.
Pada Gambar 4.6. nomor 84 s.d. 110 merupakan awan cumulonimbus sebagai sample testing dataset image.
Gambar 4.6. Sampel Testing Dataset Image Awan Cumulonimbus
82 83
84 85 86
88
87
90
92
89 91
93 94 95
96 97 98 99
100 101 102 103
104
108 109 110
105 106 107
Awan cumulonimbus merupakan salah satu awan yang paling dikhawatirkan oleh penerbangan. Karena awan cumulonimbus merupakan awan yang memiliki volume yang besar dan berkembang pada tempat yang rendah, dan bahkan bisa
Awan cumulonimbus merupakan salah satu awan yang paling dikhawatirkan oleh penerbangan. Karena awan cumulonimbus merupakan awan yang memiliki volume yang besar dan berkembang pada tempat yang rendah, dan bahkan bisa