• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 CHAOS DAN SUPERVISED IMAGE CLASSIFICATION

2.2. Supervised Image Classification

2.2.4. Spectral Angle Mapper (SAM) Classification

Metode ini berdasarkan sudut antara spektra dalam ruang dengan dimensi yang sama dengan jumlah band. Dengan menghitung sudut antara kedua spektrum yang membentuk vektor dalam ruang dengan dimensi yang sama dengan jumlah saluran atau band (band a dan band b) seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Metode SAM Classification (Sumber : Lillesand, 2001)

Merupakan klasifikasi spektrum yang menggunakan sudut n-dimensi untuk mencocokkan piksel dengan data pelatihan. Metode ini menentukan kesamaan spektral antara dua spektrum dengan menghitung sudut antara kedua spektrum dan sebagai vektor dalam ruang dengan dimensi sama dengan jumlah saluran atau band. Band dalam hal ini adalah warna, misalnya menggunakan warna biner atau citra grayscale.

Metode SAM juga merupakan metode otomatis untuk mengklassifikasikan objek dalam satu piksel secara homogen untuk mendapatkan nilai reflektansi dari piksel.

Pengukuran spektra dilakukan dengan bantuan spektrometer yang dapat merekam pantulan gelombang elektromagnetik dari objek. Atau secara langsung dengan menentukan kesamaan spektra antara dua spektrum yang terdapat pada lapisan-lapisan dataset image awan cumulonimbus dan pada dataset image angin puting beliung. Metode ini tidak peka terhadap pencahayaan karena algoritma SAM hanya menggunakan arah vektor dan bukan panjang vektor. Hasil klassifikasi SAM adalah image awan cumulonimbus yang memiliki lapisan-lapisan yang menunjukkan kecocokan terbaik pada setiap piksel.

Gambar 2.8. Arah Vektor Algoritma SAM

Pada gambar 2.8. merupakan ilustrasi atau gambaran dari klassifikasi dengan metode SAM, hasil pengukuran spektral dengan bantuan spektrometer yang dapat merekam pantulan gelombang elektromagnetik dari objek. Misalnya pantulan cahaya yang terbentuk pada spektrum warna dasar yaitu RGB menghasilkan sudut spektral (α) melalui arah vektor pada variabel atau sumbu x (disimbolkan dengan N) dan variabel atau sumbu y (disimbolkan dengan P). Dim merupakan diameter lingkaran image, Denp merupakan diameter untuk penentuan sudut spektral.

Adapun arah vektor yang terdapat dan dihasilkan pada lapisan-lapisan image dataset awan cb dan angin puting beliung menghasilkan nilai average correlation angle. Average Correlation Angle merupakan rata-rata sudut korelasi, dimana sudut korelasi adalah teknik analisis dalam statistik yaitu sudut yang memiliki hubungan antara dua variabel atau derajat hubungan atau derajat asosiasi misal variabel x dan variabel y. Kedua variabel tersebut dikatakan berkorelasi apabila ada perubahan pada variabel yang satu akan diikuti oleh perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).

Dalam hal ini pada lapisan-lapisan yang terdapat pada dataset image angin puting beliung dan awan cumulonimbus, merupakan variabel yang perubahannya cenderung diluar kendali manusia, karena intensitas cahaya yang dihasilkan oleh angin puting beliung dan lapisan-lapisan awan cumulonimbus tidak dapat diatur oleh manusia. Oleh karena itu metode Spectral Angle Mapper yang digunakan pada dataset angin puting beliung dan awan cumulonimbus tidak mempertimbangkan intensitas cahaya yang dihasilkan, tetapi berdasarkan arah vektor yang terdapat pada lapisan-lapisan awan cumulonimbus yang mengarah akan terjadinya angin puting beliung tersebut. Dimana lapisan-lapisannya terdapat arah vektor dalam ruang dimensi yang sama dengan jumlah bandnya.

Spectral Angle Mapper (SAM) adalah suatu metode klassifikasi yang baik, karena melakukan evaluasi untuk analisis kesamaan spektral dengan menonjolkan pantulan target dari karakteristik image angin puting beliung dan awan cumulonimbus.

2.3. Klassifikasi Digital dan Klassifikasi Citra Klasifikasi dapat diartikan suatu proses mengelompokan piksel-piksel ke

dalam kelas-kelas atau kategori-kategori berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) pada piksel. Klasifikasi gambar pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau peta tematik yang berisikan bagian-bagian yang menyatakan suatu obyek atau tema. Tiap obyek pada gambar tersebut memiliki simbol yang unik yang dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. Klasifikasi berbentuk gambar, pada awalnya dimulai dengan interpretasi

visual atau interpretasi gambar secara manual untuk mengidentifikasi kelompok piksel yang sama yang mewakili beragam bentuk atau kelas.(Ma et al., 2017)

Pembuatan (Interpretasi) gambar penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembuatan (interpretasi) secara manual dan pembuatan (interpretasi) secara digital. Klasifikasi digital pada gambar adalah suatu proses di mana piksel-piksel dengan karakteristik spektral yang sama, diasumsikan sebagai kelas yang sama, diidentifikasi dan ditetapkan dalam suatu warna. Dalam perkembangan selanjutnya teknik klasifikasi digital sudah mengarah ke berbasis objek, dimana pada metode klasifikasi berbasis objek menggunakan tiga parameter utama sebagai pemisah objek, yaitu scale, shape, dan compactness.

Klasifikasi digital memiliki keunggulan pada pemisahan antar objek yang akurat dan presisi. Selain itu klasifikasi digital melakukan klasifikasi berdasarkan segmentasi objek, bukan berdasarkan piksel, klasifikasi digital juga memiliki kelebihan dalam efisiensi waktu pengerjaan.(Zhang & Xie, 2014)

2.3.1. UnSupervised Classification dan Supervised Classification

Klasifikasi secara digital yang menempatkan piksel ke dalam kelas-kelas secara umum dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu klasifikasi tidak diawasi (Unsupervised Classification) dan klasifikasi diawasi (Supervised Classification).

(Mishra, 2018). Klasifikasi tidak diawasi adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas - kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer (Wang et al., 2018).

Klasifikasi tidak diawasi sering disebut clustering yaitu suatu teknik klasifikasi atau identifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk mengelompokkan observasi (yang dalam hal ini piksel) ke dalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam suatu kategori yang disusun. Klasifikasi tidak diawasi mengelompokkan piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya. Kelas-kelas tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan ciri-ciri tertentu dari fitur atau obyek yang ada pada gambar.(Yiqiang et al., 2010)

Klasifikasi diawasi adalah klasifikasi yang analisisnya mempunyai sejumlah piksel yang mewakili masing - masing kelas atau kategori yang diinginkan.

Klasifikasi diawasi merupakan metode yang diperlukan untuk

mentransformasikan data gambar multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial dalam bentuk informasi tematis. Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan ciri kelas yang diperoleh melalui pembuatan training area. (Ma et al., 2017).

Penentuan training area biasanya dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian dengan peta rupa bumi. Training area yang telah didapatkan kemudian dijadikan sebagai masukkan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan gambar (Ma et al., 2017). Pada supervised classification/klasifikasi diawasi, identitas dan lokasi kelas-kelas telah diketahui sebelumnya melalui survei lapangan, analisis foto udara (atau gambar satelit sebelumnya), maupun cara-cara yang lain (Yiqiang et al., 2010).

Klasifikasi diawasi dan tidak diawasi memiliki kekurangan masing-masing.

Klasifikasi tidak diawasi memiliki kekurangan yaitu spektral selalu berubah sepanjang waktu, menyebabkan hubungan antar respon spektral dengan kelas informasi menjadi tidak konstan. Klasifikasi tidak diawasi digunakan pada gambar yang hanya memiliki sedikit informasi. Kekurangan dari klasifikasi diawasi yaitu ouput yang diperoleh akan tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, jika ada kesalahan saat membuat training area, dimana saat pemilihan training area suatu wilayah dapat berisikian beberapa area yang berbeda kelas. Hal tersebut mengakibatkan training area yang telah dibuat akan memproses data yang kurang tepat. Kelebihan dari klasifikasi supervised yaitu dapat membedakan kelas/cluster dengan baik apabila training sample yang diperoleh tepat.(Peter et al., 2018)

2.3.2. Klassifikasi Citra (Image Classification)

Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat memantau dinamika perubahan informasi dengan cepat dan akurat, dan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi gambar adalah bagian penting dari pemantauan perubahan kategori dengan menggunakan remote data penginderaan. Metode klasifikasi citra penginderaan jauh tradisional dapat dibagi menjadi metode unsupervised classification dan metode supervised image classification. Tidak perlu metode unsupervised classification untuk memiliki pemahaman sebelumnya dari area studi, dan oleh

karena itu, ini adalah penghematan waktu dan biaya. Namun, dalam aplikasi praktis, karena kurangnya informasi, akurasi klassifikasi tidak memenuhi persyaratan.

Penelitian sebelumnya digunakan dalam metode supervised classification dan keakuratannya telah ditingkatkan. Namun, karena persyaratan menghitung pusat klaster, metode supervised classification secara tradisional membutuhkan nilai rata-rata dari wilayah sampel, dan tidak ada pertimbangan dari keseluruhan sampel. Penelitian tersebut menggabungkan proses pencarian chaos dinamis dengan algoritma genetika, dengan menggunakan kepekaan di awal kondisi dan parameter sistem dari sistem chaos dan ergodisitas chaos untuk meningkatkan efisiensi pencarian dan meningkatkan solusi optimal, dan meningkatkan akurasi klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (Yiqiang et al., 2010).

2.3.3. Teknik Image Classification

Ada berbagai pendekatan klasifikasi yang telah dikembangkan dan banyak digunakan. Hal ini berhubungan dengan logika, mulai dari supervised hingga unsupervised, parametrik sampai ke non parametrik untuk klasifikasi non-metrik,

atau fuzzy, atau per-pixel, sub-pixel, dan prefield (Al-doski et al., 2013). Teknik ini, ada dua tipe prosedur klasifikasi yang umum dan

masing-masing menemukan aplikasi dalam pemrosesan penginderaan jauh suatu gambar:

satu disebut sebagai supervised classification dan yang lainnya adalah unsupervised classification. Dalam hal ini bisa digunakan sebagai pendekatan alternatif, tetapi sering digabungkan ke dalam metodologi hybrid yaitu menggunakan lebih dari satu metode (Boeing, 2016).

Klasifikasi citra unsupervised adalah metode di mana perangkat lunak analisis gambar memisahkan sejumlah besar piksel yang tidak diketahui dalam sebuah gambar berdasarkan nilai reflektansi ke dalam kelas atau kelompok tanpa arah (Al-doski et al., 2013). Ada dua metode pengelompokan yang paling sering digunakan untuk unsupervised classification: K-means dan Iterative Self-Organizing Data Analysis Technique (ISODATA).

Kedua metode ini bergantung sepenuhnya pada statistik berbasis piksel spektral dan tidak menyertakan pengetahuan sebelumnya tentang karakteristik

yang sedang diteliti. Di sisi lain, klasifikasi yang diawasi adalah metode di mana analis mendefinisikan area kecil yang disebut situs pelatihan pada gambar, yang berisi variabel prediktor yang diukur dalam setiap unit sampling, dan menugaskan kelas-kelas sebelumnya ke unit sampling (Al-doski et al., 2013), Penggambaran area pelatihan perwakilan dari jenis penutup paling efektif ketika seorang analis gambar memiliki pengetahuan tentang geografi suatu wilayah dan pengalaman dengan sifat spektral kelas (Zhang & Xie, 2014).

Diagram berikut menunjukkan langkah-langkah utama dalam dua jenis umum klasifikasi citra :

Gambar 2.9. Diagram Supervised Image Classification

Image Supervised

Training

Image

Pixel Labelling

Accuracy Assessment

BAB 3

ANGIN PUTING BELIUNG DAN IMAGE PROCESSING

3.1. Karakteristik Angin Puting Beliung

Menurut BMKG perkembangan angin puting beliung dapat dikenali ciri-cirinya melalui perkembangan awan yang ada disekitarnya. Kejadian puting beliung hingga saat ini tidak dapat diprediksi secara akurat, namun bisa dikenali karakteristiknya melalui perkembangan awan konvektif yang berada disekitarnya.

Karakteristik akan terjadinya angin puting beliung dapat dilihat dan dirasakan bahwa sehari sebelumnya udara terasa panas dan pengap. Kemudian sekitar pukul 10.00 akan terjadi pertumbuhan awan vertikal yang gelap dan cepat. Setelah itu, awan cumulonimbus yang besar terbentuk secara cepat, hitam dan gelap.

(Suaydhi.,et al., 2014) dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA)) , Senin (10/12/2018) menyatakan, puting beliung dapat dikategorikan sebagai cuaca ekstrem karena memenuhi beberapa kriteria seperti tidak diharapkan terjadi (unexpected), tidak biasa atau sangat jarang terjadi (unusual), tidak diperkirakan sebelumnya (unpredictable) dan berbahaya (severe) karena menimbulkan dampak kerugian dan mengancam jiwa.

3.1.1. Proses Terjadinya Angin Puting Beliung

Angin puting beliung yang sering dikenal dengan nama angin lesus, termasuk kedalam salah satu fenomena alam yang sangat berbahaya. Angin puting beliung atau juga yang di daerah Sumatera sering disebut dengan nama angin bahorok ini adalah angin yang berputar putar dengan kecepatan mencapai 63 km per jam.

Angin ini sering bergerak secara lurus, dan juga biasanya lewat setelah 5 menit lamanya.(Sigit Bayhu Iryanthony., 2015)

Angin puting beliung sering terjadi saat siang hari dan juga sore hari pada musim pancaroba. Angin ini sering dianggap sebagai salah satu dari jenis angin yang mematikan karena bisa menghancurkan apa saja yang telah dilewatinya.

Hingga saat ini, sudah banyak yang diberitakan musibah angin puting beliung pada banyak tempat. Angin puting beliung yang sangat besar bahkan bisa merusak

rumah rumah warga, alat transportasi, pohon. Sehingga tidak asing jika telah berlalunya angin ini bisa membuat banyak sekali kerusakan sekaligus juga menimbulkan kerugian yang amatlah tidak sedikit. Hampir seluruh tempat yang ada di wilayah Indonesia rawan dengan munculnya bencana angin topan yang satu ini. Tapi, meski begitu ada saja beberapa tempat yang faktanya lebih sering terserang oleh bencana angin puting beliung jika dilihat dari tempat yang lain.

Hal ini sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera.

Bahkan di pulau Jawa juga ada beberapa tempat yang cukup sering terkena musibah oleh angin topan. Contohnya saja di daerah Jawa Barat, biasa terjadi angin puting beliung di sedir wilayah Banjar, Garut, Ciamis, dan Tasik. Selain itu, angin ini bahkan sering terjadi di daerah Sukabumi dan juga pada daerah Sumedang. Karena daerah manapun juga dapat terkena angin jenis ini. Angin puting beliung sering terjadi ketika musim pancaroba pada saat siang atau juga sore hari. Fase terjadinya puting beliung ini memiliki beberapa kaitan yang cukup erat dengan fase dari tumbuhnya awan cumulonimbus. Menurut (Suaydhi.,et al., 2014) dan Erma Yulihastin (Anggota variabilitas iklim 2018 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN) ada tiga fase pembentukan angin puting beliung diantaranya :

A. Fase Tumbuh

Di dalam awan biasa terjadi arus udara yang sering naik ke atas dengan jumlah tekanan yang terbilang kuat. Pada saat ini, proses munculnya hujan belum terjadi karena pada titik titik air dan kristal es sudah tertahan oleh arus dari udara yang naik terus menuju puncak awan.

B. Fase Dewasa Atau Masak

Dalam fase ini, titik titik dari air yang tidak lagi bisa tertahan oleh udara akan terus naik menuju puncak awan. kemudian hujan akan turun serta menimbulkan gaya gesekan antara suatu arus udara yang sedang naik dengan yang sedang turun.

Pada saat terjadinya fase ini, temperatur dari massa udara yang mulai turun memiliki sejumlah suhu yang sangat dingin jika dibandingkan dengan kumpulan udara disekelilingnya.

C. Fase Punah

Dalam saat masa punah, tidak akan ada lagi massa udara yang bisa naik, tapi massa udara tersebut akan terus meluas di seluruh bagian awan. Pada akhirnya, proses dari munculnya awan ini mengalami kondensasi yang akan berhenti dan udara yang turun semakin melemah, sehingga pertumbuhan dari awan akan berakhir.

3.1.2. Ciri-Ciri Angin Puting Beliung

Kondisi akan terjadinya angin puting beliung sebenarnya bisa diketahui jika di teliti. Hal ini bisa dirasakan ketika cuaca panas yang tidak seperti hari-hari biasa.

Cuaca panas secara tiba-tiba tergantikan oleh cuaca dingin dari hujan yang lebat dan ada kemungkinan bersamaan dengan puting beliung.

Adapun gejala dari angin puting beliung yang sangat perlu diketahui agar bisa menambah kewaspadaan dan kesiapan adalah sebagai berikut:

i. Udara yang terasa panas hingga menyebabkan gerah

ii. Dilangit ada sejumlah pertumbuhan awan putih, awan ini akan membentuk sejumlah gerombolan yang berlapis-lapis,

iii. Di antara banyaknya awan kumulus tersebut, ada salah satu jenis awan yang memiliki batas tepi dengan warna abu-abu yang sangat jelas.

iv. Awan ini akan tampak menjulang tinggi, dan jika dilihat awan tersebut akan berbentuk mirip dengan tumbuhan bunga kol

v. Awan berubah warna secara tiba-tiba dari warna putih menjadi warna hitam pekat layaknya awan cumulonimbus

vi. Ketika angin kencang akan datang, ranting pohon serta daun bergoyang tertiup angin

vii. Masyarakat harus selalu waspada terutama pada saat periode durasi pembentukan awan hingga fase awan punah. Hal ini biasanya berlangsung selama 1 jam.

Angin puting beliung adalah angin yang disebabkan oleh dampak pengaruh dari awan Comulonimbus yang biasanya timbul selama periode musim hujan. Akan tetapi perlu diketahu bahwa tidak semua awan Comulonimbus akan menyebabkan angin puting beliung. Keadaan angin puting beliung bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu 5 atau 10 menit pada area dengan skala yang sangat lokal. Arus kecepatan

udara dari angin puting beliung yang turun dengan kecepatan yang tinggi akan berhembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan acak. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)

3.1.3. Awan Cumulonimbus

Cumulonimbus (dari kumulus Latin, "heaped" dan nimbus, "rainstorm") adalah awan vertikal yang menjulang tinggi dan padat, terbentuk dari uap air yang dibawa oleh arus udara ke atas yang kuat. Jika diamati saat badai, awan-awan ini dapat disebut sebagai guntur. Cumulonimbus dapat terbentuk sendiri, dalam kelompok, atau sepanjang garis depan yang dingin. Awan ini mampu menghasilkan petir dan cuaca buruk berbahaya lainnya, seperti tornado.

Cumulonimbus berkembang dari awan kumulus congestus yang berkembang dan lebih lanjut dapat berkembang sebagai bagian dari supercell. Cumulonimbus disingkat Cb. (Jingying Tang and Corene Matyas, 2018)

Awan Cb adalah jenis awan cumulus dengan ketebalan vertikal yang besar dan campuran kristal es dibagian atas dan tetes air di bagian bawah, karakteristik ini menyebabkan menurunkan hujan deras namun setelah periode hujan deras kemudian hujan gerimis masih bisa terjadi sangat lama. Masa hidupnya kurang lebih 2 jam. Ketinggian 2000 m -16.000 m atau setara 6500 - 60.000 ft.

Bila ditinjau dari arah dan kecepatan aliran vertikal siklus awan Cb, maka ada tiga tahapan -tahapan pertumbuhan awan Cb yaitu :

a) Tahap Pertumbuhan (Cumulus)

Dalam awan terdiri dari arus naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik titik air maupun kristal-kristal es, masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan.

b) Tahap Dewasa (Cirrus)

Titik-titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak awan. Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun.

c) Tahap Mati (Dissipating Stage/Awan Cumulonimbus)

Tidak ada massa udara naik, massa udara yang turun meluas diseluruh awan.

Kondensasi berhenti, udara yang turun melemah hingga berakhirlah pertumbuhan awan Cb.

3.2. Pemrosesan Image (Image Processing)

Pemrosesan image adalah metode untuk melakukan beberapa operasi pada image, untuk mendapatkan image yang disempurnakan atau untuk mengekstrak beberapa informasi yang berguna. Ini adalah jenis pemrosesan sinyal di mana input adalah gambar dan output mungkin image atau karakteristik / fitur yang terkait dengan image itu. Saat ini, pemrosesan image adalah salah satu teknologi yang berkembang pesat. Ini membentuk bidang penelitian inti dalam disiplin ilmu teknik dan komputer juga. (Hidayat & Afrianto, 2017) dan (Devi & Santhosh Baboo, 2011)

Pemrosesan gambar pada dasarnya mencakup tiga langkah berikut:

i. Mengimpor gambar melalui alat akuisisi gambar;

ii. Menganalisis dan memanipulasi gambar;

iii. Keluaran di mana hasil dapat diubah gambar atau laporan yang didasarkan pada analisis gambar.

Menurut (Huyu et al., 2010) ada dua jenis metode yang digunakan untuk pemrosesan gambar yaitu, pemrosesan gambar analog dan digital. Pemrosesan gambar analog dapat digunakan untuk salinan cetak seperti cetakan dan foto.

Analis gambar menggunakan berbagai dasar penafsiran saat menggunakan teknik visual. Teknik pemrosesan gambar digital membantu dalam memanipulasi gambar digital dengan menggunakan komputer. Tiga fase umum yang harus dijalani semua jenis data saat menggunakan teknik digital adalah pra-pemrosesan, peningkatan, dan tampilan, ekstraksi informasi. Pemrosesan gambar ke PC (Personal Computer) komputer dan tentang akuisisi gambar dan berbagai jenis sensor gambar. (Arief1, 2010)

Pemrosesan image juga berhubungan dengan pengenalan pola, dalam arti bahwa data dalam banyak permasalahan adalah dalam gambar digital. Contoh masalah tersebut adalah pengenalan karakter yang dicetak dan pengenalan karakter tulisan tangan, pengenalan sidik jari, identifikasi target, pengenalan wajah manusia, dan klassifikasi data penginderaan jarak jauh (remote sensing).

Peran utama pemrosesan image selanjutnya adalah untuk meningkatkan cara yang tepat untuk pengenalan dan klassifikasi pola menjadi lebih mudah. (Munakata, 2008).

Untuk lebih sederhana dari pemrosesan image yaitu hanya mempertimbangkan gambar monokrom atau abu-abu. Pada umumnya gambar abu-abu adalah dengan menggunakan pendekatan dsikrit dari gambar hitam dan putih yang sangat penting pada pemrosesan komputer. Dengan perkiraan agar lebih mudah, dapat diwakili oleh matriks mxn pada gambar, seperti pada gambar 3.1.

Atau A = (aij)

Gambar 3.1. Matriks ordo mxn

Dimana aij menyatakan i € Nm dan j € Nn , untuk menyatakan tingkat kecerahan pada titik spasial yang posisinya dalam dua dimensi tepi pada titik diskrit yang diidentifikasi oleh indeks vertikal i dan indeks horizontal j. Urutan masukan dalam A diasumsikan sama dengan urutan point dalam tepi dan aij diasumsikan sebagai nilai dari set diskrit (b1 = 0, b2 , … bq = bmax ), dimana nilai b1 diasumsikan dengan meningkatnya nilai k € No.q , setiap elemen A disebut piksel. Pada dasarnya ada dua kelas metode untuk pemrosesan gambar, yang disebut sebagai metode domain frekuensi dan metode domain spasial. Pada metode domain frekuensi, gambar diproses dalam bentuk transformasi Fourier, Dalam metode domain spasial, pemrosesan secara langsung melibatkan piksel dari matriks A.

Untuk mengilustrasikan penggunaan fenomena chaos dalam pemrosesan gambar penginderaan jarak jauh (remote sensing), hanya mempertimbangkan domain spasial. Domain spasial pada fenomena chaos adalah melakukan proses manipulasi beberapa kumpulan piksel yang tidak teratur dan tidak dapat diprediksi dari image pada lapisan awan cumulonimbus untuk menghasilkan image yang baru. Image yang baru tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai dasar dalam

Untuk mengilustrasikan penggunaan fenomena chaos dalam pemrosesan gambar penginderaan jarak jauh (remote sensing), hanya mempertimbangkan domain spasial. Domain spasial pada fenomena chaos adalah melakukan proses manipulasi beberapa kumpulan piksel yang tidak teratur dan tidak dapat diprediksi dari image pada lapisan awan cumulonimbus untuk menghasilkan image yang baru. Image yang baru tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai dasar dalam