• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Bioplastik 1 Karakteristik Mekanik

DAFTAR LAMPIRAN

2.1. Bioplastik dan Karakterisasinya 1 Bioplastik

2.1.2. Karakteristik Bioplastik 1 Karakteristik Mekanik

Karakteristik bioplastik dapat dilihat dari sifat mekanik dan kemampuan biodegradasinya. Sifat mekanik didefinisikan sebagai respon sampel terhadap pembebanan dan deformasi. Sifat ini merupakan salah satu sifat yang penting untuk mengetahui kegunaan suatu plastik. Sifat mekanik polimer ditentukan oleh

proses polimerisasi, ikatan molekul, kristalinitas, kerapatan, keadaan polimer dan adanya ikatan silang antar molekul (Latief 2001). Menurut Surdia dan Saito (1985), kuat tarik dan perpanjangan putus merupakan sifat mekanik dasar dari suatu bahan yang berhubungan dengan struktur kimia plastik. Pada umumnya sifat mekanik bioplastik komposit menunjukkan peningkatan modulus, tetapi terjadi penurunan elongasi.

Stevens (2007) menyatakan bahwa kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Kuat tarik diukur dengan menarik polimer pada dimensi yang seragam. Tegangan tarik (σ) adalah gaya yang diaplikasilkan (F) dibagi dengan luas penampang (A). Persen pemanjangan (elongation) adalah perubahan panjang spesimen akibat gaya yang diberikan.

Kurva tegangan regangan ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dalam sebuah kurva tegangan regangan, pada mulanya elastisitas tinggi sampai mencapai suatu titik hingga plastik mengalami deformasi. Sebelum titik deformasi, plastik akan memiiiki sifat perpanjangan yang masih dapat balik, namun setelah pada titik

strain yield (maksimum) perpanjangan tidak dapat balik (deformasi) hingga pada akhirnya plastik akan patah pada titik break.

Gambar 2.2 Kurva tegangan regangan (Stevens 2007)

Kuat tarik dipengaruhi oleh bahan pemlastis yang ditambahkan dalam proses pembuatan plastik (Latief 2001). Kekuatan tarik suatu bahan timbul sebagai reaksi dari ikatan polimer antara atom-atom atau ikatan sekunder antara

rantai polimer terhadap gaya luar yang diberikan Baillie (2004). Kuat tarik merupakan kemampuan suata bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimal. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimal yang dapat diterima oleh bahan atau sampel. Nilai kuat tarik yang diukur merupakan puncak grafik tekanan-regangan (Gontard dan Guilbert1993).

Pemberian gaya secara terus menerus akan menekan bahan sehingga terjadi perubahan peregangan. Pada saat tidak mampu lagi menahan gaya tekan, maka akan terjadi cracking, yaitu titik dimana deformasi permanen terjadi. Bahan yang sanggup menahan regangan besar sebelum pecah termasuk sebagai bahan ulet dan liat (Popov 1996). Karakteristik mekanik bioplastik dari berbagai komposit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik mekanik bioplastik dari berbagai jenis komposit

Jenis Komposit Tensil Modulus (MPa) Elongasi (%) Kuat Tarik (MPa) Proses PHBV/20 wt % 0/90/0 Serat nanas. 2158 3.0 46.0 Compression TPS/16 wt % pulp kayu 320 11.0 11.0 Intensive mixer- iompression

TPS/5 wt % clay - 57.2 3.3 Intensive mixer-

injection

TPS/20 wt % flax - - 36.4 Twin-screw

extruder- injection

PLA/20 wt % flax 5700 - 66.0 Twin-screw

extruder- injection Isolate protein kedelai/

20 wt % serat rami

550 10.0 17.0 Mixing-

Compression

Sumber : Baillie (2004)

Pati pada umumnya bersifat hidrofilik yang cenderung mudah untuk meyerap air. Sifat pati yang cenderung hidrofilik menyebabkan sifat fisik dan mekanik pati rendah. Oleh karena itu, cara untuk mengatasi sifat fisik-mekanik yang rendah salah satunya adalah mencampurkan pati dengan plastik sintetis (PE, PP, PET). Namun, bahan baku plastik sintetik sangat sulit terdegradasi oleh lingkungan. Diharapkan dengan pencampuran kedua komponen tersebut akan

didapatkan film/plastik dengan sifat fisik-mekanik terbaik dan mudah untuk terdegradasi.

Arvanitoyannis et al. (1998) telah melakukan penelitian tentang pencampuran antara LDPE, pati beras dan pati kentang. Hasil penelitian sifat fisik-mekanik (kuat tarik modulus dan perpanjangan putus) menunjukkan tidak tercampurnya pati secara homogen dengan LDPE yang menyebabkan nilai kuat tarik dan modulusnya cenderung rendah/menurun (Tabel 2.2), tetapi proses pencampuran masih dapat dilakukan sampai kandungan pati tidak melebihi 20%. Nilai kuat tarik dan perpanjangan putus hasil penelitian Arvanitoyannis et al. (1998) mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai hasil penelitian Griffin (1994).

Tabel 2.2 Nilai kuat tarik, modulus dan perpanjangan putus pada bioplastik pati Beras/LDPE Rasio LDPE/ Pati beras Kadar Air (%) Kuat tarik (MPa) Tensile Modulus (Mpa) Perpanjangan putus (%) 100/0 95/5 95/5 95/5 90/10 90/10 90/10 80/20 80/20 80/20 70/30 70/30 70/30 70/30 60/40 60/40 60/40 0 0 3 6 0 4 9 0 9 15 0 8 12 17 0 5 12 8,34±0,72 7,89±0,51 6,30±0,21 5,12±0,18 7,52±0,48 6,01±0,39 4,83±0,44 6,88±0,38 4,65±0,29 5,20±0,32 5,76±0,29 4,29±0,33 3,90±0,25 3,32±0,30 4,96±0,27 4,17±0,28 3,52±0,31 195±17 176±18 141±12 104±9 160±19 125±12 89±7 132±11 85±7 62±5 103±9 68±6 59±7 48±6 85±6 64±5 51±4 627±40 490±29 530±35 562±40 340±23 450±33 509±38 160±13 300±21 395±35 110±12 205±18 278±25 340±30 55±6 123±11 210±18 Sumber : Arvanitoyannis et al. (1998)

Hasil pengkuran nilai WVTR yang dilakukan oleh Arvanitoyannis et al. (1998) menunjukkan bahwa kandungan pati yang tinggi pada pencampuran LDPE-pati kentang dan beras menyebabkan nilai WVTR tinggi. Meningkatnya

nilai WVTR disebabkan karena sifat pati yang mudah menyerap air (hidrofilik). Pada pati rantai tidak cukup padat/keras dibandingkan dengan semikristalin pda polimer sintetik dan polimer sintetik tersebut mempunyai hampaan/ruang yang sangat kecil untuk molekul air yang biasanya terjadi. Perpindahan air dari granula pati menyebabkan tingginya derajat kristalinitas dibuktikan dengan hilangnya sifat intensitas dan kejelasan pola WAXD (French 1984).

Hasil penelitian yang didapat oleh Pedroso dan Rosa (2005) yang menggunakan bahan baku campuran LDPE dan pati jagung menunjukkan bahwa nilai melt flow index (MFI) LDPE asli dan daur ulang tidak berbeda secara signifikan. Nilai MFI menurun seiring meningkatnya kandungan Pati. Pati berperan sebagai bahan pengisi yang menyebabkan meningkatnya modulus elastik bahan campuran dan viskositas larutan sehingga menurunkan nilai MFI. LDPE daur ulang/pati mempunyai nilai MFI lebih rendah dibandingkan LDPE asli/pati. Perbedaan disebabkan tingginya interaksi permukaan antara LDPE daur ulang dan pati karena grup karboksilat dan keton pada PE dapat bereaksi dengan grup karboksilat pada pati untuk membentuk ikatan diantara keduanya.

Pedroso dan Rosa (2005) juga mengukur nilai kuat tarik polimer

biodegradable berbahan baku campuran pati jagung dan LDPE. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nilai kuat tarik pada semua formulasi LDPE/pati menurun dengan meningkatnya kandungan pati. Hal tersebut menunjukkan bahwa pati jagung berfungsi sebagai bahan pengisi yang melemahkan. Nilai kuat tarik mengalami penurunan sebesar 57%, 60% dan 74% pada campuran LDPE asli/pati pada kadar pati 30,40 dan 50% dibandingkan dengan nilai kuat tarik tanpa penambahan pati, sedangkan Penurunan pada campuran d LDPE daur ulang/pati mengalami penurunan sebesar 53%, 55% dan 71%. Penggunaan LDPE daur ulang tidak berpengaruh secara signifikan kuat tarik pada kosentrasi campuran pati 40 dan 50%. Penurunan nilai kuat tarik setelah penambahan pati ke PE disebabkan interaksi permukaan yang rendah antara komponen material campuran.

Untuk nilai modulus young’s (kekakuan film), tidak ada perbedaan signifikan antara LDPE daur ulang dan asli. Pada penambahan pati ke polimer PE, nilai modulus young menunjukkan devisiasi standar yang tinggi. Nilai modulus young meningkat pada penambahan pati 30%. Pada umumnya nilai modulus

berhubungan erat dengan bahan yang mudah patah. Untuk bahan yang mengandung pati lebih dari 30% nilai modulus young cenderung menurun, kemungkinan disebabkan kegetasan yang rendah dari pati. Pada kandungan pati 30% dan 40% yang ditambahkan ke LDPE, nilai modulus young lebih tinggi pada pencampuran dengan LDPE daur ulang. Namun, bila kandungan pati 50% ditambahkan ke LDPE, nilai modulus young lebih tinggi pada pencampuran dengan LDPE asli.

Abourto et al. (1997) mengukur nilai perpanjangan putus pada campuran LDPE/modifikasi pati menunjukkan bahwa nilai elongasi statis pada kandungan pati lebih dari 25%, bila dicampur dengan pati termoplastik nilai toleransi maksimum adalah 15%. St-Pierre et al. (1997) mencampur PE dengan pati tergelatinisasi dan termoplastik. Nilai modulus young dan kuat tarik menunjukkan penurunan yang kecil dengan meningkatnya kandungan pati. Nilai perpanjangan putus film menurun secara drastis ketika kandungan pati melebihi 10%.

2.1.2.2. Degradasi Plastik

Selain sifat fisik-mekanik, faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan plastik adalah kemampuan degradasi. Alasan utama membuat plastik berbahan dasar biopolimer adalah sifat alamiahnya yang dapat hancur atau dapat terdegradasi dengan mudah. Menurut Shah et al. (2008) degradasi dinyatakan sebagai perubahan sifat bahan seperti perubahan sifat mekanik, warna, mengalami keretakan/pecah dan perubahan daya kelistrikannya. Pada umumnya setelah sampah plastik dibuang ke tanah, akan mengalami proses penghancuran alami baik melalui proses fotodegradasi (cahaya matahari atau katalisator), degradasi kimiawi (air atau oksigen), biodegradasi (bakteri, jamur, alga, atau enzim) atau degradasi mekanik (angin atau abrasi). Singh dan Sharma (2008) mengklasifikasi degradasi polimer yaitu foto-oksidatif degradasi, termal degradasi, ozon degradasi, mekanik degradasi, katalis degradasi dan biodegradasi.

Foto-oksidatif degradasi adalah proses dekomposisi bahan dengan bantuan cahaya. Cahaya yang biasa digunakan adalah UV. Radiasi UV mempunyai cukup energi untuk memutus ikatan C-C (Singh dan Sharma 2008). Setiap jenis polimer plastik mempunyai panjang gelombang UV tertentu untuk memutus rantainya. Rantai polietilen dapat diputus oleh sinar UV pada panjang gelombang 300 nm,

sedangkan rantai polipropilen dapat diputus oleh sinar UV pada panjang gelombang 70 nm (Singh dan Sharma 2008). Menurut Mashuri (2006), ikatan rantai di dalam makromolekul mempunyai energi 300 kJ dan 500 kJ, sedangkan sinar ultra violet dari sinar matahari mempunyai panjang gelombang 400 nm yang mempunyai energi sebesar 3,03-6,06 eV. Energi ini mampu memutuskan ikatan dalam makromolekul dan membentuk radikal bebas.

Degradasi polimer yang lain adalah biodegradasi. Biodegradasi adalah perubahan biokimia suatu senyawa menjadi mineralisasi dengan bantuan mikroorganisme (Singh dan Sharma 2008). Pada kondisi aerobik, mineralisasi senyawa organik menghasilkan karbondioksida dan air, sedangkan pada kondisi anaerobik biodegradasi menghasilkan methan dan karbondioksida. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan degradasi biopolimer antara lain hidrolisis abiotik, fotooksidasi dan ketidakhomogenan fisik polimer. Menurut ASTM D-5488-94d, biodegradasi adalah proses yang dapat menguraikan suatu bahan menjadi karbondioksida, methan, air, senyawa anorganik yang mekanisme utamanya adalah reaksi enzimatik mikroorganisme.

Beberapa metode uji untuk mengetahui biodegradasi polimer antara lain ASTM dan ISO. Degli-Innocenti et al. (2000) mengembangkan dua metode pengujian untuk mengukur degrabilitas plastik. Metode pertama meliputi prosedur laboratorium untuk pengukuran penguraian plastik dengan composting dengan cara menghitung perbedaan berat awal dan berat akhir. Metode kedua menggunakan ISO 14855 dengan penggunaan inokulum. Mohee (1998) menguji kemampuan degradasi dengan metode composting. Biodegradasi suatu polimer dapat dicirikan yaitu kehilangan berat, perubahan mekanik (kekuatan tarik dan perpanjangan putus), perubahan fisik, produksi karbondioksida, aktivitas bakteri dalam tanah dan perubahan distribusi berat molekul.

Menurut Briassoulis et al. (2004) kriteria kualitas dan kuantitas untuk menentukan karakterisasi degradasi merupakan faktor yang sangat penting. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan degradasi suatu polimer menurut Briassoulis et al. (2004) antara lain 1) perubahan elongasi; perubahan elongasi terjadi bila ada perubahan pada phase amorphousnya. Perubahan elongasi berhubungan dengan perubahan kimia (pembentukan

kelompok karbonil) selama fotooksidasi (Wypych 1995); 2) derajat kristalinitas; perubahan kristalinitas selama degradasi polimer sangat berhubungan dengan perubahan kimia seperti oksidasi, adanya crosslinking dan hidrolisis (Rabek 1996); 3) berat molekul; 4) kuat tarik; dan 5) densitas. Kriteria karakteristik utama yang digunakan oleh industri untuk mengetahui degradasi PE adalah perubahan elongasinya (Briassoulis et al. 2004).

Karakteristik polimer seperti kristalinitas, berat molekul, adanya plasticizer, dan penambahan bahan aditif akan mempengaruhi tingkat degradasi plastik (Artam dan Doble 2008). Pengaruh temperatur merupakan faktor yang sangat penting dalam degradasi yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia yang dihubungkan dengan degradasi (Briassoulis dan Aristopoulou 2002). Beberapa perubahan yang terjadi dalam iradiasi polimer mempengaruhi sifat mekanik polimer. Jenis degradasi seperti hidrolisis dan oksidasi makromulekul dapat terjadi. Proses tersebut sangat tergantung pada jenis ikatan, keberadaan katalis dan temperatur (Briassoulis dan Aristopoulou 2002).

Menurut Dilara dan Briassoulis (2000), faktor-faktor penting mempengaruhi degradasi film LDPE rumah kaca adalah radiasi panas, suhu udara, RH, kekuatan mekanik dan polusi udara. Degradasi terjadi karena adanya mekanisme radikal bebas dengan skema tahapan proses inisiasi, propagasi, pemecahan rantai, dan terminasi. Radikal bebas yang dibentuk pada tahap awal, proses foto oksidasi propagasi, memberikan peningkatan proses oksidasi dengan adanya oksigen dan akhirnya memulai degradasi film PE. Proses oksidasi polimer mengakibatkan terbentuknya gugus baru dan peningkatan gugus karbonil (C=O). Peningkatan gugus karbonil memudahkan akses mikroorganisme ke dalam molekul polimer. Selain itu, pembentukan gugus karbonil dapat dijadikan sebagai laju degradasi polimer. Menurut Briassoulis et al. (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi radiasi panas total pada degradasi LDPE antara lain panjang gelombang yang digunakan, difusi oksigen, proses dan mekanisme foto degradasi, persentase kristalinitas dan kuat tarik film.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat biodegradabilitas plastik setelah kontak dengan mikroorganisme, yakni sifat hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur polimer, morfologi dan berat molekul bahan plastik.

Semakin besar bobot molekul suatu bahan semakin rendah biodegradabilitasnya. Selain bobot molekul, bentuk polimer (powder, fiber atau film) juga berpengaruh terhadap biodegradabilitas. Menurut Briassoulis et al. (2004) kemampuan biodegrabilitas bioplastik tergantung beberapa faktor antara lain jenis plastik dan kondisi proses pengkomposan seperti suhu dan jenis inokulum yang digunakan. Proses terjadinya biodegradasi plastik pada lingkungan alam dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul, menghasilkan polimer dengan berat molekul yang rendah. Proses berikutnya adalah serangan mikroorganisme dan aktivitas enzim intracellular dan extracellular (Latief 2001).

Pemecahan polimer berawal dari bermacam proses/gaya fisik dan biologi. Proses fisik seperti pemanasan/pendinginan, pembekuan, atau pengeringan dapat menyebabkan perubahan mekanik seperti pecahnya polimer. Polimer sintetik seperti polikarbonat juga dapat didepolimerasi oleh enzim mikroba dengan menyerap monomer-monomer masuk ke dalam sel dan didegradasi (Goldberg 1995). Pada umumnya peningkatan berat molekul akan menurunkan kemampuan degradasi polimer oleh mikroorganisme. Tingginya berat molekul menghasilkan penurunan kelarutan yang membuat polimer sulit untuk dipecahkan oleh mikroba karena bakteri membutuhkan substrat untuk diasimilasi melalui membran seluler dan kemudian didegradasi oleh enzim seluler. Ada dua jenis enzim termasuk aktif dalam degrasi biologi polimer yaitu depolimerasi ekstraseluler dan intraseluler (Gu et al. 2000).

Selain sifat hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur polimer, derajat kritalinitas, morfologi dan berat molekul bahan plastik, kecepatan biodegradasi polimer komposit juga dipengaruhi oleh kandungan bahan alami pada polimer tersebut. Sifat biodegradabilitas dari plastik berbasiskan pati sangat tergantung dari rasio kandungan pati. Semakin besar kandungan pati, maka semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya (Pranamuda 2001). Arvanitoyannis et al. (1998) melaporkan persentase kehilangan bobot bioplastik berbahan baku LDPE/pati beras (60/40) sebesar 6,2% setelah dikubur selama 60 hari. Nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan bioplastik yang mengandung pati beras 10% dan 20% yaitu 1,9% dan 3,6%.