• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.2. Modifikasi Pati Tapioka

Tapioka merupakan pati yang berasal dari umbi singkong melalui proses penggilingan umbi singkong, dekantasi, pemisahan ampas dengan konsentrat, pengendapan dan pengeringan (Dziedzic dan Kearsley 1995). Komponen utama dari tapioka adalah pati (73,3-84,9%) yang terdiri dari amilosa sebanyak 17% dan amilopektin 83%. Selain itu, tapioka juga mengandung lemak sebesar 0,08-1,54%, protein (0,03-0,06%), dan abu (0,02-0,33%) (Rickard et al. 1991).

Pati merupakan biopolimer alami dengan komponen utama kelompok glukosa yakni amilosa dan amilopektin. Pati memiliki tingkat kristalinitas 15- 45%. Pemanfaatan pati dalam pembuatan plastik dikarenakan keunggulan- keunggulan yang dimiliki pati, yakni sifatnya yang dapat diperbarui, penahan yang baik untuk oksigen, ketersediaan yang melimpah, harga murah dan mampu terdegradasi. Pati memiliki stabilitas termal dan minimum interference dengan sifat pencairan yang cukup untuk membentuk produk dengan kualitas yang baik.

Campuran polimer hidrokarbon dan pati sering digunakan untuk menghasilkan lembaran dan film berkualitas tinggi untuk kemasan. Pembuatan film dari 100% pati sulit untuk diproses saat kondisi mencair (melting) (Nolan- ITU 2002). Komposit atau campuran plastik berbasiskan pati memiliki sifat mekanis yang lemah seperti kekuatan tarik, kekuatan mulur, kekakuan, perpanjangan putus, stabilitas kelembaban yang rendah serta melepaskan molekul pemlastis dalam jumlah kecil dari matriks pati (Zhang et al. 2007). Modifikasi pati, penggunaan compatibilizer, reinforcement, serta perbaikan kondisi proses, diharapkan mampu menjadikan pati sebagai material substitusi plastik konvensional.

Pati termoplastik dihasilkan melalui pemrosesan pada suhu dan gesekan tinggi sehingga pati bersifat termoplastik dan bisa dicetak. Pembentukan pati termoplastis dipengaruhi oleh kondisi proses dan formulasi bahan yang digunakan. Faktor-faktor ini dijelaskan pada Gambar 2.3. Selama proses termoplastik, air akan masuk dalam pati dan bahan pemlastis akan berperan sangat signifikan. Bahan pemlastis akan membentuk ikatan hidrogen dengan pati, sehingga terjadi reaksi antara gugus hidroksil dan molekul pati yang membuat pati menjadi lebih plastis. Dalam kondisi normal, air yang ditambahkan 10-20% dan

secara opsional dapat ditambahkan pelarut dan bahan aditif yang lain (Morawietz 2006).

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan pati termoplastik (Morawietz 2006).

Karakteristik rheologi TPS pada sifat gel ditunjukan dengan nilai modulus elastis/elastisitas yang lebih tinggi dibandingakan dengan young modulus/kekakuan. Sifat tersebut disebabkan adanya jaringan elastis dalam matriks film yang lebih lunak (Rodriguez-Gonzalez et al. 2004). Keelastisan dalam daerah tersebut disebabkan ikatan kimia atau fisik. Struktur jaringan elastis dihubungkan dengan sifat kristalinitas yang dihasilkan dari reaksi kompleks antara amilosa dengan lipid (Della Valle et al. 1998). Pembentukan ikatan komplek antara amilosa-elmusifier memodifikasi respon viskoelastis pada pati kentang (Conde-Petit dan Escher 1995). Daerah kristalinitas dibuat selama ikatan komplek amilosa-elmusifier membentuk jaringan elastis yang dapat berubah dari cair ke padat seperti modifikasi sifat viskoelastis (Conde-Petit dan Escher 1995).

Pati termoplastik lebih tahan terhadap deformasi dikarenakan adanya bahan pemlastis dan destrukturisasi granular yang menyebabkan deformasi hanya akan terjadi di sepanjang matriks dimana tegangan (stress) diberikan, sehingga kerusakan permanen bisa diminimalkan (Ishiaku et al. 2002). Pati termoplastik memilik keunggulan dalam hal kemudahan proses, morfologi akhir yang lebih baik dan penyebaran partikel yang lebih merata dengan adanya proses

destrukturisasi. Namun demikian, pati termoplastis sensitif terhadap air, memungkinkan terjadinya migrasi bahan pemlastis dan rekristalisasi berlebih akan memberikan sifat rapuh (Huneault & Li 2007).

Modifikasi secara kimia maupun pengkayaan kandungan amilosa juga akan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik pati termoplastik. Hasil penelitian Chaudhary et al. (2009) menunjukkan bahwa perbedaan kandungan amilosa dan waktu aging mempengaruhi signifikan sifat Modulus Young’s, kekuatan tarik maksimum, elongasi dan penyerapan air. Hasil pengukuran tensile stress dan

strain pada termoplastik berbahan baku tepung jagung menunjukkan bahwa pati dengan modifikasi hydroxypropylated dengan kandungan amilosa 80% mempunyai kekuatan film yang kuat dan ulet bila dibandingkan dengan pati tanpa modifikasi.

Hasil perlakuan interaksi antara kandungan amilosa dan waktu aging pada pengkuran modulus young’s menunjukan bahwa kandungan amilosa 0% (waxy maize) mempunyai nilai modulus young’s tertinggi pada penyimpanan 1,7 dan 14 hari. Pada TPS dengan kandungan amilosa 28% mempunyai nilai modulus

young’s paling rendah pada semua hari penyimpanan. Pada kandungan amilosa 50

dan 80 % nilai modulus young’s tidak berbeda signifikan. Tingginya nilai

modulus young’s pada waxy maize karena molekul amilopektin banyak bercabang pada struktur dan derajat percabangan lebih banyak (De Graaf et al. 2003). Meningkatnya nilai kekuatan tarik dan perpanjangan putus seiring meningkatnya kandungan amilosa pada TPS. Hal tersebut dikarenakan interaksi antara rantai amilosa dan rantai cabang amiopektin meningkat serta peningkatan pembentukan struktur double helix pada amilosa dan diluar ramtai amilopektin (Van Soest dan Borger 1997).

2.3. Polietilen(PE)

Polietilen (PE) merupakan polimer yang mempunyai struktur molekul sederhana dan saat ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat plastik. Polietilen pertama kali diproduksi secara komersial pada tahun 1939 (Nicholson 2006). PE diproduksi dengan proses densitas sedang dengan nilai 0,945 g cm-3. (Nicholson 2006). Menurut Chanda dan Roi (2007) sifat-sifat polietilen adalah : 1) penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh

(translusid) tergantung proses pembuatan dan jenis resin; 2) fleksible sehingga mudah dibentuk dan mempunyai daya rentang yang tinggi; 3) heat seal (dapat dikelim dengan panas), sehingga dapat digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Titik leleh 120oC; 4) tahan asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia, kedap terhadap air, uap air dan gas, serta dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga suhu -50oC; 5) mudah lengket sehingga sulit dalam proses laminasi, tapi dengan bahan antiblok sifat ini; 6) dapat dicetak; 7) kemasan polietilen banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan, sayur-sayuran segar, roti, produk pangan beku dan tekstil. Jenis polietilen yang banyak digunakan adalah LDPE, HDPE dan LLDPE.

Menurut Chanda dan Roy (2007) berdasarkan densitasnya, maka plastik polietilen dibedakan atas :

a. Polietilen densitas rendah (LDPE= Low Density Polyethylene)

LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon,

dylan dan fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah daripada HDPE (modulus Young 20.000-30000 psi, dan kuat tarik 1200-2000 psi), tapi karena LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-800%) maka plastik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Titik lelehnya berkisar antara 105-115oC. LDPE memiliki nilai densitas antara 0,910-0,925 g/cm3 dan derajat kristalinitas 50% (Osborn dan Jenkins, 2008). LDPE biasa digunakan untuk film, mangkuk, botol dan wadah/kemasan.

b. Polietilen Densitas Tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)

HDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan dan suhu yang rendah (10 atm, 50-70oC). HDPE lebih kaku dibanding LDPE, tahan terhadap suhu tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan disterilisasi. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, alkahtene, blapol, carag, fi-fax. HDPE mempunya titik leleh (melting point) antara 128 oC -135 oC, kuat tarik antara 15-45 MPa dan perpanjangan putus 50-900%. HDPE memiliki nilai densitas antara 0,945-0,965 g/cm3 dan derajat kristalinitas 80% (Osborn dan Jenkins, 2008), sedangkan menurut Chanda dan Roy (2007) HDPE memiliki densitas 0,958 g/cm3 dan kristalinitas 80%.

HDPE mengandung sedikit rantai cabang. Percabangan dapat terjadi karena ada reaksi samping intrisik untuk mekanisme polimerisasi tertentu. HDPE mempunyai kristalinitas tinggi. Adanya indek refraksi antara kristalin dan amorph maka HDPE film bersifat kurang transparan disbanding LLDPE atau LDPE. Apabila HDPE dibuat stetching film, maka HDPE menjadi lebih birefringent. b. Linear-low-density polyethylene (LLDPE)

LLDPE adalah kopolimer etilen dengan sejumlah kecil butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang pada rantai utama dengan interval (jarak) yang teratur. LLDPE lebih kuat daripada LDPE dan sifat heat sealing-nya juga lebih baik Struktur molekul LLDPE berbeda signifikan dengan LDPE. LDPE mempunyai struktur bercabang, sedangkan LLDPE mempunyai struktur linier dengan sejumlah besar cabang-cabang pendek. Secara umum, LLDPE diproduksi pada temperatur dan tekanan yang lebih rendah oleh kopolimerisasi etilen dan beberapa alpa olefin yang lebih tinggi seperti butane, heksana dan otena. LLDPE memiliki nilai densitas antara 0,918-0,923 g/cm3 (Osborn dan Jenkins, 2008), sedangkan menurut Chanda dan Roy (2007) LLDPE memiliki densitas antara 0,92-0,94 g/cm3 dan kristalinitas 50%.

LLDPE dan LDPE mempunyai sifat rheologi atau aliran leleh yang unik. LLDPE kurang sensitif terhadap shear disebabkan oleh distribusi berat molekulnya yang lebih sempit dan percabangan rantai yang lebih pendek. Selama proses ekstrusi, LLDPE lebih kental, sehingga LLDPE lebih sulit diproses daripada LDPE dengan indeks alir lelehan yang sama. LLDPE mempunyai derajat kristalinitas dan densitas yang lebih rendah daripada HDPE. Perbedaan LDPE, LLDPE dan HDPE dapat dilihat pada Table 2.3.

Tabel 2.3. Jenis-jenis polietilen

Jenis PE Struktur Rantai Densitas (g/cm3)

Kristalinitas (%)

Proses

LDPE Bercabang 0,912-0,94 50 Tekanan

tinggi LLDPE Linier/sedikit

cabang

0,92-0,94 50 Tekanan

rendah

HDPE Linier 0,958 90 Tekanan

rendah Sumber : Chanda dan Roy (2007)