• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. Latar Belakang

Material plastik banyak digunakan karena sifatnya praktis, fleksibel, ringan, tahan air, dan harganya relatif murah serta terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, selain itu plastik mudah diproduksi secara massal. Namun, plastik masih mempunyai sifat kurang menguntungkan. Limbah plastik dapat mencemari lingkungan karena plastik merupakan bahan yang sulit terdegradasi. Plastik tidak mudah hancur karena pengaruh lingkungan antara lain oleh cuaca hujan dan panas matahari maupun mikroba yang hidup dalam tanah, sehingga sampah plastik merupakan persoalan lingkungan yang harus segera ditangani.

Rata-rata setiap tahunnya orang Indonesia membuang 700 lembar kantong plastik (BPS 2011). Tingginya konsumsi plastik mengakibatkan meningkatnya volume limbah yang dihasilkan dan menimbulkan permasalahan lingkungan. Berdasarkan laporan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 rata-rata limbah plastik mencapai mencapai 524 ton per hari atau 7,7% dari total produksi sampah harian Jakarta.

Usaha-usaha telah dilakukan untuk mengurangi limbah plastik seperti teknologi pengolahan sampah, daur ulang dan pembakaran. Namun usaha-usaha tersebut belum secara efektif menyelesaikan persoalan yang ada. Pembakaran plastik akan menghasilkan gas CO2 yang akan semakin meningkatkan pemanasan global. Salah satu solusi atau usaha alternatif yang akhir-akhir ini digunakan adalah penggunaan bahan baku dari alam sebagai bahan pembuat plastik yang dikenal sebagai bioplastik (Salmoral et al. 2000; Song dan Zheng 2008; Rivero et al. 2009; Pushpadass et al. 2010). Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik pada umumnya, namun plastik tersebut akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme (Avella et al. 2005). Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, bioplastik adalah bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan. Selain ramah terhadap lingkungan, kelebihan bioplastik adalah bahan baku yang digunakan dapat diperbarui dan jumlahnya melimpah. Dengan

demikian, penelitian mengenai bioplastik menjadi sangat perlu untuk menggantikan plastik konvensional (sintetis) sebagai bahan kemasan.

Penelitian untuk membuat bioplastik telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai cara, antara lain modifikasi plastik sintetis dan mencampurkan plastik dengan pati yang sudah dimodifikasi (Kim dan Lee 2002; Ning et al. 2007; Pushpadass et al. 2010). Pedroso dan Rosa (2005) melakukan modifikasi pencampuran antara plastik daur ulang LDPE (recycled LDPE) dengan pati jagung yang menghasilkan peningkatan nilai young modulus (MPa) dari 220 MPa menjadi 330 MPa. Yuliasih dkk (2010) dan Permatasari (2010) melakukan penelitian pembuatan bioplastik berbasis campuran antara tapioka- onggok dan LDPE/HDPE yang menghasilkan karakteristik kemapuan degradasi mencapai 14,5-48,0%, namun plastik yang dihasilkan masih memiliki sifat mulur yang rendah (1,65%) dan warna yang coklat.

Berdasarkan bahan baku yang dipakai, pati merupakan salah satu bahan baku bioplastik seperti pati sagu, pati singkong, pati jagung dan lain-lain. Menurut Song dan Zheng (2008), penggunaan pati sebagai salah satu bahan baku pembuatan bioplastik mempunyai beberapa keuntungan antara lain harganya relatif murah, dapat terdegradasi dan dapat diperbaharui, selain itu juga berdampak rendah terhadap pencemaran lingkungan (Fang dan Hanna 2001). Tapioka atau pati singkong merupakan salah satu bahan baku pembuatan bioplastik. Produksi tapioka Indonesia mencapai 4-5 juta ton pertahun (BPS 2011). Hal yang mendorong penggunaan tapioka sebagai salah satu bahan pembuatan bioplastik adalah harganya lebih murah daripada tepung jagung dan lainnya serta ketersediannya relatif besar di Indonesia.

Pati secara umum memiliki keunggulan bila dijadikan bahan baku bioplastik yaitu permeabilitas oksigen yang cukup rendah. Namun, pati mempunyai kecenderungan menyerap air dari udara karena sifatnya yang hidrofilik. Oleh karena itu, pati sebagai bahan baku bioplastik memiliki kelemahan yaitu rendahnya sifat mekanik dan tingginya laju transmisi uap air (Prachayawarakorn et al. 2010). Untuk mengurangi kelemahan sifat mekanik pati dengan cara memodifikasi pati menjadi pati termoplastik (Thunwall et al. 2008; Pushpadass et al. 2010; Yokesahachart dan Yoksan 2011). Pati termoplastik

sebagai bahan pembuat bioplastik mempunyai keunggulan yaitu lebih tahan terhadap suhu tinggi (140-160ºC) dibandingkan pati alami (De Vlieger 2003

dalam Yokesahachart dan Yoksan 2011). Pati termoplastik lebih tahan terhadap deformasi dikarenakan adanya bahan pemlastis dan destrukturisasi granular, sehingga kerusakan permanen bisa diminimalkan (Ishiaku et al. 2002).

Pembentukan pati termoplastis dipengaruhi oleh kondisi proses dan formulasi bahan yang digunakan. Selama proses termoplastisasi, air sebagai bahan pemlastis akan masuk ke dalam pati dan berperan sangat signifikan. Bahan pemlastis akan membentuk ikatan hidrogen dengan pati, sehingga terjadi reaksi antar gugus hidroksil dan molekul pati yang membuat pati menjadi lebih plastis. Dalam kondisi normal, air yang ditambahkan 10-20% dan secara opsional dapat ditambahkan pelarut dan bahan aditif yang lain (Morawietz 2006).

Pati termoplastik sebagai bahan pembuat bioplastik akan dicampur dengan resin plastik sintetik High Density polyethylene (HDPE) dan Low Linier Density polyethylene (LLDPE). HDPE dan LLDPE adalah bahan baku plastik yang mudah dibentuk ketika panas, berasal dari minyak bumi, kuat dan tidak bereaksi terhadap zat kimia lainnya. Pencampuran pati termoplastik dan resin sebagai bahan komposit bioplastik diharapkan dapat saling menutupi kelemahan sifat mekanik dan biodegradabilitas diantara keduanya (Tena-Salcido et al. 2008 dalam

Escamilla et al. 2011).

Komposisi antara pati termoplastik dan resin sintetis juga menentukan sifat fisik-mekanik bioplastik yang dihasilkan. Hasil penelitian Prachayawarakorn

et al. (2010) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi LDPE meningkat pula nilai kekuatan tarik dan perpanjangan putus film. Menurut Pedroso dan Rosa (2005), penambahan pati mengurangi nilai indeks kecepatan alir, kekuatan tarik dan perpanjangan putus campuran pati/LDPE. Namun, perbedaan karakteristik dan sifat antara pati termoplastik dan resin menyebabkan campuran tidak kompatibel. Oleh karena itu, compatibilizer (Kaci et al. 2007; Pushpadass et al. 2010; Prachayawarakorn et al. 2010) diperlukan pada saat pencampuran sehingga keduanya dapat bercampur sempurna. Compatibilizer

berfungsi meningkatkan adhesi permukaan dan menurunkan tegangan permukaan antara dua bahan yang berbeda sifat. Pembuatan compatibilizer menggunakan

maleat anhidrat (MA) dan sebagai inisiatornya adalah dikumil peroksida (DCP). Adanya compatibilizer (LLDPE-g-MA dan HDPE-g-MA) diharapkan campuran antara pati termoplastik dan resin sintetis (LLDPE/HDPE) lebih kompatibel dan pati termoplastik dapat terdispersi ke dalam matrik LLDPE/HDPE, sehingga bioplastik yang dihasilkan mempunyai sifat fisik mekanik yang tidak jauh berbeda dengan plastik kemasan konvensional dan mampu terdegradasi oleh lingkungan. Selain itu, proses pembuatan bioplastik sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dapat diaplikasikan sebagai plastik kemasan yang dapat berfungsi sebagai wadah dan melindungi produk dari kerusakan karena faktor lingkungan. 1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merekayasa proses produksi bioplastik yang dapat diaplikasikan sebagai plastik kemasan/kantong yang memiliki sifat mekanik (kuat tarik dan perpanjangan putus) sesuai standar plastik kemasan, sadangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan karakteristik pati termoplastik yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik.

2. Mengetahui pengaruh maleat anhidrat dan jenis resin terhadap karakteristik

compatibilizer (LLDPE-g-MA dan HDPE-g-MA) sebagai bahan baku pembuatan bioplastik.

3. Mendapatkan formula terbaik pembuatan bioplastik yang memiliki karakteristik sesuai dengan standar plastik kemasan.

4. Mengevaluasi karakteristik (mekanik, permeabilitas dan morfologi) bioplastik terpilih pada berbagai kondisi penyimpanan.