• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Produksi dan Karakterisasi Pati Termoplastik (TPS)

DAFTAR LAMPIRAN

3. BAHAN DAN METODE

4.2. Proses Produksi dan Karakterisasi Pati Termoplastik (TPS)

Dalam penelitian ini, proses pembuatan TPS dilakukan dengan pencampuran antara tapioka dengan gliserol dan air yang merupakan bahan

plasticizer. Plasticizer adalah salah satu komponen bahan dasar pembuatan bioplastik yang berfungsi untuk mengatasi sifat rapuh lapisan plastik yang disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Plasticizer atau yang disebut juga pemlastis dapat mengurangi kekuatan intermolekuler ekstensif dan meningkatkan mobilitas dari rantai polimer, sehingga fleksibilitas dan ekstensibilitas lapisan plastik meningkat (Song dan Zheng 2008).

Konsentrasi gliserol dan air yang ditambahkan adalah masing-masing 25% dan 15%. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Yuliasih dkk (2010) bahwa penambahan optimal gliserol dan air adalah 25% dan 15%. Penggunaan pemlastis seperti gliserol lebih unggul karena tidak ada gliserol yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter (DEGMENT), etilena glikol (EG), dan dietilena glikol (DEG). Hal ini disebabkan karena titik didih gliserol cukup tinggi (290° C) jika dibandingkan dengan DEGMENT, EG, DEG dan juga tidak ada interaksi antara gliserol dan molekul protein yang ada dalam bahan baku. Gliserol sebaiknya digunakan pada konsentrasi 20 sampai 30% karena jika berlebihan plastik akan lengket. Gliserol cukup sesuai digunakan sebagai pemlastis pada pembuatan plastik berbasis pati. Ini sesuai dengan pendapat Rodriguez-Gonzalez et al. (2004) yang menyarankan penggunaan gliserol sebagai

plasticizer berkisar 30%.

Sebelum dilakukan proses termoplastik, tapioka dicampur dengan fraksi cair yaitu gliserol dan air. Setelah itu bahan campuran di aging (pemeraman) selama 8 hari. Tujuan aging adalah agar air dan gliserol dapat terserap sempurna dalam granula pati. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Da’Roz et al. (2006) yang melakukan aging 1-2 minggu pada campuran pati jagung dan plasticizer

sebelum dipanaskan dengan rheomix. Setelah dilakukan proses pemeraman selama 8 hari, dilakukan uji morfologi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

Proses termoplastik dilakukan menggunakan rheomix 3000 HAAKE pada suhu 90ºC, kecepatan ulir 50 rpm dan waktu yang digunakan 15 menit. Suhu pemanasan dipertahankan agar tidak naik supaya produk pati termoplastik tidak berwarna coklat sampai hitam, selain itu agar bentuk granula pati tidak rusak atau pecah. Hasil dari proses ini adalah berupa bongkahan-bongkahan yang kemudian dihaluskan untuk dijadikan bahan pembuat bioplastik. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bongkahan dan pati termoplastik masih berwarna putih, hal tersebut dikarenakan suhu pada saat pembuatan terjaga dan tidak menyebabkan pati termoplastik berwana gelap.

a b

Gambar 4.2 Pati termoplastik dalam bentuk (a) bongkahan dan (b) tepung Setelah aging dan sebelum pemanasan (Gambar 4.3a), granula pati masih terlihat utuh dan terdapat jarak antar granula. Hal tersebut disebakan karena adanya penambahan plasticizer (gliserol dan air) yang menyebabkan fleksibilitas ikatan intermolekuler granula meningkat. Setelah proses pemanasan pada suhu 90ºC memperlihatkan bahwa granula pati tidak mengalami perubahan bentuk (Gambar 4.3 a dan 4.3b). Ukuran granula pati mengalami sedikit pengembangan tapi tidak sampai pecah. Pengembangan ukuran granula pati disebabkan karena adanya difusi bahan plasticizer (air dan gliserol) serta adanya proses pemanasan.

pembesaran 500x pembesaran 500x pembesaran 1000x Gambar 4.3 Bentuk granula pati setelah aging

Gugus fungsi pada TPS menunjukkan ikatan C-O muncul peak pada panjang gelombang antara 1024-1160 cm-1, ikatan C-H muncul peak pada bilangan gelombang 2927,08 cm-1 dan ikatan O-H muncul peak pada bilangan gelombang 3405,47 cm-1 (Tabel 4.2. dan Lampiran 3a). Hasil tersebut juga sama seperti yang dilaporkan oleh Kaewtatip dan Tanrattanakul (2008) yang menyatakan bahwa ikatan O-H, C-H dan C-O pati tapioka muncul pada bilangan gelombang masing-masing 3600-3000 cm-1, 2933 cm-1 dan 1190-950 cm-1.

Menurut Schumm (1987) spectrum serapan FTIR pada bilangan gelombang 3600- 3200 cm-1 merupakan serapan gugus OH.

Tabel 4.2 Bilangan gelombang dan gugus fungsi TPS Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

1024-1160 2927,08 3405,47 C-O C-H O-H

Karakteristik TPS dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kadar air TPS (11,97%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar air tapioka (10,61%), hal tersebut dikarenakan adanya penambahan air dan gliserol dalam pembuatan TPS. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Moscicki et al. (2011) yang mengatakan bahwa penambahan gliserol sebagai plasticizer akan meningkatkan kadar air TPS karena gliserol bersifat higroskopis. Air dan gliserol masuk ke dalam tapioka saat pemeraman/aging, selain itu pada saat proses pencampuran pada suhu 90°C,

granula pati mulai mengembang (swelling). Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati.

Tabel 4.3 Karakteristik TPS Komponen Nilai Kadar air (%) Kadar abu (% bk) Kadar pati (% bk) Kristalinitas (%) Bentuk Granula Ukuran Granula (µm) Densitas (g/cm3) Titik leleh (°C) Kuat tari (MPa)

Perpanjangan putus (%) Ketahanan bentur (kgf.cm /cm2) 11,97 0,02 67,05 16,13 bulat dan oval

10,72-30,37 1,37 71,82 2,50 15 6,92

Kristalinitas TPS (16,13%) lebih rendah bila dibandingkan dengan kristalinitas tapioka (31,45%). Sifat kristalinitas pati disebabkan karena adanya molekul amilopektin. Menurunnya derajat kristalinitas dari tapioka (31,45%) ke TPS (16,13%) disebakan karena air dan gliserol terserap oleh daerah kristalin serta menurunnya densitas struktur heliks pada granula. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Sajilata et al. (2006) yang mengatakan bahwa perbedaan tingkat kristalinitas relatif pati disebabkan karena jumlah air yang terserap pada struktur kristal. Kadar pati TPS (67,05) lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar pati tapioka (85,15%), hal tersebut disebabkan karena adanya penambahan

plasticizer (air dan gliserol).

Titik leleh TPS hasil penelitian adalah 71,82°C. Titik leleh TPS adalah suhu dimana material pati mulai mengalami perubahan dari semi kristalin ke fase amorf. Oleh karena itu, semakin tinggi kristlinitas yang dimiliki pati semakin tinggi pula titik lelehnya. Selain kristalinitas, faktor lain yang menentukan titik leleh adalah berat molekul, percabangan dan kecepatan pemanasan.

Hasil pengujian sifat mekanik TPS adalah kuat tarik 2,50 MPa, perpanjangan putus 15% dan ketahanan bentur 6,92 kgf.cm/cm2. Hasil tersebut juga sesuai dengan pendapat Yu et al. (1998) dalam Moscicki et al. (2011) yang menyatakan bahwa maksimal kekuatan tarik dan perpanjangan putus TPS dengan penambahan gliserol adalah 5,4 MPa dan 74,49%. Terdapat standar yang harus dimiliki kemasan agar dapat berfungsi sebagai plastik/kemasan suatu produk, salah satu diantaranya adalah memiliki nilai kekuatan tarik antara 10-100 MPa dan perpanjangan putus 10-50% (Krochta dan Johnston 1997 dalam Akili 2012).

TPS yang dihasilkan memiliki nilai kuat tarik yang rendah (2,5 MPa) dan kurang baik untuk digunakan sebagai bahan plastik atau pengemas suatu produk karena sifatnya yang rapuh dan mudah putus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mbey (2012) yang mengatakan bahwa TPS memiliki sifat mekanik yang rendah, tidak tahan terhadap suhu tinggi, getas, sifat alir yang sangat rendah dan bersifat hidrofilik. Souza et al. (2012) juga mengatakan hal yang sama bahwa pati memiliki sifat kekuatan tarik yang rendah dan permeabilitas yang tinggi terhadap uap air.

4.3. Proses Produksi dan Karakteristik Compatibilizer LLDPE-g-MA dan