Penyusunan Roadmap Pengembangan Penyusunan Indikasi Arahan per Cluster Wawancara Stakeholders Arahan Berdasarkan hasil Content Analysis Arahan Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di
secara signifikan pada hasil uji korelasi. Sebaliknya, juga dibuat arahan melalui penurunan nilai variabel-variabel yang berdampak negatif secara signifikan pada kapasitas produksi, nilai produksi dan pertumbuhan pendapatan.
Indikasi arahan juga disusun dengan menyesuaikan pada rencana pengembangan agroindustri yang berdasarkan pada roadmap agroindustri. Sebelum mencapai tahap tersebut, terlebih dahulu diidentifikasi faktor-faktor pada setiap tahapan/fase pada roadmap pengembangan agroindustri, yakni sebagai berikut.
Pada fase Factor-Driven dibutuhkan pemenuhan terhadap hal-hal dasar pembentuk agroindustri, yakni potensi bahan baku, jumlah tenaga kerja, peralatan industri, produksi dan akses menuju lokasi industri dari permukiman terdekat.
Pada fase Capital-Driven adalah fase lanjutan setelah factor-driven. Pada fase ini dibutuhkan pemenuhan seluruh faktor pembentuk agroindustri, yang bertumpu pada permodalan investasi, kecuali lembaga pelatihan.
Pada fase Innovation-driven, dilakukan pemenuhan pada faktor-faktor yang tidak dipenuhi pada fase Capital-driven. Faktor-faktor ini adalah yang mendukung adanya inovasi yang bersumber dari penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, yakni faktor lembaga pelatihan.
Berdasarkan karakteristik yang telah dibahas sebelumnya, dibuat arahan per cluster berdasarkan karakter clusternya. Pada setiap cluster memiliki tema pengembangan yang disesuaikan dengan roadmap industri minyak kayu putih. Setiap cluster berada pada tahapan yang berbeda-beda jika di visualisasikan dalam roadmap industri minyak kayu putih, yang dapat dilihat pada gambar 4.4.2 di bawah ini.
154 G am ba r 4. 4. 2 Ro ad m ap Ag ro ind us tri Peng ola ha n M iny ak K ay u P utih di K abu pa ten B (S umb er : Ha sil A na lis is, 2 01 5) *Ad ap tas i dar i Glob al C om petit iv en es s In de x, ya ng o leh B un ar an S ar ag ih ( 20 07 ) dij ad ik an d as ar p en yu su nan R oad m Ag ro in du str i
Roadmap agroindustri minyak kayu putih di identifikasi berdasarkan fase-fase perkembangan agroindustri, yakni dari Factor Driven, Capital Driven, hingga Innovation Driven. Sehingga terlihat kondisi eksiting industri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, yakni sebagai berikut.
Cluster I belum memiliki industri minyak kayu putih (Non Agroindustry), padahal cluster I memiliki potensi bahan baku industri pengolahan minyak kayu putih. Oleh karena itu, diharapkan bahan baku dan sumber daya manusia yang belum terampil merupakan penggerak utama dalam membangun industri pengolahan minyak kayu putih di cluster I (Factor Driven).
Cluster II, III, dan IV adalah industri pengolahan minyak kayu putih yang sedang tumbuh, namun masih bertumpu pada faktor bahan baku yang melimpah dan sumberdaya manusia yang belum terampil (Factor Driven). Cluster II dan III perlu didorong agar berada pada puncak fase Factor Driven, melalui pengelolaan bahan baku secara maksimal. Sedangkan cluster IV perlu didorong ke fase Capital Driven karena bahan baku di Cluster IV hampir menyamai kapasitas produksi industri yang beroperasi. Jadi cluster IV dapat mulai meningkatkan modal dalam bentuk investasi dan kualitas SDM.
Cluster V telah berada pada puncak keunggulan di bidang industri pengolahan minyak kayu putih. Pada cluster V, walaupun dari segi sumberdaya manusia hampir sama dengan cluster I-IV, tapi permodalan dalam bentuk dana investasi pada cluster V merupakan yang terbesar dibandingkan cluster lainnya. Oleh karena itu agroindustri pengolahan minyak kayu putih di cluster V sebaiknya berkembang karah agroindustri yang bertumpu pada peningkatan kualitas SDM dan investasi “Capital Driven”.
serta cluster VI yang telah terjadi penurunan aktivitas di kegiatan pegolahan minyak kayu putih, padahal kualitas
sumberdaya manusia di cluster VI merupakan yang terbaik dibandingkan cluster lainnya. Oleh karena itu, dalam pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di cluster VI perlu ada perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada, dan sebaiknya bertumpu pada investasi yang menghasilkan diferensiasi produk (Capital-Driven). Walaupun memiliki keunggulang karena terdapat lembaga pelatihan, Cluster VI tidak disarankan ke arah Innovation-driven karena masih terdapat banyak kelemahan faktor-faktor pada fase Factor-driven dan Capital-Factor-driven.
Selanjutnya diperlukan penyusunan arahan yang tepat sehingga dapat mengubah roadmap agroindustri pengolahan minyak kayu putih eksisting ke arah yang lebih baik, seperti yang ditunjukkan oleh garis putus-putus pada gambar 4.4.2. Untuk itu, diperlukan pembangunan industri di cluster I, peningkatan aktivitas produksi dan pengolahan di cluster II, III dan IV; perbaikan kualitas SDM di cluster V agar dapat mempertahankan kayu putih sebagai komoditas unggulan; dan melakukan perbaikan yang dapat mendorong cluster VI kembali unggul di komoditas kayu putih.
Penyusunan indikasi arahan untuk mengembangkan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.4.1 di bawah ini.
Tabel 4.4.1 Indikasi Arahan Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kayu Putih di Kabupaten Buru
Karakteristik Wilayah Indikasi Arahan
Cluster I : Pengembangan Industri Baru Tidak terdapat industri rumah tangga
Tidak terdapat produksi minyak kayu putih Tidak terdapat tenaga kerja sektor pengolahan
minyak kayu putih
Potensi bahan baku kayu putih kecil Jumlah pengangguran sedikit
Pemanfaatan bahan baku secara efisien
Pembangunan industri rumah tangga minyak kayu putih Pengadaan pelatihan kepada calon tenaga kerja
Pemberian bantuan modal usaha Cluster II : Optimalisasi Bahan Baku
Jumlah Industri Rumah Tangga sedikit Jumlah Produksi sedikit
Jumlah Tenaga Kerja sedikit Jarak IRT dengan Permukiman jauh
Peningkatan jumlah produksi melalui peningkatan kapasitas produksi
Peningkatan akses jalan menuju industri rumah tangga Pembentukan industri rumah tangga baru
Pengadaan pelatihan kepada calon tenaga kerja Pemberian bantuan modal usaha
Cluster III : Peningkatan Kapasitas Produksi Secara Efisien Jumlah Industri Rumah Tangga sedikit
Jumlah Produksi sedikit Jumlah Tenaga Kerja sedikit Potensi bahan baku Kayu Putih kecil
Pemanfaatan bahan baku secara efisien Peningkatan kapasitas produksi dengan melihat
ketersediaan bahan baku potensial
Pengadaan pelatihan kepada calon tenaga kerja Pemberian bantuan modal usaha
Karakteristik Wilayah Indikasi Arahan
Jumlah pengangguran sedikit
Cluster IV : Efisiensi Bahan Baku Potensi Bahan Baku Kayu Putih Kecil
Tingkat pelayanan jalan kurang memadai Rasio Kelompok Pekerja rendah
Rasio Koperasi Pekerja rendah
Pemanfaatan bahan baku secara efisien
Peningkatan akses jalan dalam desa dan antar desa Pembentukan kelompok pekerja baru
Pembentukan koperasi pekerja baru Pengadan pelatihan kepada pekerja Cluster V : Mempertahankan Aktivitas Industri
Jarak IRT dengan Permukiman jauh Tingkat pelayanan jalan kurang memadai Rasio Kelompok Pekerja rendah
Rasio Koperasi Pekerja rendah
Peningkatan akses jalan menuju industri rumah tangga Peningkatan akses jalan dalam desa dan antar desa Pembentukan kelompok pekerja baru
Pembentukan koperasi pekerja baru Pengadaan pelatihan kepada pekerja Cluster VI : Peningkatan Aktivitas Industri Melalui Diferensiasi Produk Jumlah Industri Rumah Tangga sedikit
Tingkat aglomerasi industri rumah tangga rendah
Nilai Investasi rendah
Potensi bahan baku Kayu Putih kecil Jumlah Penduduk besar
Kepadatan Penduduk tinggi
Jumlah Penduduk Tamat SMA Banyak
Pemanfaatan bahan baku secara efisien Peningkatan nilai investasi
Pembentukan industri dengan diferensiasi produk karena kualitas SDM memadai
Pembentukan kelompok pekerja baru melalui pelatihan tenaga kerja
Karakteristik Wilayah Indikasi Arahan
Rasio Kelompok Pekerja rendah