• Tidak ada hasil yang ditemukan

GURU Faktor Individu:

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Guru

5.1.1 Karakteristik Guru sebagai Faktor Individu yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi

dan faktor situasi (Robbins 2003). Faktor individu guru berkaitan dengan karakteristik pribadi guru, pendidikan dan pengalaman guru yang diuraikan sebagai karakteristik guru.

Faktor obyek/sasaran dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan penerapan PLH, yaitu kebijakan PLH dan keberadaan kurikulum PLH di sekolah, sedangkan faktor situasi dibatasi pada kondisi lingkungan sekolah dan sekitarnya yang meliputi lingkungan fisik (ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan, lahan sekolah, buku sumber/buku ajar, dan alat bantu/media pengajaran), lingkungan biologis (peluang penggunaan sumberdaya biologis yang terdapat di sekolah dan sekitarnya sebagai sumber dan media pembelajaran) dan lingkungan sosial (dukungan kepala sekolah dan sesama rekan guru). Faktor obyek/sasaran dan situasi selanjutnya dirangkum dalam satu kategori peubah, yaitu sekolah, untuk keperluan analisis statistik lebih lanjut.

5.1.1 Karakteristik Guru sebagai Faktor Individu yang Mempengaruhi Persepsi

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan faktor individu guru adalah usia/umur, jenis kelamin, pendidikan formal terakhir, pengalaman mengajar,

pengalaman berorganisasi yang kegiatannya fokus pada alam, pendidikan PLH formal/nonformal yang pernah didapatkan, dan pengalaman guru berinteraksi dengan alam. Total jumlah guru yang menjadi responden dari keempat sekolah contoh sebesar 31 orang guru.

a. Karakteristik demografis guru

Berdasarkan usia, 51,61% guru pada sekolah contoh berusia ≤ 30 tahun dan

9,68% berusia ≥ 51 tahun, sisanya berusia antara 31 – 50 tahun. Persentase guru perempuan lebih besar daripada guru laki-laki, yaitu 54,84% guru perempuan, dan 45,16% guru laki-laki. Sebagian besar guru sekolah contoh memiliki pendidikan SMA (51,61%). Adapula guru yang berpendidikan diploma sebanyak 16,13% dan sarjana (S1) sebanyak 32,27% guru.

Tabel 2 Persentase guru berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendidikan

Sekolah Usia Jenis Kelamin Pendidikan

≤ 30 31 - 50 ≥ 51 L P SMA Dipl. S1 S2 SDN Gunung Sari 01 6,45 12,90 3,23 9,68 12,90 9,68 3,23 9,68 0,00 SDN Gunung Bunder 03 19,35 3,23 3,23 6,45 19,35 16,13 6,45 3,23 0,00 SDN Gunung Bunder 04 9,68 16,13 3,23 12,90 16,13 19,35 0,00 9,68 0,00 SDN Gunung Picung 06 16,13 6,45 0,00 16,13 6,45 6,45 6,45 9,68 0,00 Total 51,61 38,71 9,68 45,16 54,84 51,61 16,13 32,27 0,00 b. Pengalaman mengajar

Pengalaman mengajar guru merupakan faktor kontekstual individu guru. Pengalaman mengajar guru dilihat berdasarkan lama mengajar, kelas yang saat ini diasuh, kelas yang pernah diasuh, mata ajaran yang saat ini diasuh, mata ajaran yang pernah diasuh, dan pengalaman mengajar PLH (Tabel 3). Guru dari sekolah contoh sebagian besar (70,97%) memiliki pengalaman mengajar selama ≤ 10 tahun. Satu orang guru (3,23%) belum memiliki pengalaman mengajar pada kelas lainnya sebelumnya karena baru mengajar selama 1 tahun di sekolah tempatnya mengajar. Sebesar 54,84 % guru tidak mengasuh mata ajaran khusus karena bertugas sebagai guru kelas yang mengasuh hampir semua mata ajaran pada tingkat kelas yang diasuhnya. Namun demikian ada guru yang bertugas mengasuh mata ajaran khusus/tertentu, baik untuk semua tingkat maupun untuk tingkat kelas tertentu, seperti mata ajaran agama, matematika, bahasa Inggris, PJOK (olahraga) dan SBK (Seni Budaya dan Keterampilan).

37

Tabel 3 Pengalaman mengajar yang dimiliki guru pada sekolah contoh

Jenis Pengalaman Jumlah %

Lama mengajar

<=10 tahun 22 70,97

11 - 20 tahun 4 12,90

21 -30 tahun 4 12,90

> 30 tahun 1 3,23

Saat ini mengajar pada kelas

Kelas rendah (1 – 3 SD) 13 41,94

Kelas tinggi (4 – 6 SD) 15 48,39

Kelas rendah dan tinggi 3 9,68

Sebelumnya pernah mengajar kelas

Kelas rendah (1 – 3 SD) 10 32,26

Kelas tinggi (4 – 6 SD) 9 29,03

Kelas rendah dan tinggi 11 35,48

belum ada pengalaman 1 3,23

Mata ajaran yang saat ini diasuh

Tidak ada m.a. khusus 17 54,84

Agama 5 16,13

Olahraga 3 9,68

Bahasa Inggris 2 6,45

Lainnya 2 6,45

Agama dan Bahasa Inggris 1 3,23

Olahraga dan Lainnya 1 3,23

Mata ajaran yang pernah di asuh

Tidak ada m.a. khusus 17 54,84

Agama 3 9,68

Olahraga 3 9,68

Bahasa Inggris 3 9,68

Lainnya 3 9,68

Agama dan Bahasa Inggris 1 3,23

Agama dan Lainnya 1 3,23

Pengalaman mengajar PLH

Tidak Pernah (1) 4 12,90

Sebagian besar (87,10%) guru menyatakan pernah mengajar PLH (Tabel 3). Pengalaman mengajar PLH tersebut berupa pengalaman mengajarkan materi-materi mengenai lingkungan hidup yang terintegrasi dalam mata ajaran yang diasuh oleh guru tersebut, maupun pemberian materi mengenai lingkungan hidup yang dilaksanakan dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Namun demikian ada 4 orang guru (12,90%) yang menyatakan tidak memiliki pengalaman mengajar PLH. Guru yang menyatakan tidak pernah mengajar PLH tersebut satu orang bertugas khusus mengasuh mata ajaran matematika untuk kelas 4 di SDN Gunung Sari 01, sedangkan 3 guru lainnya adalah guru agama, guru kelas 1 dan guru kelas 3 dari SDN Gunung Bunder 03.

Mata ajaran Matematika memang sangat kurang relevansinya dengan PLH sehingga sulit dijadikan wadah integrasi materi-materi PLH. Selain itu daya serap siswa terhadap mata ajaran matematika biasanya tidak terlalu tinggi. Padahal pertimbangan dalam memilih mata ajaran untuk dijadikan wadah integrasi materi-materi PLH adalah relevansi mata ajaran tersebut dengan PLH dan daya serap siswa terhadap mata ajaran tersebut tinggi, sehingga mempermudah guru mengintegrasikan materi PLH ke dalam suatu mata ajaran.

Materi PLH pada dasarnya dapat diintegrasikan ke dalam mata ajaran apapun, termasuk Matematika. Guru perlu memiliki penguasaan materi-materi PLH dan kreativitas untuk dapat mengintegrasikan materi PLH ke dalam mata ajaran inti yang diasuhnya. Relevansi mata ajaran dengan materi PLH, daya serap siswa, dan kompetensi guru diduga menjadi penyebab guru matematika tersebut tidak mengintegrasikan materi PLH ke dalam pengajarannya, sehingga menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki pengalaman mengajar PLH.

Berkaitan dengan guru dari SDN Gunung Bunder 03, Kepala sekolah SDN Gunung Bunder 03 dalam wawancara menyatakan bahwa pelaksanaan PLH di sekolah tersebut memang belum intensif karena keterbatasan kondisi sekolah. Kepala sekolah baru sebatas memberikan himbauan kepada para guru agar menyisipkan materi-materi PLH ke dalam mata ajaran yang ada, namun belum ada dorongan yang lebih kuat agar guru memperkaya pengajarannya dengan materi-materi PLH lain. Sekolah ini juga belum pernah mendapatkan intervensi/kegiatan PLH (Environmental Education intervention) dari lembaga

39

manapun sehingga guru-gurunya belum memiliki pemahaman maupun kemampuan mengenai PLH. Selain itu, materi-materi terkait PLH pada tingkat kelas 1 dan 3 terbatas pada topik mengenai kebersihan diri, lingkungan rumah dan sekolah, yang sudah termuat dalam silabus tematik kurikulum tingkat kelas tersebut. Hal-hal tersebut diduga menjadi penyebab guru kelas 1 dan 3 pada SDN Gunung Bunder 03 tersebut merasa belum memiliki pengalaman mengajar PLH.

Penyebab lain yang membuat guru agama dari SDN Gunung Bunder 03 merasa belum memiliki pengalaman mengajar PLH berkaitan dengan kurikulum mata ajaran agama. Mayoritas siswa di sekolah beragama Islam, sehingga pengajaran yang diberikan adalah Agama Islam. Kurikulum pendidikan Agama Islam di sekolah dasar lebih menekankan pada pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan ibadah yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah SWT. Bahasan mengenai hubungan manusia dengan alam/lingkungan memang ada namun belum menjadi fokus pengajaran dalam mata ajaran Agama Islam. Marten (2001) menyatakan bahwa Islam lebih mementingkan kehidupan setelah kematian serta hubungan manusia dengan Tuhannya dibandingkan dunia materil dan kehidupan manusia di bumi yang hanya sementara saja. Hal tersebut juga menjadi salah satu sebab guru agama di SDN Gunung Bunder 03 merasa tidak memiliki pengalaman mengajar PLH.

c. Pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan PLH

Pelaksanaan PLH oleh guru di sekolah akan dapat lebih efektif jika guru memiliki bekal kemampuan untuk mengajarkan PLH. Guru bisa mendapatkan bekal kemampuan tersebut melalui PLH formal maupun nonformal. Guru dari sekolah-sekolah contoh sebagian besar (67,74%) belum pernah mendapatkan PLH melalui jalur pendidikan formal sebelumnya, sebaliknya PLH non formal sudah didapatkan oleh 58,06% guru melalui berbagai kegiatan (Tabel 4). Kegiatan-kegiatan PLH non formal yang pernah diikuti sebagian guru dari sekolah contoh adalah seminar PLH, pelatihan PLH, kegiatan tafakur alam saat masih SMA,

Search and Rescue (SAR) Sayaga Tagana dan Karang Taruna, Pecinta Alam,

kegiatan penanaman dan permainan alam dari pihak luar sekolah, serta kegiatan terkait program WSLIC (Water Sanitation for Low Income Community) dari Bank Dunia.

Tabel 4 PLH formal dan non formal yang pernah didapat guru Jenis PLH Jumlah % PLH formal Tidak ada 21 67,74 PLH formal di SD/sederajat 6 19,35 PLH formal di SMP/sederajat 2 6,45 PLH formal di SMA/sederajat 0 0,00

PLH formal di Perguruan Tinggi 2 6,45

PLH non Formal

Tidak ada 13 41,94

Seminar PLH 3 9,68

Lokakarya/Workshop PLH 0 0,00

Pelatihan PLH 2 6,45

Seminar dan Lainnya 4 12,90

Lokakarya dan Lainnya 3 9,68

Lainnya 6 19,35

d. Pengalaman organisasi yang kegiatannya fokus pada alam

Pengalaman guru mengikuti organisasi yang kegiatannya berfokus pada alam, seperti misalnya Saka Wana Bakti (organisasi Pramuka yang kegiatannya fokus pada kehutanan) dan organisasi pecinta alam, juga dapat memberikan bekal kemampuan untuk mengajarkan PLH kepada guru. Keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan organisasi tersebut dapat menumbuhkan persepsi positif terhadap lingkungan yang dapat ditransfer oleh guru kepada siswanya. Pengalaman organisasi seperti itupun dapat menumbuhkan minat dan kesenangan guru terhadap PLH.

Tabel 5 Pengalaman guru dalam organisasi yang kegiatannya berfokus pada alam

Pengalaman Organisasi Jumlah %

Tidak pernah 21 67,74

Saka Wana Bakti dan Pecinta Alam 1 3,23

Saka Wana Bakti, Pecinta Alam dan Lainnya 1 3,23

Pramuka 6 19,25

SAR 1 3,23

41

Sebagian besar guru dari sekolah contoh (67,74%) tidak memiliki pengalaman dalam organisasi yang kegiatannya fokus pada alam, sedangkan sisanya menyatakan pernah mengikuti organisasi yang kegiatannya fokus pada alam. Organisasi yang pernah diikuti oleh guru yaitu Saka Wana Bakti, Pecinta Alam, Pramuka, dan SAR (Tabel 5).

e. Pengalaman berinteraksi dengan alam

Seorang tenaga pendidik lingkungan harus memiliki kemampuan untuk mempelajari dan mengevaluasi permasalahan lingkungan serta peran serta dalam pemecahan masalah lingkungan tersebut (NAAEE 2004). Kemampuan tersebut dapat diasah dengan melakukan interaksi dengan alam/lingkungan. Pengalaman guru berinteraksi dengan alam dapat menumbuhkan kepekaan guru terhadap alam/lingkungan dan permasalahan terkait.

Tabel 6 Pengalaman guru berinteraksi dengan alam

Interaksi dengan Alam Jumlah %

Jenis Pengalaman

pengalaman positif 23 74,19

pengalaman negatif 2 6,45

pengalaman positif dan negatif 2 6,45

Tidak memberi jawaban 2 6,45

Jawaban tidak jelas 2 6,45

Waktu Mendapatkan Pengalaman

2005 – 2010 13 41,94

< 2005 3 9,68

Jawaban tidak jelas 9 29,03

Tidak memberi jawaban 6 19,35

Pengalaman positif saat berinteraksi dengan alam dinyatakan oleh 74,19% guru, sedangkan masing-masing 6,45% guru menyatakan memiliki pengalaman negatif, positif dan negatif, tidak memberikan jawaban, dan jawaban tidak jelas/tidak dapat ditentukan positif atau negatifnya. Sebesar 41,94% guru mendapatkan pengalaman pada kurun waktu 2005 – 2010 dan 9,68% mendapatkan pengalaman interaksi dengan alam pada kurun waktu sebelum 2005.

f. Harapan guru

Pelaksanaan PLH di sekolah menumbuhkan berbagai harapan pada diri guru. Harapan guru berkaitan dengan kapasitas guru untuk mengajar PLH kepada siswanya di sekolah, sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar PLH di sekolah, dan harapan terhadap pelaksanaan PLH secara umum di sekolah. Tabel 7 Harapan guru berkaitan dengan kapasitas guru, sarana prasarana dan

pelaksanaan PLH di sekolah

Harapan Guru Jumlah %

Berkaitan dengan Kapasitas Guru

Ada upaya peningkatan kapasitas guru 13 41,94

PLH dapat meningkatkan kapasitas siswa 10 32,26

Tidak memberi jawaban 4 12,90

Lainnya 4 12,90

Berkaitan dengan Sarana Prasarana

Ketersediaan buku ajar dan alat bantu pengajaran 3 9,68 Ketersediaan media belajar/alat bantu pengajaran 2 6,45

Ketersediaan lahan yang luas 1 3,23

Peningkatan sarana prasarana 10 32,26

Ketersediaan kurikulum, buku penunjang dan media/alat bantu pengajaran

2 6,45

Tidak memberi jawaban 4 12,90

Lainnya 9 29,03

Berkaitan dengan Pelaksanaan PLH

PLH dapat meningkatkan kapasitas guru, siswa 12 38,71 PLH membantu menciptakan lingkungan bersih, indah,

nyaman

3 9,68

Adanya peningkatan pelaksanaan PLH di sekolah 4 12,90

Ada keterlibatan pihak terkait 2 6,45

Tidak memberikan jawaban 4 12,90

Lainnya 6 19,35

Sebanyak 41,94% guru mengharapkan adanya upaya peningkatan kapasitas guru melalui berbagai kegiatan. Selain itu 32,26% guru juga mengharapkan adanya peningkatan sarana prasarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar

43

PLH di sekolah, tanpa menyebutkan secara spesifik sarana dan prasarana yang dimaksud. Ketersediaan buku ajar dan alat bantu pengajaran diharapkan oleh 9,68% guru, ketersediaan media belajar/alat bantu pengajaran dan ketersediaan kurikulum, buku penunjang dan media/alat bantu pengajaran masing-masing diharapkan oleh 6,45% guru (Tabel 7).

PLH diharapkan dapat meningkatkan kapasitas guru dan siswa (38,71%), membantu menciptakan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman (9,68%). Guru juga berharap ada peningkatan pelaksanaan PLH tanpa menyebutkan secara rinci peningkatan yang diharapkannya (12,90%). Keterlibatan pihak terkait dalam pelaksanaan PLH di sekolah nampaknya dirasa masih kurang, sehingga ada 6,45% guru yang mengharapkan adanya keterlibatan pihak terkait, seperti perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya.

Sekolah-sekolah contoh letaknya berdekatan dengan kawasan hutan yang juga menjadi kawasan wisata alam, namun sekolah-sekolah tersebut belum mendapatkan dukungan yang intensif dalam pelaksanaan dan pengembangan PLH sekolah dari pihak pengelola hutan, baik Perum Perhutani, maupun Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap perkembangan sekolah juga masih lebih fokus pada pengembangan mata ajaran inti, sehingga belum menyentuh PLH.

PLH adalah wadah dan sarana untuk membentuk generasi penerus yang memiliki kemampuan untuk mengelola lingkungan dengan baik. Khusus untuk sekolah di sekitar hutan, PLH dapat menjadi wadah untuk membentuk generasi penerus yang memiliki kemampuan dan motivasi untuk melakukan kegiatan konservasi hutan. Para pengelola hutan dan institusi terkait seharusnya mendukung sekolah sekitar hutan secara intensif dalam pengembangan dan