• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

LOKASI TL WR TST AT GM TSM

5.2. Autekologi M teijsmann

5.2.6 Karakteristik Habitat 1 Faktor Edafik

Berdasarkan peta tanah, seluruh kawasan Pulau Sempu dikategorikan memiliki jenis tanah calciustolls. Tanahnya relatif dangkal dengan kedalaman 20 – 50 cm di lokasi sampling, dan sebagian besar memiliki kandungan liat yang kuat dengan banyak batuan padas dari sedimen kapur di bagian bawah permukaan sehingga menimbulkan pH (pH H2O) yang cenderung tinggi hingga mencapai 7,7

(Tabel 12). pH tinggi ini dapat disebabkan oleh kandungan basa kation yang tinggi di lokasi penelitian karena pada tanah dengan pH mendekati netral atau basa, tempat pertukaran dalam tanah cenderung ditempati oleh kation-kation basa dapat tukar seperti Ca, Mg, Na dan K menggantikan ion-ion hidrogen dan aluminium mengakibatkan konsentrasi ion hidrogen dalam tanah menurun yang berakibat pada meningkatnya pH tanah (Killham 1994).

Pada beberapa lokasi, tanah di kawasan CAPS mengalami retak-retak terutama dalam kondisi kering. Lokasi lain di mana dilaporkan pernah ditemukan M. teijsmannii memiliki jenis tanah dystrandepts untuk kawasan Gunung Anjasmoro dan tanah vulkanik dari golongan stratovulcano di Gunung Wilis dan Gunung Kawi. Hal ini dapat diartikan bahwa M. teijsmannii memiliki preferensi habitat pada jenis tanah yang subur dengan tipe tutupan lahan berupa hutan.

Sifat fisika tanah di lokasi penelitian dianalisis kandungan pasir, debu dan liat, kerapatan lindak, ruang pori total (pori makro dan mikro) serta kandungan airnya, sedangkan sifat kimia tanah dianalisis dari rasio C/N, kandungan kation, pH, kation dapat tukar dan kejenuhan basanya (Tabel 12). Untuk mengetahui

53

karakteristik edafik M. teijsmannii, perbandingan antara variabel edafik dengan dan tanpa keberadaan M. teijsmannii dianalisis dengan metode statistik non- parametrik dengan beberapa variabel bebas dinyatakan dalam kategori (Tabel 6). Pengujian yang digunakan adalah tes Kruskal-Wallis untuk membandingkan >1 kelompok variabel bebas.

Berdasarkan hasil analisis sifat fisika, kandungan liat pada tekstur tanah kawasan ini termasuk tinggi, dengan kandungan pasir yang sangat rendah yaitu pada kisaran ≤ 6%. Kandungan pasir yang rendah dapat menjadi salah satu sebab KTK (kapasitas tukar kation) tanah menjadi tinggi, sesuai dengan teori yang dipaparkan Hardjowigeno (1992). Tekstur tanah berdasarkan persentase kandungan pasir, liat dan debu ini setelah diidentifikasi menggunakan segitiga tekstur tanah (soil texture triangle) menunjukkan tekstur liat, liat berdebu hingga lempung berdebu. Terlihat bahwa unsur liat di kawasan penelitian ini cukup mendominasi. Berdasarkan Hardjowigeno (1992), tanah liat seperti ini mempunyai pori-pori total yaitu jumlah pori makro (pori kasar berisi udara dan air gravitasi) dan pori mikro (pori halus berisi air kapiler atau udara) yang lebih tinggi daripada tanah pasir. Hal ini dibuktikan dengan angka ruang pori total yang tinggi di lokasi penelitian pada umumnya (Tabel 12), yaitu berkisar antara 55,5 – 66,6 %vol pada topsoil dan 55,5 – 65,5%vol pada subsoil. Persentase ruang pori total yang tinggi (>50% vol) pada tanah dengan tekstur liat menunjukkan kandungan material organik yang sangat kaya (Meyer & Anderson 1954). Ruang pori ini pada sebagian besar tanah ditempati oleh gas dan air pada proporsi yang bervariasi, bergantung pada kandungan air dalam tanah. Ruang pori total inilah yang antara lain dapat menjelaskan keterkaitan adanya morfologi akar napas dan akar lutut yang diperlihatkan M. teijsmannii dengan kondisi tanah di lokasi penelitian yang teksturnya liat hingga liat berdebu. Semakin kecil partikel tanah maka semakin kecil ventilasinya karena pori-pori yang sempit pada tanah bertekstur halus terisi air kapiler (Dwidjoseputro 1992). Kondisi ini memungkinkan akar M. teijsmannii beradaptasi membentuk banyak struktur akar napas di atas permukaan tanah untuk memperoleh udara bagi respirasi akar.

Warna tanah yang dinyatakan dengan notasi Munsell hasil identifikasi warna menggunakan Munsell’s color chart diterjemahkan dan dipadankan dengan

54

standar penamaan warna (Takehara 1970). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa warna tanah di lokasi penelitian berkisar antara hitam kemerahan, hitam kecoklatan hingga hitam menurut Munsell, namun seluruhnya digolongkan ke dalam warna yang sama menurut standar penamaan warna, yaitu coklat tua keabuan. Tanah berwarna gelap seperti ini dikategorikan sebagai tanah yang subur karena mengandung banyak bahan organik (Hardjowigeno 1992). Oleh karena warna tanah tidak memberikan varians terhadap keberadaan M. teijsmannii, maka variabel warna tidak diikutsertakan dalam pengujian statistik.

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, derajat keasaman tanah (pH H2O) di lokasi penelitian berkisar antara 5,8 – 7,3 pada topsoil (agak masam

hingga netral) dan 5,3 – 7,7 pada subsoil (agak asam hingga agak alkalis). pH tanah menunjukkan tingkat kemudahan unsur-unsur hara diserap tumbuhan dan pada umumnya pH tanah sekitar netral membuat unsur-unsur hara mudah diserap karena pada kisaran tersebut unsur hara mudah larut dalam air (Hardjowigeno 1992). pH yang agak masam pada topsoil dan subsoil memungkinkan perkembangbiakan bakteri dan jamur. Kondisi pH sedemikian juga cukup menguntungkan dari segi mikroorganisme karena memungkinkan pertumbuhan bakteri pengikat nitrogen dan bakteri nitrifikasi, yang tumbuh baik pada pH > 5,5.

Rasio C/N di lokasi penelitian digolongkan ke dalam kandungan yang rendah hingga sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah cukup banyak mengandung bahan organik halus. Kandungan N topsoil termasuk sedang (rata-rata 0,2 %), sedangkan N pada subsoil tergolong rendah (rata-rata 0,11%).

Unsur K pada kedua lapisan tanah di lokasi penelitian tergolong tinggi, yaitu pada kisaran 17,55 – 33,98 cmol/kg (topsoil) dan 15,59 – 35,73 cmol/kg (subsoil). Tingginya kandungan Ca tanah di lokasi sampling erat kaitannya dengan jenis batuan yang membentuk geologi kawasan CAPS, yang sebagian terbentuk dari batu sedimen berkapur. Kandungan Ca yang tinggi juga memberikan pH yang cenderung alkalis pada tanah (Tabel 12). Kandungan Mg menunjukkan angka yang cukup luas kisarannya baik pada lapisan topsoil maupun subsoil. Kandungan Mg tertinggi pada kedua lapisan tanah ditemukan di lokasi Telaga Sat, mencapai > 10 cmol/kg. Kandungan dua kation lainnya yaitu K dan Na digolongkan pada kategori sedang pada kedua lapisan tanah.

55

Tabel 12 Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah di lokasi penelitian

LOKASI No. Lapisan AT

(% vol) KL (gr/cc) RPT (% vol) Pasir (%) Liat (%) Debu (%) pH (H2O) C (%) N (%) C/N Ca (cmol/kg) Mg cmol /kg K (cmol/kg) Na (cmol/kg) KTK Telaga Lele 1 topsoil 12.6 1.07 59.6 1 48 51 6.3 2.31 0.24 9.63 26.76 6.39 0.69 0.51 30.83 subsoil 20.1 0.91 65.5 2 48 50 7.7 0.86 0.07 12.29 33.71 4.23 0.24 0.58 31.68 2 topsoil 12.4 1.07 59.8 2 29 69 6.7 1.63 0.21 7.76 29.59 3.53 0.25 0.62 28.04 subsoil 17.2 1.04 60.9 5 29 66 7.3 1.34 0.13 10.31 32.64 2.02 0.09 0.56 30.46 3 topsoil 11.6 1.12 57.7 1 35 64 7.3 1.38 0.18 7.67 33.31 2.31 0.48 0.41 36.51 subsoil 10.1 1.09 59.0 1 38 61 7.3 1.30 0.11 11.82 35.73 1.70 0.35 0.31 30.96 4 topsoil 8.6 1.11 58.3 2 43 56 6.1 1.65 0.20 8.25 24.83 4.89 0.85 0.53 31.10 subsoil 11.0 1.10 58.5 1 54 45 5.9 1.23 0.11 11.18 25.68 4.07 0.56 0.61 31.34 Waru-waru 1 topsoil 17.1 0.89 66.6 6 23 71 7.3 2.01 0.23 8.74 33.98 2.86 0.88 0.28 39.18 subsoil 9.6 1.12 57.6 6 21 73 7.5 1.50 0.13 11.54 32.10 2.14 0.60 0.27 29.03 2 topsoil 15.6 0.99 62.6 5 43 52 5.8 1.60 0.21 7.62 17.55 4.71 0.37 0.53 23.16 subsoil 15.0 1.00 62.3 5 70 25 5.3 0.92 0.09 10.22 15.59 4.27 0.12 0.62 26.23 Telaga Sat 1 topsoil 10.6 1.10 58.4 1 61 38 6.1 0.87 0.11 7.91 24.02 10.28 0.20 1.52 36.02 subsoil 9.0 1.07 59.8 1 62 37 6.2 0.73 0.07 10.43 25.80 10.33 0.09 2.11 33.73 2 topsoil 11.3 1.14 57.0 3 60 37 6.2 0.88 0.07 12.57 18.72 6.16 0.13 1.25 24.68 subsoil 11.5 1.03 61.2 4 69 27 6.2 0.63 0.05 12.60 20.06 6.60 0.09 1.37 26.61 Gua Macan 1 topsoil 11.6 1.08 59.2 3 48 49 7.1 2.51 0.20 12.55 29.96 2.05 0.60 0.24 33.47 subsoil 12.0 1.09 58.7 4 69 27 6.9 1.84 0.15 12.27 30.05 2.04 0.56 0.25 29.44 2 topsoil 17.9 0.91 65.7 3 30 67 6.1 2.58 0.24 10.75 27.07 4.62 0.28 0.53 34.61 subsoil 11.4 1.18 55.5 2 22 76 6.8 1.47 0.15 9.80 32.35 3.58 0.10 0.51 36.03 Teluk Semut 1 topsoil 11.7 0.94 64.5 4 31 65 6.3 3.47 0.26 13.35 25.14 5.65 0.67 0.36 33.35 subsoil 11.7 1.13 57.5 4 45 51 6.3 1.42 0.11 12.91 26.57 6.12 0.09 0.64 34.15 2 topsoil 13.7 1.07 59.8 6 57 37 6.2 1.92 0.17 11.29 22.26 4.57 0.86 0.28 29.87 subsoil 10.6 1.16 56.3 3 52 45 6.0 1.17 0.10 11.70 22.44 3.28 0.61 0.31 27.04 Air Tawar 1 topsoil 19.9 0.95 64.0 6 25 69 6.5 3.21 0.25 12.84 26.47 3.96 0.95 0.34 33.87

subsoil 11.8 0.95 64.1 3 52 45 6.5 1.70 0.20 8.50 28.35 2.87 0.62 0.38 35.87 Keterangan: AT= air tersedia; KL=kerapatan lindak; RPT=ruang pori total; KTK=kapasitas tukar kation

56

Secara keseluruhan, nilai KTK (kapasitas tukar kation) di lokasi sampling termasuk tinggi di mana pada topsoil memiliki kisaran nilai KTK lebih lebar (23,16 – 39,18 cmol/kg) daripada KTK pada subsoil (26,23 – 36,03 cmol/kg). KTK merupakan sifat kimia tanah yang menjadi salah satu indikator kesuburan tanah karena tanah dengan KTK yang tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah (Hardjowigeno 1992). KTK yang efektif, yaitu paling sedikit 4 meq/kg, diperlukan untuk menahan sebagian besar kation terhadap pencucian, terutama jika kation dapat tukarnya yang ada bersifat basa (Sanchez 1992). KTK yang tergolong tinggi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa tanah di kawasan ini dapat dikatakan tanah yang subur, mendukung laporan Goni et al. (1997). Menurut Hardjowigeno (1992), tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi memiliki KTK lebih tinggi daripada tanah berpasir, dan tanah dengan nilai kejenuhan basa yang tinggi digolongkan tanah yang subur. Kejenuhan basa tinggi disebabkan kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na) yang mudah tercuci belum banyak mengalami proses pencucian atau leaching. Kation-kation inilah yang umumnya merupakan unsur- unsur hara yang diperlukan tumbuhan sehingga kejenuhan basa dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan tanah. Angka kejenuhan basa (KB) dari hasil

analisis mencapai nilai sangat tinggi (≥ 90%), bahkan beberapa sampel

memperlihatkan KB>100%, terutama pada lapisan subsoil. Hasil ini juga memperkuat bukti bahwa lokasi penelitian di CAPS merupakan tanah yang termasuk subur ditunjukkan dari nilai KB yang sangat tinggi.

Individu M. teijsmannii dijumpai lebih banyak pada tanah dengan

kandungan pasir lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang pasirnya rendah (Gambar 12). Kandungan pasir di lokasi penelitian memang sangat rendah dengan kandungan liat dan debu yang tinggi memberikan ruang pori makro yang rendah. Ruang pori makro yang rendah akan menyebabkan tanah lebih menahan air. Sifat M. teijsmannii yang memiliki kecenderungan untuk hidup pada tanah dengan drainase baik membuatnya memerlukan kandungan pasir yang tidak terlalu rendah agar air dapat turun ke lapisan bawah dan tidak menggenang di permukaan, apalagi kandungan liat yang tinggi menyebabkan tingginya ruang pori halus berisi air kapiler dan udara. Hal ini mengimplikasikan bahwa tanah dengan kandungan liat

57

dan debu yang tinggi dan proporsi pasir yang tidak terlalu rendah adalah tanah yang sesuai bagi habitat M. teijsmannii.

Hasil uji korelasi antara kemelimpahan M. teijsmannii dengan variabel edafik di lokasi penelitian menunjukkan korelasi tertinggi pada tekstur pasir dengan r ≥0,90 (Tabel 13). Jumlah individu seluruh fase pertumbuhan spesies ini memiliki hubungan yang paling erat dengan kandungan pasir di antara parameter- parameter kemelimpahan dan variabel tanah yang diuji. Nilai korelasi signifikan diperlihatkan pada jumlah individu pada fase pohon (r = 0.93; p = 0,008), tiang (r = 0.85; p =0.033) dan sapihan (r = 0.90; p = 0.015). Nilai korelasi positif antara jumlah individu semai dengan tekstur pasir menunjukkan korelasi tinggi namun kurang signifikan (r = 0.80; p = 0.057). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berpasir erat hubungannya dengan kolonisasi M. teijsmannii dewasa, atau dapat dianggap bahwa rekrutmen semai menjadi fase-fase dewasa berkaitan dengan tekstur pasir pada substrat di mana spesies berada. Keterkaitan ini dapat menjawab pertanyaan mengapa di lokasi Waru-waru ditemukan lebih banyak individu M. teijsmannii, yaitu karena di lokasi tersebut persentase kandungan pasirnya relatif tinggi dibandingkan di lokasi lain (Tabel 12).

Seluruh parameter kemelimpahan pohon menunjukkan korelasi positif yang signifikan terhadap tekstur pasir, namun tidak demikian dengan kandungan debu dan liatnya. Ini menunjukkan hubungan yang menarik antara organisme dengan substratnya dan dapat menjadi dasar argumen pada adaptasi morfologi akar napas yang menjadi karakter spesies M. teijsmannii (de Wilde 2000). Struktur akar napas antara lain dapat ditemukan pada organisme terestrial yang tumbuh pada kondisi tanah yang anaerobik seperti tergenang atau rawa (Gill & Tomlinson 1978). Kondisi anaerobik atau kurangnya ventilasi udara ini dapat disebabkan oleh kandungan pori-pori kapiler tanah yang terisi oleh air karena jumlah ruang pori mikro yang tinggi berkaitan dengan tingginya kandungan liat dalam tanah (Meyer & Anderson 1954).

Berbeda dengan fase pohon, tiang dan semai yang hanya memiliki korelasi signifikan dengan satu variabel tanah yaitu kandungan pasir, fase sapihan memiliki korelasi kuat dengan beberapa variabel tanah lainnya. Kerapatan dan jumlah individu sapihan berkorelasi erat dengan kandungan pasir (r = 0.84). Telaga Lele

58

memiliki kandungan pasir relatif rendah dibandingkan persentase pasir di lokasi penelitian lainnya. Ada kemungkinan hal inilah yang mempengaruhi tidak dijumpainya individu sapihan di lokasi tersebut (Gambar 8). Selain itu, dominasi fase sapihan yang berdiameter ≤ 3 cm (berdasarkan luas basal area di lokasi penelitian), dan nilai pentingnya dalam komunitas sapihan di lokasi penelitian menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan kandungan C dan N, sementara frekuensi keterdapatannya berkorelasi kuat dengan kandungan K pada tanah. Sebaliknya, nilai penting fase sapihan spesies ini berbanding terbalik dengan kandungan Na tanah di lokasi penelitian. Hal ini mungkin dapat menjelaskan bahwa pada kondisi tanah dengan kandungan C, N dan Na tertentu saja yang sesuai untuk rekrutmen semai menjadi fase sapihan. Fenomena ini terjadi di Telaga Sat, di mana tidak ditemukan individu-individu sapihan karena dilihat dari faktor C dan N tersebut, lokasi ini memiliki kandungan C dan N yang sangat rendah dan paling rendah di antara lokasi penelitian lainnya.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Telaga Lele Waru-waru Telaga Sat Gua Macan Teluk Semut Air Tawar

Lokasi penelitian

C (%) N (%) K (cmol/kg) Pasir (%)

Gambar 12 Beberapa variabel tanah yang berkorelasi nyata dengan

59

Tabel 13 Nilai korelasi antara parameter kemelimpahan M. teijsmannii dengan variabel edafik di lokasi penelitian

Kation dapat tukar (cml/kg) Faktor drainase Tekstur Tanah Fase Parameter

Kemelimpahan

pH

H2O C N C/N Ca Mg K Na KTK KA AT KL RPT Pasir Debu Liat

POHON Jumlah individu -0.10 0.26 0.35 -0.45 -0.22 -0.43 0.38 -0.42 -0.24 -0.23 0.38 -0.34 0.33 *0.93 -0.41 0.28 Dominasi -0.07 0.32 0.42 -0.49 -0.17 -0.48 0.45 -0.47 -0.18 -0.23 0.44 -0.39 0.38 *0.93 -0.45 0.33 Frekuensi -0.08 0.52 0.60 -0.52 -0.11 -0.54 0.62 -0.55 0.07 -0.23 0.48 -0.48 0.47 *0.90 -0.47 0.35 Kerapatan -0.13 0.42 0.47 -0.40 -0.18 -0.48 0.48 -0.49 -0.09 -0.30 0.37 -0.33 0.31 *0.93 -0.43 0.30 INP -0.15 0.57 0.61 -0.39 -0.14 -0.53 0.62 -0.58 0.08 -0.32 0.40 -0.38 0.36 *0.92 -0.46 0.33 H 0.62 -0.02 0.06 -0.32 0.47 -0.25 -0.30 0.01 0.03 -0.24 0.19 0.05 -0.07 -0.15 -0.15 0.18 TIANG Jumlah individu -0.09 0.57 0.65 -0.50 -0.08 -0.52 0.61 -0.52 0.18 -0.24 0.42 -0.47 0.45 *0.85 -0.41 0.30

Dominasi 0.03 0.02 -0.07 0.20 -0.09 -0.24 -0.22 -0.24 -0.50 -0.64 -0.07 0.47 -0.48 0.54 -0.26 0.19 Frekuensi -0.18 -0.10 -0.18 0.22 -0.33 -0.14 -0.20 -0.19 -0.67 -0.50 -0.12 0.41 -0.42 0.70 -0.20 0.10 Kerapatan 0.04 0.11 -0.05 0.43 0.00 -0.21 -0.25 -0.25 -0.34 -0.76 -0.21 0.65 -0.67 0.36 -0.21 0.17 INP -0.07 0.08 -0.08 0.43 -0.13 -0.20 -0.20 -0.27 -0.46 -0.74 -0.20 0.62 -0.64 0.50 -0.24 0.17 H 0.16 -0.79 -0.72 0.05 -0.14 0.30 -0.76 0.45 -0.79 0.13 -0.18 0.32 -0.32 -0.11 0.19 -0.18 SAPIHAN Jumlah individu 0.02 0.47 0.50 -0.31 -0.03 -0.61 0.47 -0.62 -0.12 -0.51 0.43 -0.18 0.17 *0.90 -0.58 0.46

Dominasi 0.25 *0.84 *0.83 -0.35 0.33 -0.77 0.68 -0.77 0.41 -0.60 0.53 -0.27 0.24 0.61 -0.65 0.59 Frekuensi -0.15 0.77 0.79 -0.35 -0.02 -0.60 *0.90 -0.72 0.36 -0.27 0.51 -0.50 0.49 0.76 -0.54 0.45 Kerapatan 0.01 0.64 0.60 -0.17 0.03 -0.65 0.55 -0.71 0.05 -0.63 0.37 -0.09 0.07 *0.84 -0.60 0.49 INP 0.05 *0.86 *0.81 -0.21 0.17 -0.74 0.79 *-0.83 0.34 -0.60 0.49 -0.24 0.22 0.73 -0.67 0.58 H 0.14 0.09 0.33 *-0.86 -0.01 -0.23 0.23 -0.04 0.10 0.28 0.43 -0.71 0.70 0.43 -0.11 0.04 SEMAI Jumlah individu -0.47 0.55 0.47 0.05 -0.33 -0.33 0.68 -0.56 0.06 -0.29 0.16 -0.17 0.16 0.80 -0.35 0.24 Dominasi -0.54 0.17 -0.06 0.72 -0.37 0.07 0.17 -0.23 -0.17 -0.35 -0.33 0.47 -0.46 0.27 -0.04 0.00 Frekuensi -0.52 0.45 0.26 0.45 -0.32 -0.16 0.47 -0.45 0.02 -0.39 -0.11 0.19 -0.19 0.53 -0.21 0.14 Kerapatan -0.50 0.55 0.42 0.22 -0.31 -0.26 0.63 -0.52 0.11 -0.32 0.05 -0.04 0.04 0.65 -0.28 0.19 INP -0.51 0.47 0.30 0.38 -0.34 -0.20 0.51 -0.48 0.00 -0.40 -0.05 0.14 -0.14 0.61 -0.25 0.17 H -0.04 -0.36 -0.24 -0.35 -0.30 0.05 -0.33 0.20 -0.54 0.07 0.00 -0.08 0.07 0.48 0.07 -0.15 Keterangan: KA=kandungan air; AT= air tersedia; KL=kerapatan lindak; RPT=ruang pori total; KTK=kapasitas tukar kation; * signifikan (p≤0.05)

60

5.2.6.2 Faktor klimatik

Derajat keasaman yang langsung diukur di lapangan menunjukkan bahwa kisaran pH di lokasi penelitian termasuk netral dengan kisaran 6.0 – 7.0 (Tabel 14). Tabel 14 Data iklim mikro pada tanah dan udara di lokasi penelitian

TANAH UDARA

Dokumen terkait