• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, karbohidrat (by difference), serat pangan dan aktivitas antioksidan. Hasil uji proksimatjelly drink Spirulinadisajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji proksimatjelly drink Spirulina Parameter Jelly drink Spirulina

komersial Jelly drink Spirulinakultur Jelly drink kontrol Kadar abu 4,22a 5,96a 2,175a Kadar protein 2,20b 0,78a 0,396a Kadar lemak 0,15a 0,45a 0,125a Serat pangan 23,38b 21,89b 17,39a Karbohidrat 70,04a 70,92a 79,92b Antioksidan(IC50) 4818,50a 4899,23a 12428,50a • Hurufsuperscriptyang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (dengan uji

(1) Kadar abu

Menurut Santoso et al. (2007) abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang terbakar dan menjadi zat tidak dapat menguap selama pengabuan. Kadar abu jelly drink Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan denganjelly drink Spirulina komersial dan jelly drink control. Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p <0,05) terhadap kadar abu (Lampiran 11).

Kadar abu pada jelly drink berasal dari rumput laut dan Spirulina. Kadar abu yang cukup tinggi pada jelly drink Spirulina mengindikasikan bahwa minuman ini memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium (Matanjun et al. 2009; Santosoet al. 2006) dan mineral yang terkandung dalam Spirulina platensis yakni Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu (Tokusoglu dan Onal 2003). Mineral dibutuhkan tubuh sebagai zat pembangun dan pengatur. Konsumsijelly drink Spirulina yang memiliki kandungan mineral tinggi ini dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi mineral.

(2) Kadar lemak

Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi tubuh terutama karena merupakan sumber energi dan citarasa. Lemak hewani merupakan sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (Winarno 2008). Hasil pengujian lemak pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial dan jelly drink kontrol. Perbedaan Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak (Lampiran 13).

Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak tersusun atas lemak tidak jenuh dan lemak jenuh. Spirulina mengandung berbagai asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan. Hasil penelitian Tokusoglu dan Onal (2003) menunjukkan bahwa Spirulina mengandung γ-linolenat acid (GLA) yang kadarnya 4,59% dan

(ALA) 0,67%, linolenic acid (LA), eicosapentaeonic (EPA) 2,48%, docosahexaenoic acid(DHA) sebesar 3,04 %, and arachidonic acid(AA) 0,37%. Konsumsi jelly drink Spirulina yang mengandung EPA, DHA dan GLA diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan konsumen.

(3) Kadar protein

Protein memiliki peranan penting bagi tubuh. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain (Kusnandar 2011). Hasil pengujian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur dan jelly drinkkontrol memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan jelly drink Spirulina komersial. Perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar protein.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12 b) diketahui bahwa kadar protein jelly drink Spirulina komersial berbeda nyata dengan jelly drink Spirulina kultur dan kontrol. Spirulina dikultur dengan sistem batch sehingga penurunan jumlah nutrisi lebih cepat terjadi. Hasil penelitian Danesi et al. (2002) menunjukkan bahwai penmabahan media setiap 24 jam pada sistem fad-batch menghasilkan biomassa lebih banyak dibandingkan dengan penmabahan media setiap 48 jam.

Jelly drink yang ditambahkan Spirulina memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink yang beredar di pasaran. Minuman jelly drinkyang beredar di pasaran memiliki kandungan protein yang lebih rendah diduga karena bahan-bahan yang digunakan tidak berpotensi mengandung protein namun apabila dibandingkan dengan minuman sari kacang hijau, kandungan proteinnya masih lebih rendah.

(4) Serat pangan

Nutrien dalam makanan akan mengalami perubahan akibat berbagai macam proses pengolahan. Serat pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Hasil penelitian Hardoko (2008) menunjukkan bahwa serat rumput laut dalam bentuk gel pada konsentrasi 15% dari jumlah ransum mampu menormalkan darah hiperkolesterolemia tikus wistar. Perakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar total serat pangan

(Lampiran 14 a). Uji lanjut Duncan menunjukan bahwa jelly drink Spirulina berbeda nyata dengan jelly drink kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Spirulina memiliki kandungan serat pangan.

Serat pangan terbagi menjadi dua fraksi yaitu serat yang larut dalam air dan serat yang tidak dapat larut air. Jelly drink Spirulina komersial memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,213% dan serat larut air 1,881% sedangkan jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,317% dan serat larut air 1,738%. Kadar serat pangan larut air yang terukur padajelly drinklebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pangan tidak larutnya. Hal ini karena Eucheuma cottonii sebagai salah satu sumber serat pada jelly drink memiliki kandungan serat pangan larut air yang tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Matanjun et al. (2009) yang menyebutkan bahwa kandungan serat larut air Eucheuma cottonii lebih tinggi (18,3%) dibandingkan kandungan serat tidak larutnya (6,8%).

(5) Kadar karbohidrat

Karbohidarat merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Karbohidrat merupakan salah satu polisakarida aldehida atau keton maupun senyawa lain yang menghasilkan aldehida atau keton apabila dihidrolisis. Polisakarida yang sering ditemukan pada tanaman berupa pati dan juga selulosa (Lehninger 1982). menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat (Lampiran 15). Karbohidrat di dalam produk berasal dari polisakarida rumput laut, juga polisakarida Spirulina dalam bentuk selulosa dan juga gula yang ditambahkan.

(6) Aktivitas antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia yang dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan lemak akibat proses oksidasi (Winarti 2010). Antioksidan pada makanan dapat diartikan sebagai bahan tambahan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi pada bahan makanan. Antioksidan banyak dimanfaatkan untuk menghambat atau mengikat radikal bebas.

Radikal bebas diklaim mempunyai peranan penting terhadap kesehatan manusia yaitu dapat mengakibatkan berbagai penyakit misal kanker, hipertensi, serangan jantung dan diabetes. Radikal bebas berasal dari metabolisme tubuh ataupun dari lingkungan. Antioksidan eksternal akan dapat membantu dalam pengikatan radikal bebas (Ghafaret al.2010).

Aktivitas antioksidan dapat diketahui melalui pengukuran absorbansi larutan sampel yang telah ditambah dengan larutan 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH). Mekanisme penangkapan radikal DPPH yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang menyebabkan peredaman warna radikal pikrilhadrazil yang berwarna ungu menjadi piklilhadrazin berwarna kuning (Molyneux 2004). Semakin tinggi kandungan antioksidan dalam bahan maka semakin banyak DPPH yang akan tereduksi. IC50 merupakan kalkulasi persentasi antioksidan yang dibutuhkan untuk mereduksi 50% DPPH yang ditambahkan. Semakin rendah nilai IC50maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya.

Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidannya (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan juga memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian Hardoko (2009) diketahui bahwa Eucheuma spinosum memiliki komponen antioksidan berupa phytol dan squalene. Aktivitas antioksidan dari ekstrak Eucheuma spinosum dengan pelarut etil asetat dengan IC50sebesar 4741,5 ppm.

Produk jelly drink komersial tidak mencantumkan informasi mengenai aktivitas antioksidan, sedangkan jelly drink Spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang rendah namun berasal dari sumber yang alami. Apabila produk jelly drinkkomersial mengandung aktivitas antioksidan diduga sumbernya berasal dari antioksidan sintetik seperti BHT yang pemanfaatannya pada jangka waktu tertentu dikhawatirkan akan dapat memberikan efek buruk bagi tubuh.

Dokumen terkait