• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kultivasi dan karakterisasi biomassa Spirulina platensis

3) Jelly drink Spirulina terpilih berbasis indeks kinerja

4.2.2 Kultivasi dan karakterisasi biomassa Spirulina platensis

Spirulinayang ditambahkan dalam pembuatan jelly drinkadalahSpirulina komersial dan Spirulina kultur. Spirulina yang dikultur di laboratorium dipanen pada umur 17 hari.Spirulina yang ditambahkan berfungsi sebagai sumber zat gizi dan pewarna alami. Kandungan gizi Spirulina platensis berbeda-beda bergantung pada lingkungan, fase serta umur panen bahan baku tersebut. Zat gizi diperlukan tubuh sebagai penyedia energi, untuk pertumbuhan pengaturan serta pemeliharaan proses fisiologis dan biokimia di dalam tubuh. Hasil karakterisasi Spirulina platensisdisajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil karakterisasi biomassaSpirulina platensis

Karakteristik Kandungan (%)

Spirulinakultur Spirulinakomersial Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering

Kadar air 93,15 4,28 Kadar abu 0,95 13,87 5,99 6,26 Kadar protein 3,85 56,20 61,06 63,79 Kadar lemak 1,65 24,09 0,14 0,15 Karbohidrat - Serat kasar - Serat pangan total

0,00 0,77 0,00 11,24 19,14 9,39 20,00 9,81 Antioksidan - IC50(ppm) 1625 931

Kandungan protein dan karbohidrat Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulinakultur, namun kandungan lemaknya lebih rendah. Hal ini diduga karena adanya perbedaan media yang digunakan dalam proses kultivasi. Media yang digunakan untuk kultivasi adalah media teknis terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, EDTA, FeCl3, Urea. ZA, Na2HPO4, dan NaHCO3.

Kandungan protein yang lebih tinggi pada Spirulina komersial diduga karena konsentrasi N pada media yang digunakan untuk kultivasi lebih tinggi sehingga aktivitas metabolisme tetap berlangsung dalam jangka waktu yang optimum. Sumber nitrogen pada media teknis yang digunakan adalah urea (CH4N2O). Costa et al. (2003) menjelaskan bahwa urea mengandung 2 atom nitrogen (46% nitrogen) dan baik untuk pertumbuhan Spirulina selama konsentrasinya kurang dari 1,5 g/L. Sumber nitrogen yang digunakan selama kultivasi yakni CH4N2O sebanyak 0,13 g/L lebih rendah bila dibandingkan kulvitasi yang dilakukan oleh Widlaningsih et al. (2008) yang menggunakan NaNO3 sebanyak 100gr/L. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Raoofet al. (2006), bahwa sumber N merupakan unsur penting bagi pertumbuhan Spirulina platensis dan merupakan level kritis bagi keberadaan nitrogen pada skala masal produksi Spirulina platensis dan dikatakan bahwa semakin rendah konsentrasi nitrogen maka akan semakin rendah pula nilai protein selnya.

Kandungan karbohidrat Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulina kultur diduga karena adanya perbedaan media kultivasi. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Goksan et al. (2007), bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung produksi protein tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Media yang mengalami kekurangan nitrogen selama kultivasi maka produksi karbohidrat akan meningkat sedangkan produksi protein akan mengalami penurunan.

Kandungan lemak Spirulina hasil kultur lebih tinggi bila dibandingkan dengan Spirulina komersial. Hal ini diduga karena adanya perbedaan kondisi lingkungan kultivasi seperti suhu, salinitas dan intensitas cahaya. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) diketahui bahwa suhu media kultivasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan produksi lemak. Qin (2005) juga menjelaskan bahwa intensitas cahaya dan salinitas dapat mempengaruhi produksi lemak. Intensitas cahaya lebih dari 60 W/m2 dan NaCl lebih dari 0,15 M dapat mengakibatkan pengurunan produksi lemak.

Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan (Santoso et al. 2007). Kadar abu Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan Spirulina komersial. Hasil penelitian Widianingsih et al. (2008) menunjukkan bahwa keberadaan unsur mineral dalam media kultur dapat mempengaruhi kadar abu. Spirulina hasil kultur dikultivasi menggunakan media teknis yang mengandung bahan pengisi. Hal ini mengakibatkan media sukar larut sempurna terutama NaHCO3.Apabila proses pencucian yang dilakukan kurang bersih maka dimungkinkan adanya media yang terikut dan menambah kadar abu dalam bahan baku.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mengikat radikal bebas penyebab beberapa penyakit degeneratif, karsiogenik dan juga penuaan (Jeong et al. 2004). Spirulina komersial maupun Spirulina hasil kultur mempunyai aktivitas antioksidan dengan IC50 (Inhibitor Concentration 50%) berturut-turut adalah 931 ppm dan 1625 ppm. Nilai IC50 menggambarkan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Bahan dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat apabila memiliki IC50kurang dari 50 ppm dan dikatakan lemah apabila lebih dari 200 ppm (Blois 1958 dalam Molyneux 2004). Hal ini menunjukkan bahwa Spirulina

komersial maupun Spirulina kultur mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah.

Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, betakaroten, tokoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium

yang terkandung dalam fikosianian memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal superoksidase dan hydrogen peroksida (Merdekawati dan Susanto 2009). Tingginya nilai IC50 pada Spirulina kultur mengindikasikan bahwa kandungan komponen antioksidannya lebih rendah.

Kadar nitrogen dalam media kultur dan juga suhu kulvitasi berpengaruh terhadap sintesis komponen fenol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) menunjukkan bahwa kandungan fenol yang tinggi didapatkan pada kultur dengan penambahan sodium nitrat sebanyak 1,875 g/L atau 2,5 g/L dan suhu 35oC. Apabila kadarnya berkurang atau berada dibawah standar maka proses sintesis fikosianin dan komponen lain akan terganggu. Kultivasi yang dilakukan dilaboratorium menggunakan sumber N sebanyak 0,13 g/L dengan suhu 29oC. Hal inilah yang diduga manjadi penyebab rendahnya aktivitas antioksidan Spirulinahasil kultur.

Aktivitas antioksidan yang rendah padaSpirulinahasil kultur diduga karena sampel yang digunakan tidak diekstrak terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian Herrero et al. (2004) diketahui Spirulina yang diekstrak menggunakan etanol memiliki nilai IC50 sebesar 91,4 ppm dan rendemen yang didapat lebih besar dibandingkan pelarut heksan dan petroleum eter.

4.3 Penelitian Utama Tahap 2

Konsentrasi Spirulina hasil kultur yang ditambahkan ke dalam jelly drink merupakan konsentrasi terpilih atau formula terpilih hasil penelitian tahap 1. Pengujian yang dilakukan pada tahap ini yakni uji hedonik, uji proksimat, uji aktivitas antioksidan dan perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan uji kepentingan didapatkan formula terpilih yaitu penambahan Spirulina0,4%. Pada tahap ini dilakukan pembuatanjelly drink dengan perlakuan penambahan Spirulina 0% (kontrol), penambahan Spirulina komersial 0,4% dan penambahan Spirulina hasil kultur 0,4%. Pengujian yang dilakukan meliputi uji

hedonik, uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadat protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), uji kadar serat pangan, dan uji aktivitas antioksidan.

1) Uji sensori

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui daya terima atau tingkat kesukaan panelis terhadap jelly drink yang ditambah Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultur. Faktor utama yang diperhatikan adalah parameter sensori dari rasa dan warna karena parameter tersebut yang paling diperhatikan konsumen ketika akan memilih suatu minuman. Parameter sensori lain seperti aroma, penampakan, daya sedot tetap menjadi pertimbangan dalam penentuan formula terbaik darijelly drink Spirulina.

(1) Penampakan

Penampakan merupakan faktor utama yang memegang peranan penting terhadap penerimaan konsumen, karena penampakan akan mempengaruhi penilaian awal dari suatu produk. Penampakan bersifat subjektif bergantung pada produk dan tingkat kesukaan konsumen. Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulinadisajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Nilai rata-rata kesukaan penampakanjelly drink Spirulina.Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Berdasarkan uji hedonik yang telah dilakukan dikehui bahwa nilai rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan jelly drink Spirulina berkisar antara 5,73-6,17 (netral hingga agak suka). Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap penampakan jelly drink (Lampiran 9). Jelly drink yang ditambah Spirulina 0,4% memiliki warna hijau sedangkan jelly drink kontrol memiliki warna kuning kecokelatan. Warna alami

Spirulina yang menghasilkan warna hijau diharapkan dapat meningkatkan kesukaan terhadap penampakanjelly drink.

(2) Aroma

Aroma merupakan salah satu kriteria yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Nilai kesukaan panelis terhadap suatu produk bersifat subjektif tergantung produk dan juga tingkat kesukaan panelis. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jelly drink berkisar antara 5,33-6,23 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan aromajelly drinkdisajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina yang ditambahkan (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap tingkat kesukaan panelis pada aromajelly drink (Lampiran 9). Aroma jelly drink Spirulina yang kurang disukai diduga karena adanya peningkatan fraksi nitrogen non protein pada jelly drink Spirulina. Nitrogen non protein tersusun atas peptida, urea, amoniak, asam amino bebas (Carratu et al. 2003). Penambahan essence leci sebesar 0,1% belum dapat menutupi aroma amis dari Spirulina sehingga perlu peningkatan konsentrasi essenceataupun penggantianessenceyang lebih sesuai.

(3) Warna

Warna merupakan salah satu unsur hidup yang yang mewakili unsur visual. Warna menjadi simbol yang memberi informasi produk dan alat komunikasi untuk memasarkan suatu produk. Warna dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap flavor suatu produk (Garberet al.2000). Warnajelly drink Spirulina yang berasal dari kandungan klorofil dan fikosianian Spirulina

juga dapat mempengaruhi persepsi panelis. Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drinkdisajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05) terhadap nilai kesukaan warna jelly drink (Lampiran 9). Jelly drink yang ditambah dengan Spirulina kultur memiliki warna hijau lebih cerah bila dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial yang memiliki warna hijau kecoklatan. Spirulina komersial berbentuk serbuk dan berwarna hijau agak cokelat yang diduga disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan.

Pengeringan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi warna Spirulina. Berdasarkan hasil penelitian Muhammad (2007) diketahui bahwa pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan degradasi pigmen fikosianin dan klorofil. Hal yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Koca et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses pemanasan pada suhu 70 oC akan mengakibatkan degradari klorofil dan kecepatan reaksi degradasinya akan semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu pemanasan.

(4) Rasa

Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan. Rasa merupakan salah satu faktor yang sangat diperhatikan oleh konsumen. Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulinadisajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina (komersial dan kultur) yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda (p>0,05) terhadap rasa jelly drink (Lampiran 9). Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa jelly drink berkisar antara 5,23–6,43 (netral hingga agak suka). Uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan penambahan Spirulina kultur 0,4 % namun penambahan Spirulina komersial 0,4% tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulinakultur 0,4%.

Rasa jelly drinkberasal dari penambahan gula, essence leci dan rasa khas Spirulina. Jelly drink kontrol lebih disukai dibandingkan dengan jelly drink yang ditambahSpirulina karena komponen rasa yang berpengaruh hanya gula dan leci, sedangkan padajelly drinkyang ditambahSpirulinaterdapat rasa tambahan yakni rasa khasSpirulina. Jelly drinkyang ditambahSpirulina hasil kultur maupunjelly drink yang ditambah Spirulina komersial memiliki tingkat kesukaan rasa yang sama diduga karena faktor yang mempengaruhi rasa jumlah dan jenisnya sama.

(5) Daya sedot

Salah satu parameter yang diperhatikan dalam penentuan formula jelly drink adalah daya sedot. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap daya sedot berkisar antara 5,57-6,07 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan daya sedotjelly drink disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai kesukaan daya sedot jelly drink (Lampiran 9).Panelis lebih menyukai jelly drink kontrol dimungkinkan karena teksturnya yang lebih mudah disedot. Spirulina mengandung makromolekul seperti protein yang dapat berinteraksi dengan karagenan yang terkandung dalam rumput laut. Winarno (2008) menyatakan bahwa karagenan dapat berinteraksi dengan makromolekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan.

Dokumen terkait