• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Jelly Drink Berbasis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di Negara berkembang telah mendorong terjadinya perubahan standar hidup, pelayanan terhadap masyarakat, serta perubahan gaya hidup, dari traditional life stylemenjadisedentary life style. Gaya hidup ini ditandai dengan kurangnya aktivitas fisik serta penyimpangan pola makan yakni asupan cenderung tinggi energi dan rendah serat (dapat dikategorikan malnutrisi) yang memicu obesitas dan berimplikasi pada timbulnya penyakit degeneratif.

Malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati di negara-negara maju yang sering dikaitkan dengan meningkatnya angka obesitas. Anggraini (2008) menjelaskan bahwa obesitas merupakan keadaan dimana cadangan energi banyak disimpan dalam jaringan lemak sehingga akan meningkatkan berat badan jauh melebihi berat badan normal. Berlebihnya berat badan seseorang akan menambah tugas jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Obesitas juga dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif misalnya diabetes, kanker, ginjal dan lain-lain. Faktor lain yang dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif selain obesitas adalah radikal bebas.

Radikal bebas yang dihasilkan di dalam tubuh berasal dari berbagai proses metabolisme zat gizi. Radikal bebas di dalam tubuh juga disebabkan oleh polusi lingkungan, asap rokok dan mobil, bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida dan bahan tambahan lainnya). Usaha pencegahan penyakit degeneratif akibat radikal bebas dapat dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan sehingga terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh termasuk antioksidan (Winarti 2010). Bahan pangan lainya yang memiliki peran penting dalam mencegah timbulnya penyakit degeneratif namun tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan adalah serat pangan.

(2)

tentang serat rumput laut (Eucheuma cottonii) dalam bentuk gel pada konsentrasi 15% dari jumlah ransum mampu menormalkan darah hiperkolesterolemia tikus wistar. Rumput laut (Eucheuma cottonii) memiliki mineral yang cukup tinggi dan berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Matanjun et al. (2009) diketahui bahwa Eucheuma cottonii memiliki kandungan serat pangan 25 % dan kadar abu 46,19 %. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium. Komponen lain yang dimiliki oleh Eucheuma cottoniiselain serat dan mineral adalah vitamin dan pigmen alami.

Eucheuma cottonii merupakan alga merah yang memiliki warna talus berwarna warni disebabkan adanya komposisi pigmen yang terdiri dari klorofil a, klorofil d dan fikobiliprotein. Pigmen alami ini mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan (Merdekawati dan Susanto 2009). Sampai saat ini kendala pemanfaatan Eucheuma cottoniibaik segar maupun olahan adalah aroma khas rumput laut yang dianggap kurang menarik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah diversifikasi Eucheuma cottonii menjadi makanan ataupun minuman yang digemari oleh masyarakat sebagai contoh jelly drinkdengan aroma tertentu.

Jelly drink merupakan salah satu minuman, yang memanfaatkan karagenan dari rumput laut Eucheuma sp. sebagai gelling agent, yang digemari oleh semua kalangan baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Fungsi karagenan sebagai gelling agent ini dapat diganti dengan rumput laut (Eucheuma cottonii) segar maupun kering. Pemanfaatan Eucheuma cottonii dalam pembuatan jelly drink akan lebih menguntungkan dibandingkan pemanfaatan karagenan karena Eucheuma cottonii memiliki kandungan gizi, pigmen alami dan komponen bioaktif masih lengkap dibandingkan karagenan.

(3)

Spirulina merupakan makanan tradisional masyarakat Mexico dan Afrika. Spirulina memiliki dinding sel yang lembut yang terbentuk dari gula dan protein. Estrada et al. (2001) menyebutkan bahwa Spirulina mengandung 62% protein dan kaya akan vitamin B12, karotenoid serta fikosianin dan alofikosianin yang bermanfaat untuk kesehatan. Penambahan Spirulina pada minuman jelly dapat digunakan sebagai sumber protein, antioksidan alami, dan juga pewarna alami. Penelitian tentang jelly drink Spirulina perlu dilakukan karena dapat meningkatkan kandungan gizi jelly drink dan mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.

Pengembangan jelly drink Spirulina diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan konsumsi rumput laut dan Spirulina oleh masyarakat Indonesia. Peningkatan konsumsi jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina dalam jangka panjang diharapkan dapat membantu peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

1.2 Tujuan

(4)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jelly Drink

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, kebutuhan akan pangan yang tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan gizi tetapi bermanfaat bagi kesehatan juga semakin meningkat. Fenomena ini melahirkan suatu konsep pangan fungsional. Siro et al. (2008) mendefinisikan pangan fungsional sebagai “produk makanan yang tidak hanya

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia tetapi juga berfungsi untuk menurunkan resiko terjadinya penyakit.

Muchtadi (2004) menyatakan bahwa makanan atau minuman dikatakan mempunyai sifat fungsional apabila mengandung komponen zat gizi (protein, asam lemak, vitamin dan mineral) dan komponen non gizi (serat pangan, oligosakarida, senyawa fenol dan sebagainya) yang dapat mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh, tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan. Pangan fungsional memiliki tiga fungsi dasar yaitu :

1) Secara sensori memiliki warna dan penampakan yang menarik serta citarasa yang enak

2) Bergizi tinggi (nutritional)

3) Memberikan pengaruh fisiologis menguntungkan bagi tubuh (physiological)

(5)

Minumanjellymerupakan salah satu produk cairan yang berbentuk gel yang mudah disedot, kenyal, bisa dikonsumsi sebagai penunda rasa lapar. Gel dapat terbentuk melalui mekanisme pembentukan junction zone oleh hidrokoloid (seperti karagenan) bersama dengan gula dan asam. Minuman ini memiliki tingkat kekentalan diantara sari buah dan jelly(Zega 2010). Jelly drink dapat bermanfaat untuk memperlancar pencernaan karena produk ini memiliki kandungan serat sehingga dapat juga dikategorikan sebagai minuman fungsional.

Jelly drink dapat dibuat dengan menambahkan gelling agent seperti jelly powder, yaitu bahan pangan yang berbentuk tepung, terdiri dari hidrokoloid yang dapat membentuk gel. Jelly powder yang dapat digunakan dalam proses pembuatan jelly drink dapat berupa gum dan konjak. Selainjelly powderdapat pula digunakan hidrokoloid lain sebagai gelling agent seperti rumput laut. Jelly drinkdapat digolongkan ke dalam minuman ringan. Minuman ringan merupakan minuman penyegar yang umumnya mengandung atau tidak mengandung karbonat, pemanis, asam atau flavor. Komponen penyusun minuman jelly disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komponen penyusun minumanjelly

Komponen Jumlah (%)

(6)

Phylum : Rhodophyta

Eucheuma cottonii yang selama ini lebih dikenal oleh pembudidaya rumput laut adalah sinonim dari nama Kappaphycus alvarezii. Parenrengi & Sulaeman (2007) menyebutkan bahwa pergantian nama secara taksonomi ini didasarkan pada tipe kandungan karagenan yang dihasilkan yakni kappa-karagenan. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis alga merah yang memiliki ciri diantaranya thallus silindris, permukaan licin, warna hijau kekuningan, coklat atau merah dengan pigmen utama klorofil, karotenoid dan fikosianin.

Klorofil telah banyak dimanfaatkan dalam makanan maupun minuman. Klorofil diyakini dapat membantu penyerapan nutrisi, membersihkan sistem peredaran darah, antikanker, antioksidan, antihipertensi, antibakteri, memperbaiki fungsi hati, menurunkan kadar kolesterol darah dan lain-lain (Merdekawati dan Sudanto 2009). Komponen lain yang dimiliki rumput laut antara lain protein, mineral dan vitamin. Komposisi Eucheuma cottonii dalam bentuk kering disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimiaEucheuma cottonii

(7)

Eucheuma cottonii dengan kandungan polisakarida yang cukup besar merupakan salah satu sumber serat pangan yang potensial. Saat ini konsumsi serat pangan di Indonesia masih didominasi bahan asal tanaman darat. Rumput laut mengandung hidrokoloid dan senyawa farmaseutikal. Hasil penelitian Matanjun et al. (2009) menunjukkan bahwa kandungan serat larut air dari Eucheuma cottonii jauh lebih tinggi (18.3%) dibandingkan dengan serat tidak larut air (6,8%).

Pemanfatan rumput laut dalam pembuatan makanan maupun minuman selain sebagai sumber serat juga sebagai bahan pengental. Eucheuma cottonii lebih dikenal sebagai penghasil karagenan. Karagenan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari jenis karagenofit misal Eucheuma cottonii (Anggadiredja et al. 2011). Bawa et al. (2007) telah mengisolasi karagenan dari Eucheuma cottonii dengan perlakuan berbagai pH. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa karagenan yang diektrak dengan pH 8,5 dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH 7,5 dan pH 8 namun terjadi penurunan rendemen dengan peningkatan pH lebih dari 8,5. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan gel dari rumput laut akan lebih baik apabila pHnya netral dan menuju basa.

Karagenan yang terdapat di dalam rumput laut akan dapat berinteraksi dengan makro molekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan. Hasil interaksi karagenan dengan protein sangat bergantung pada pH larutan serta pH isoelektrik dari protein (Winarno 2008).

2.3Spirulina platensis

(8)

Hasil uji proksimat yang dilakukan oleh Tokusoglu & Onal. (2003) menunjukkan bahwa Spirulina memiliki kadar air sebesar 3,76%, kadar abu sebesar 8,44%, protein kasar 62%, lemak kasar 7,42% , karbohidrat 15,35% dan energi 1573,27 dianalisis per 100 g berat kering. Zat berpotensi lainnya ialah

γ-linolenat acid (GLA) yang kadarnya 4,59% dan diketahui bermanfaat bagi

penderita hiperkolesterolemia dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA) 0,67%, linolenic acid (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic (EPA) 2,48%, docosahexaenoic acid(DHA) 3,04%, and arachidonic acid (AA) sebesar 0,37%. Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Mineral yang ditemukan pada Spirulina diantaranya adalah Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu. Shuda & Kavimani (2011) menyatakan bahwa disamping γ-linolenic acid, juga masih banyakphytocemicallain yang baik untuk kesehatan.Spirulina juga mengandung phycosianin (7% dari basis keringnya), polisakarida dan juga antioksidan.

Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, β-croten, tocoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium

yang terkandung dalam fikosianin memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal superoksidase dan hydrogen peroksida. Fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang mampu menangkap radiasi yang tersedia dari matahari secara efisien dan bermanfaat dalam proses fotosintesis. Fikosianin berwarna hijau cerah dan larut dalam air (Merdekawati & Susanto 2009). Fikosianin dapat berfungsi sebagai peningkat daya tahan tubuh serta timbulnya kanker. Pigmen ini dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman, kosmetika dan obat-obatan khususnya sebagai pengganti pewarna sintetik dan mampu mengurangi obesitas (Arlyza 2005).

(9)

Konsumsi suplemen Spirulina sebanyak 10 tablet/hari masih diperbolehkan karena di dalam 10 tablet tersebut hanya mengandung 1,2 g asam nukleat.

Riyono (2008) menyatakan bahwa Spirulina memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100% bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Spirulina merupakan makanan paling alkali dibandingkan sayuran dan buah lain sehingga dapat mencegah dan mengatasi gangguan pencernaan terutama masalah lambung. Menurut Majahan (2010) protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim yang membantu dalam proses pencernaan.

Spirulina merupakan sumber protein yang potensial. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain. Aplikasi sifat fungsional protein dalam produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air, ion, pH, suhu, lemak, gula dan perlakuan pengolahan (pendinginan, pemanasan, pengadukan dan modifikasi kimia). Jenis-jenis protein seperti albumin, globulin, prolamin, dan glutein dapat larut dalam air. Proses pemanasan akan mengakibatkan denaturasi protein. Pemanasan pada suhu 55-75 oC umumnya menyebabkan denaturasi protein (Kusnandar 2011).

2.4 Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan dapat didefinisikan sebagai komponen baik yang sengaja ditambahkan maupun tidak yang dapat mempengaruhi karakteristik makanan. Bahan tambahan makanan yang digunakan dalam pembuatan jelly drink Spirulinayaitu gula danessence. Sukrosa digunakan sebagai pemanis dalam minuman sedangkanessencedigunakan untuk menutupi aroma dariSpirulina. 2.4.1 Gula

(10)

senyawa kelompok disakarida yang banyak ditemukan adalah sukrosa (gula tebu), laktosa dan maltose (Kusnandar 2011).

Gula sederhana dapat memberikan rasa manis di mulut. Sukrosa merupakan disakarida yang sering dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan. Sukrosa banyak ditemukan pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Sukrosa lebih manis dibandingkan dengan glukosa, laktosa, xilosa, galaktosa, maltosa dan gula invert. Fruktosa sedikit lebih tinggi tingkat kemanisannya dibandingkan sukrosa (Winarno 2008). Pemanis buatan, seperti aspartam, siklamat dan sakarin memiliki tingkat kemanisan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sukrosa. Pada suhu 50 oC, kelarutan sukrosa per 100 ml air adalah 72,2 g. Apabila sukrosa dipanaskan diatas suhu lelehnya (>170 oC) maka akan terjadi reaksi karamelisasi (Kusnandar 2011).

2.4.2Essence

Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap makanan dan minuman. Essence atau cita tasa tiruan secara alami terdapat dalam bahan makanan. Essence digolongkan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas aroma. Essence dibagi menjadi dua jenis yakni essencealami dan buatan. Essencebuatan dapat dibentuk dari senyawa–senyawa ester tertentu yang mempunyai aroma menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanilin memberikan aroma serupa dengan ekstrak panili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan nenas (Winarno 2008). Essence banyak dimanfaatkan dalam makanan dan minuman untuk mempertegas aroma yang diharapkan. Aroma yang dihasilkan oleh buah ataupun bahan alami yang lain memiliki kekurangan yaitu tidak stabil dalam penyimpanan.

2.5 Antioksidan

(11)

menyebabkan peningkatan resiko penyakit kronik seperti kanker dan kardiovaskular.

Radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS) dapat dieliminir secara enzimatis (antioksidan internal) maupun non enzimatis (antioksidan eksternal) seperti system glutation, asam askorbat, polisakarida dan protein (Madhyastha dan Vatsala 2009). Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia yang dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan lemak akibat proses oksidasi (Winarti 2010). Sejalan dengan pertambahan usia, kemampuan tubuh untuk menghasilkan antioksidan akan berkurang sehingga diperlukan antioksidan eksternal.

Jeong et al. (2004) menyatakan bahwa antioksidan sintetik seperti butylated hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene dan tertiary butylhydroquinone dapat ditambahkan dalam makanan untuk mencegah terjadinya oksidasi. Meskipun demikian, penggunaan antioksidan sintesis memiliki resiko karena dapat bersifat toksik dan juga menyebabkan karsinogenik. Antioksidan alami seperti flavonoid, tannin, coumarins, curcuminoids, xanthon, penolik, dan terpenoid dapat ditemukan pada tanaman seperti buah, daun dan minyak tanaman. Komponen fenol merupakan salah satu antioksidan yang tidak hanya mampu mendonorkan hidrogen atau elektron tetapi juga mampu mencegah oksidasi pada beberapa ingredien makanan, asam lemak dan juga minyak.

(12)

RH + O2 R* + OOH Asam lemak tidak jenuh Oksigen Radikal bebas

R* + O2 ROO*

Radikal bebas Oksigen Peroksida aktif Gambar 1 Pembentukan radikal bebas.

Apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak mengandung antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan ikatan rangkap lemak. Apabila ditambah suatu antioksidan maka peroksida aktif akan bereaksi dengan antioksidan tersebut. Dengan demikian pembentukan radikal bebas dapat dihentikan dengan penambahan suatu antioksidan (Winarti 2010). 2.6 Serat pangan

Serat pangan lebih dikenal sebagai serat diet atau dietary fiber adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia. Beristain et al. (2006) menyatakan bahwa serat pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Konsumsi makanan yang memiliki serat tinggi dapat mereduksi total plasma dan LDL kolesterol serta dapat membantu pergerakan sisa makanan dalam saluran pencernaan.

Serat pangan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber). Serat pangan merupakan karbohidrat komplek yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim percernaan dan tidak dapat diserap oleh sistem pencernaan manusia. Serat kasar merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan kimia (H2SO4 dan NaOH) (Winarti 2010).

(13)

bahwa kolesterol merupakan metabolisme awal terbentuknya bahan baku pembentukan garam empedu dalam tubuh dan berperan dalam pembuangan lemak melalui feses.

2.7 Angka Kecukupan Gizi (AKG)

(14)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2012 di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 2, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Analisis Mutu dan Keamanan Pangan, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan jelly drink rumput laut dan Spirulina adalah rumput laut (Eucheuma cottonii), Spirulina, gula, air untuk pengolahan dan essence leci. Rumput laut (Eucheuma cottonii) yang digunakan didapatkan dari pasar Anyar, bibit Spirulina platensisdidapatkan dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara danSpirulinakomersial diperoleh dari PT Trans Pangan Spirulindo Jepara. Bahan-bahan untuk analisis meliputi H2SO4, HCl, NaOH, heksan, 2.2-Dipenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH), methanol pro analisis dan bahan analisis serat pangan. Alat–alat yang dipergunakan antara lain timbangan, kompor, panci, desikator, cawan porselen, oven, tanur, timbangan digital, labu kjehdahl, tabung soxhlet, buret.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dibagi menjadi 2 tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah pembuatan jelly drink dengan perlakuan konsentrasi rumput laut (Eucheuma cottonii). Penelitian utama tahap 1 meliputi proses pembuatan jelly drink dengan perlakuan konsentrasi Spirulina komersial untuk mendapatkan formula terpilih yang selanjutnya akan digunakan untuk pembuatan jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur serta proses kultivasi Spirulina platensis. Penelitian utama tahap 2 yang dilakukan meliputi pembuatan jelly drink dengan penambahan Spirulina hasil kultur, karakterisasi kimia dan perhitungan angka kecukupan gizi (AKG).

(15)

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan jelly drinkrumput laut yang disukai oleh konsumen yang diwakili oleh 30 orang panelis semi terlatih. Konsentrasi rumput laut yang digunakan pada tahap ini yakni 5%, 7% dan 9%. Proses pembuatan minuman rumput laut dengan konsentrasi rumput laut yang berbeda-beda diawali dengan pencucian rumput hingga bersih, ditimbang dan dihaluskan. Rumput laut dengan konsentrasi 5%, 7% dan 9% yang telah dihaluskan masing-masing dituang ke dalam panci, ditambah gula dan air lalu di masak selama 30 menit. Minuman kemudian disaring, didinginkan dan kemudian dilakukan proses pengemasan. Minuman yang telah dibuat selanjutnya di uji hedonik dengan parameter daya sedot untuk mendapatkan formula terpilih dan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir proses pembuatan minuman rumput laut dapat dilihat pada Gambar 2 dan formula jelly drink disajikan pada Tabel 3.

Gambar 2 Proses pembuatan jelly drinkrumput laut (Trilaksani 2012). Jelly drinkrumput laut

Penambahan air dan pemasakan 30 menit

Pengemasan dalamcupdan penutupancup Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70oC Penghancuran

Pencucian dan pengecilan ukuran

Penambahan rumput laut

Penyimpanan dingin Rumput laut basah

(16)

Tabel 3 Formulasijelly drinkperlakuan konsentrasi rumput laut

Bahan A B C

Air 2600 gr (85%) 2600 gr (83%) 2600 gr (82%) Rumput laut 155 gr (5%) 205 gr (7%) 255 gr (9%) Gula 300 gr (10%) 300 gr (10%) 300 gr (9%) 3.3.2 Penelitian utama tahap 1

Penelitian utama tahap 1 terdiri dari formulasi jelly drink Spirulina komersial untuk mendapatkan formula terpilih dan juga kultivasi Spirulina platensis.BiomassaSpirulinahasil kultivasi kemudian diuji secara kimia.

1. Formulasijelly drink Spirulinakomersial

Proses formulasi jelly drink dilakukan dengan mencampurkan bahan – bahan yang telah dipersiapkan. Konsentrasi rumput laut yang digunakan merupakan konsentrasi terbaik hasil penelitian pendahuluan. Pada tahap ini ditambahkan Spirulina komersial dengan konsentrasi yakni 0,2%; 0,4% dan 0,6%. Diagram alir pembuatan jelly drink Spirulinadisajikan pada Gambar 3 dan formulajelly drink Spirulinadisajikan pada Tabel 4.

Gambar 3 Proses pembuatanJelly drink Spirulinakomersial (Modifikasi Trilaksani 2012).

Jelly drink Spirulina

Penambahan air dan pemasakan 30 menit

PenambahanessencedanSpirulina(0,2; 0,4; 0,6%) * Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70oC Penghancuran

Pencucian dan pengecilan ukuran

Penambahan rumput laut

Pengemasan dan penyimpanan dalam kulkas Rumput laut basah

(17)

Tabel 4 Formulasijelly drink Spirulinakomersial

Bahan Formula

A B B

Jelly drinkpenelitian pendahuluan

498,0g (99,6%) 497,0g (99,5%) 498,0 g (99,3%) Spirulina 1,0g (0,2%) 1,0g (0,4%) 1,0 g (0,6%) Pasta leci 0,5g (0,1%) 0,5 g (0,1%) 0,5 g (0,1%)

2. Kultivasi dan karakterisasi biomassaSpirulina platensis

Kultivasi dilakukan secara bertahap dari skada 2,5 L hingga 100 L. Media yang digunakan untuk kultivasi adalah media teknis terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, EDTA, FeCl3, Urea. ZA, Na2HPO4, dan NaHCO3. Bibit yang digunakan berasal dari Jepara dengan media walne yang kemudian di scale up di laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Langkah-langkah kultivasi adalah sebagai berikut:

1 Persiapan alat, dan media yang meliputi: tempat kultur disterilisasi dengan menggunakan desinfektan. Pengecekan salinitas dan pH air laut, klorinasi dan penambahan tiosulfat serta penyaringan ait laut.

2 Kultivasi dimulai dengan pemasukan air laut ke dalam wadah kultivasi dan penambahan nutrien. Setelah media siap, ditambahkan bibit sebanyak 10-15 % dan dipasang aerator untuk membantu sirkulasi O2. Kultivasi dilakukan hingga mencapai fase stasioner awal.

3 Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring biomassa menggunakan kain plankton net. Biomassa ditampung kemudian disaring dan dibilas menggunakan akuades.

Biomassa hasil kultivasi dikeringkan pada suhu ruang dengan bantuan kipas angin. Spirulina platensis komersial dan Spirulina platensis hasil kultivasi selanjutnya dianalisis proksimat, antioksidan dan serat pangan.

3.3.3 Penelitian Tahap 2

(18)

konsentrasi terpilih berdasarkan uji Bayes. Diagram alir pembuatan jelly drink Spirulinadisajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses pembuatan jelly drink Spirulina(Modifikasi Trilaksani 2012).

3.4 Prosedur Analisis

Produk terpilih kemudian dianalisis tingkat kesukaan melalui uji hedonik dan analisis kimia. Analisis kimia yang dilakukan yaitu analisis proksimat, analisis serat dan aktivitas antioksidan.

3.4.1 Uji sensori

Uji sensori dilakukan untuk menilai mutu produk yang telah mengalami proses pengolahan. Uji sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakanStatistical Package for Social

Gula pasir

Jelly drink Spirulina

Penambahan air dan pemasakan 30 menit

Penambahanessence, spirulinakomersial dan spirulina hasil kultivasi dengan konsentrasi

terpilih (hasil penelitian sebelumnya)(*) Penyaringan dan penurunan suhu hingga 70oC Rumput laut basah

Penghancuran

Pencucian dan pengecilan ukuran

Penambahan rumput laut

(19)

Science (SPSS). Pengujian hedonik ini dilakukan untuk mencari rasa, aroma, warna, penampakan dan daya sedot terbaik.

3.5.2 Analisis kimia

1) Analisis kadar air (BSN 2006)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Sampel yang akan diuji kemudian ditimbang sebanyak 1-2 g. Cawan berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dijaga kelembabannya dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:

= ( ) ( )

( ) 100%

2) Analisis kadar abu (BSN 2006)

Cawan dan sampel dari pengujian kadar air kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dengan suhu 600 oC kurang lebih 6 jam. Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan dan kemudian cawan ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

= ( )

( ) 100%

3) Analisis protein (BSN 2006)

Tahap- tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjelhdal. Selanjutnya ditambahkan selenium dan 3 ml H2SO4ke dalam tabung. Tabung yang berisi larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410oC hingga larutan berwarna bening.

(2) Tahap destilasi

(20)

tetes indikator (methyl red dan brom creosol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warna larutan di dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

% =( ) 0.1 14.007 100%

= % 6.25

4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dan dialiri dengan air pendingin melalui kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama 8 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 2 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Berat residu dalam labu lemak dinyatakan sebagai berat lemak. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= ( )

( ) 100%

5) Kadar serat pangan (Sulaemanet al.1993)

Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penentuan kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF).

• Persiapan sampel

(21)

b) Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl.

c) Sebanyak 100 µL termamyl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu.

d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 mL air destilat dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu

40oC dan selama 60 menit.

f) Sebanyak 20 ml air destilat ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.

g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 60 menit sambil diagitasi.

h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5

i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilat dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk menentukan serat pangan larut.

• Penentuan serat pangan tidak larut (IDF)

a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).

b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 550oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (II).

• Penentuan serat pangan larut (SDF)

(22)

b) Sebanyak 400 mL etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan diendapkan selama 1 jam.

c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 78%, 2 x 10 mL etanol 95% dan aseton 2 x 10 mL.

d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam (sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).

c) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2).

• Penentuan serat pangan total (TDF)

Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan baru. • Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF

Nilai IDF (%) = x 100%

Nilai IDF (%) = x 100%

Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%) Keterangan :

W= Berat sampel (g) D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g) B= Berat blanko bebas serat (g) I= Berat setelah diabukan (g)

6) Uji aktivitas antioksidan (Molyneux 2004)

Biomassa kering Spirulina platensis dan jelly drink Spirulina dilarutkan dalam metanol p.a. dengan konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari.

(23)

blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Aktivitas antioksidan dari masing-masing contoh dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

% inhibisi = (Absorban blanko–Absorban contoh) x 100% Absorban blanko

Nilai konsentrasi contoh (bahan baku dan produk) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-masing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh (ekstrak) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. 3.5 Pemilihanjelly drinkterbaik dengan uji indeks kinerja (Marimin 2004)

Penentuan formulasi jelly drink terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja (metode bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria.

Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif sering disederhanakan menjadi :

Total nilai = nilai ij (Kritj)

Keterangan :

Total nilai = total nilai akhir dari alternatif ke–i Nilaiij= Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Kritj= tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j i = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatif

(24)

Pemilihanjelly drink terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori (daya sedot, penampakan, aroma, warna, dan rasa). Nilai kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis. Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode Bayes.

3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama tahap 1 adalah rancangan acak lengkap yang mengacu pada Mattjik dan Jaya (2006). Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan. Model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan adalah:

Ŷij = µ + αi + εij

Dimana :

Ŷij = respon yang diamati

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

(25)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah formulasi jelly drink dengan perlakuan konsentrasi rumput laut (5%, 7% dan 9%). Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap formula awal jelly drink. Faktor utama yang diperhatikan adalah daya sedot dari jelly drink karena rumput laut yang ditambahkan berfungsi sebagai pembentuk gel pada pembuatan jelly drink. Konsentrasi yang dipilih didapatkan dari beberapa perlakuan yang telah dilakukan.Jelly drink yang telah dibuat kemudian diuji daya sedotnya.

Daya sedot atau sifat sedot yaitu sifat yang menunjukkan mudah atau tidaknya suatu produk minuman untuk disedot yang dapat dilihat dari tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sedot. Penilaian rata-rata panelis terhadap daya sedot jelly drink berkisar antara 6,13 sampai 7,13 (agak suka hingga suka). Nilai rata-rata kesukaan daya sedotjelly drink disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rata-rata kesukaan daya sedotjelly drink. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

(26)

penambahan rumput laut konsentrasi 9% terlalu banyak gel (lebih sulit di sedot) yang terbentuk sehingga tidak disukai oleh panelis.

4.2 Penelitian Utama Tahap 1

Penelitian utama didahului dengan formulasi jelly drinkdengan perlakuan konsentrasi Spirulina platensis. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa formula terpilih adalah penambahan rumput laut 7% sehingga formula ini yang digunakan dalam penelitian utama. Formula jelly drink terbaik ditentukan berdasarkan uji kepentingan (Bayes) dengan parameter uji hedonik, uji protein dan uji antioksidan. Formula terbaik kemudian dibandingkan dengan jelly drink yang ditambah dengan Spirulina hasil kultur di laboratorium pada konsentrasi yang sama.

4. 2.1 Penentuan formulajelly drink Spirulinakomersial terpilih

Pada penelitian utama formula jelly drink terpilih dari penelitian pendahuluan kemudian ditambah dengan Spirulina komersial pada konsentrasi berbeda (0,2%, 0,4% dan 0,6%). Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada serving sizesuplemenSpirulina yang diproduksi oleh PT Trans Pangan Indospina Jepara yakni 400 mg/kapsul.

1) Uji sensori

Parameter yang diamati pada uji sensori ini antara lain penampakan, warna, aroma, rasa, dan daya sedot.

(1) Penampakan

(27)

Gambar 6 Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap penampakan jelly drink Spirulina (Lampiran 5b). Peningkatan konsentrasi Spirulina dengan selang 0,2% tidak mempengaruhi warna maupun tekstur dari jelly drink. Hal ini karena bahan yang berfungsi sebagai gelling agent adalah rumput laut sehingga lebih banyak mempengaruhi penampakanjelly drinkdibandingkan penambahanSpirulina.

(2) Warna

(28)

Gambar 7 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Warna hijau pada jelly drink disebabkan adanya pigmen Spirulina. Spirulina memiliki pigmen klorofil dan juga fikosianin yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Penilaian rata-rata panelis terhadap warna jelly drink Spirulinaberkisar antara 5,73 hingga 5,80 (agak suka). Hal ini diduga karenajelly drink Spirulinamemiliki warna hijau agak cokelat sehingga kurang menarik bagi panelis. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna (Lampiran 5).

Proses pemasakan dapat mengakibatkan degradasi warna Spirulina. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan akibat substitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Koca et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin rendah nilai pH suatu larutan dan semakin tinggi suhu pemasakan maka klorofil yang terdegradasi akan semakin banyak dan klorofil a lebih cepat terdegradasi dibandingkan klorofil b.

(3) Aroma

(29)

Gambar 8 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aroma jelly drink Spirulina (Lampiran 5 b).Hasil uji lanjut Dunn(Lampiran 5 c) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina pada konsentrasi 0,4% memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulina konsentrasi 0,6% namun tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulina konsentrasi 0,2%. Penurunan kesukaan panelis terhadap aroma jelly drink yang ditambah denganSpirulina0,4% diduga karena adanya pengaruh interaksi dengan komponen lain seperti protein dan lemak yang menghasilkan aroma kurang disukai.

Spirulina komersial yang digunakan diduga telah mengalami proses pengeringan dengan suhu tinggi seperti pengeringan dengan Spray dried yang mengakibatkan terbentuknya aroma yang kurang disukai. Proses pengeringan menggunakan suhu tinggi dapat meningkatkan kadar nitrogen non protein. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Conesa et al. (2005) yakni proses pengolahan pada suhu 120oC mengakibatkan peningkatan nitrogen non protein dan menurunkan total nitrogen serta nitrogen protein. Nitrogen non protein tersusun atas peptida, urea, amoniak, asam amino bebas (Carratu et al. 2003). Adanya fraksi nitrogen non protein ini diduga menimbulkan aroma yang tidak disukai padajelly drinkyang ditambahSpirulina.

(4) Rasa

(30)

manis, pahit dan umami. Apabila suatu produk memiliki rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna dan aromanya baik. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina komersial disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap rasajelly drink Spirulina (Lampiran 5). Nilai kesukaan penelis terhadap rasajelly drinkberkisar antara agak suka hingga suka. Nilai kesukaan ini lebih tinggi bila dibandingkan hasil penelitian Fitriani et al. (2008) yang menambahkan Spirulina pada produk seaweeds leather yang nilai kesukaannya berkisar antara tidak suka hingga agak suka.

(5) Daya sedot

(31)

Gambar 10 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap daya sedot jelly drink Spirulina (Lampiran 5). Hal ini karena bahan yang lebih berpengaruh terhadap daya sedot adalah rumput laut. Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penghasil karagenan. Karagenan berfungsi sebagai stabilisator, pengemulsi dan juga pembentuk gel. Gel yang terbentuk akan semakin kuat apabila dicampur dengan hidrokoloid lain (Sinurat et. al 2006). Faktor lain yang diduga mempengaruhi kekentalan jelly drink Spirulina selain rumput laut adalah Spirulina. Estrada (2001) menyatakan bahwa Spirulina telah dimanfaatkan dalam berbagi industri diantaranya sebagai pengemulsi dan bahan pengental.

2) Karakteristik kimia (1) Uji protein

(32)

Gambar 11 Nilai rata-rata protein jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kandungan protein (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan Spirulina 0,2%, 0,4% dan 0,6% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai protein. Penambahan Spirulina 0,2% memberikan hasil yang berbeda nyata dengan penambahan Spirulina 0,6% dan penambahan Spirulina0,4%.

Kadar protein yang terukur lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein Spirulina yang ditambahkan. Jumlah Spirulina yang ditambahkan adalah 200 mg, 400 mg dan 600 mg dengan kadar protein 61% atau masing-masing 122 mg, 244 mg, dan 366 mg protein sedangkan kadar protein yang terukur dalam produk adalah 103 mg, 235 mg dan 308 mg dengan kadar protein sekitar 51% setelah pengurangan kadar protein rumput laut. Hal ini diduga karena adanya proses pemasakan. Jika suatu protein dipanaskan secara perlahan-lahan hingga suhu 60-70oC maka akan terjadi koagulasi (Lehninger 1982). Yuanita (2005) menyatakan bahwa pemasakan dapat mengakibatkan perubahan komponen dinding sel tanaman antara lain denaturasi protein, degradasi pektat pada pH netral, hidrolisis ikatan glikosidik hemiselulosa dan pektat pada pH asam, reaksi antar konstituen dinding sel.

2) Aktivitas antioksidan

(33)

fotosintesis (Merdekawati dan Susanto 2009). Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulinakomersial disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina komersial. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Peningkatan konsentrasi Spirulina yang ditambahkan menurunkan nilai IC50. Penambahan Spirulina 0,2%, 0,4% dan 0,6% memiliki kemampuan untuk menangkap 50% radikal bebas yang diberikan berturut-turut pada konsentrasi 6070 ppm, 4818,5 ppm dan 3363,5 ppm. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidan (Lampiran 7).

PenambahanSpirulinapadajelly drinkmeningkatkan aktivitas antioksidan hingga IC50 mencapai 3363,5 ppm yang menunjukkan bahwa dibutuhkan 3363,5 ppm jelly drink Spirulina untuk dapat menghambat 50% radikal DPPH yang ditambahkan. Nilai IC50 pada jelly drink Spirulina dapat dikatakan kurang efektif karena nilainya di atas 1000 ppm. Bahan digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm, lemah apabila nilai IC50antara 150-200 ppm (Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004).

3) Jelly drink Spirulinaterpilih berbasis indeks kinerja

(34)

(Marimin 2004). Kriteria yang menjadi penilaian adalah kriteria sensori dan kimia.

Jelly drink Spirulina dengan nilai rasa tertinggi diberi score yang paling tinggi. Nilai bobot dikalikan dengan score sehingga didapatkan nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi menunjukkan jelly drink yang terbaik. Hasil pembobotan jelly drink Spirulina komersial dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pembobotanjelly drink Spirulinakomersial (metode Bayes)

Parameter Konsentrasi Spirulina (%) Nilai bobot

0,6 0,4 0,2

Penambahan Spirulina 0,4% menghasilkan total nilai pembobotan tertinggi (2,08) dan menjadi formula terpilih. Penambahan Spirulina membantu dalam pemberian warna minuman dan pengkayaan gizi minuman. Jelly drink Spirulina komersial 0,4% akan dibandingkan dengan jelly drink Spirulina 0,4% hasil kultivasi pada konsentrasi yang sama.

4.2.2 Kultivasi dan karakterisasi biomassaSpirulina platensis

(35)

Tabel 6 Hasil karakterisasi biomassaSpirulina platensis

Karakteristik Kandungan (%)

Spirulinakultur Spirulinakomersial Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering

Kadar air 93,15 4,28

Kadar abu 0,95 13,87 5,99 6,26

Kadar protein 3,85 56,20 61,06 63,79

Kadar lemak 1,65 24,09 0,14 0,15

Karbohidrat

Kandungan protein dan karbohidrat Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulinakultur, namun kandungan lemaknya lebih rendah. Hal ini diduga karena adanya perbedaan media yang digunakan dalam proses kultivasi. Media yang digunakan untuk kultivasi adalah media teknis terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, EDTA, FeCl3, Urea. ZA, Na2HPO4, dan NaHCO3.

Kandungan protein yang lebih tinggi pada Spirulina komersial diduga karena konsentrasi N pada media yang digunakan untuk kultivasi lebih tinggi sehingga aktivitas metabolisme tetap berlangsung dalam jangka waktu yang optimum. Sumber nitrogen pada media teknis yang digunakan adalah urea (CH4N2O). Costa et al. (2003) menjelaskan bahwa urea mengandung 2 atom nitrogen (46% nitrogen) dan baik untuk pertumbuhan Spirulina selama konsentrasinya kurang dari 1,5 g/L. Sumber nitrogen yang digunakan selama kultivasi yakni CH4N2O sebanyak 0,13 g/L lebih rendah bila dibandingkan kulvitasi yang dilakukan oleh Widlaningsih et al. (2008) yang menggunakan NaNO3 sebanyak 100gr/L. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Raoofet al. (2006), bahwa sumber N merupakan unsur penting bagi pertumbuhan Spirulina platensis dan merupakan level kritis bagi keberadaan nitrogen pada skala masal produksi Spirulina platensis dan dikatakan bahwa semakin rendah konsentrasi nitrogen maka akan semakin rendah pula nilai protein selnya.

(36)

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Goksan et al. (2007), bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung produksi protein tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Media yang mengalami kekurangan nitrogen selama kultivasi maka produksi karbohidrat akan meningkat sedangkan produksi protein akan mengalami penurunan.

Kandungan lemak Spirulina hasil kultur lebih tinggi bila dibandingkan dengan Spirulina komersial. Hal ini diduga karena adanya perbedaan kondisi lingkungan kultivasi seperti suhu, salinitas dan intensitas cahaya. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) diketahui bahwa suhu media kultivasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan produksi lemak. Qin (2005) juga menjelaskan bahwa intensitas cahaya dan salinitas dapat mempengaruhi produksi lemak. Intensitas cahaya lebih dari 60 W/m2 dan NaCl lebih dari 0,15 M dapat mengakibatkan pengurunan produksi lemak.

Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan (Santoso et al. 2007). Kadar abu Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan Spirulina komersial. Hasil penelitian Widianingsih et al. (2008) menunjukkan bahwa keberadaan unsur mineral dalam media kultur dapat mempengaruhi kadar abu. Spirulina hasil kultur dikultivasi menggunakan media teknis yang mengandung bahan pengisi. Hal ini mengakibatkan media sukar larut sempurna terutama NaHCO3.Apabila proses pencucian yang dilakukan kurang bersih maka dimungkinkan adanya media yang terikut dan menambah kadar abu dalam bahan baku.

(37)

komersial maupun Spirulina kultur mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah.

Sumber antioksidan yang terkandung dalam Spirulina diantaranya adalah fikosianin, betakaroten, tokoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium

yang terkandung dalam fikosianian memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal superoksidase dan hydrogen peroksida (Merdekawati dan Susanto 2009). Tingginya nilai IC50 pada Spirulina kultur mengindikasikan bahwa kandungan komponen antioksidannya lebih rendah.

Kadar nitrogen dalam media kultur dan juga suhu kulvitasi berpengaruh terhadap sintesis komponen fenol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colla et al. (2007) menunjukkan bahwa kandungan fenol yang tinggi didapatkan pada kultur dengan penambahan sodium nitrat sebanyak 1,875 g/L atau 2,5 g/L dan suhu 35oC. Apabila kadarnya berkurang atau berada dibawah standar maka proses sintesis fikosianin dan komponen lain akan terganggu. Kultivasi yang dilakukan dilaboratorium menggunakan sumber N sebanyak 0,13 g/L dengan suhu 29oC. Hal inilah yang diduga manjadi penyebab rendahnya aktivitas antioksidan Spirulinahasil kultur.

Aktivitas antioksidan yang rendah padaSpirulinahasil kultur diduga karena sampel yang digunakan tidak diekstrak terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian Herrero et al. (2004) diketahui Spirulina yang diekstrak menggunakan etanol memiliki nilai IC50 sebesar 91,4 ppm dan rendemen yang didapat lebih besar dibandingkan pelarut heksan dan petroleum eter.

4.3 Penelitian Utama Tahap 2

(38)

hedonik, uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadat protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), uji kadar serat pangan, dan uji aktivitas antioksidan.

1) Uji sensori

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui daya terima atau tingkat kesukaan panelis terhadap jelly drink yang ditambah Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultur. Faktor utama yang diperhatikan adalah parameter sensori dari rasa dan warna karena parameter tersebut yang paling diperhatikan konsumen ketika akan memilih suatu minuman. Parameter sensori lain seperti aroma, penampakan, daya sedot tetap menjadi pertimbangan dalam penentuan formula terbaik darijelly drink Spirulina.

(1) Penampakan

Penampakan merupakan faktor utama yang memegang peranan penting terhadap penerimaan konsumen, karena penampakan akan mempengaruhi penilaian awal dari suatu produk. Penampakan bersifat subjektif bergantung pada produk dan tingkat kesukaan konsumen. Nilai rata-rata kesukaan penampakan jelly drink Spirulinadisajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Nilai rata-rata kesukaan penampakanjelly drink Spirulina.Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

(39)

Spirulina yang menghasilkan warna hijau diharapkan dapat meningkatkan kesukaan terhadap penampakanjelly drink.

(2) Aroma

Aroma merupakan salah satu kriteria yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Nilai kesukaan panelis terhadap suatu produk bersifat subjektif tergantung produk dan juga tingkat kesukaan panelis. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jelly drink berkisar antara 5,33-6,23 (netral hingga agak suka). Nilai rata-rata kesukaan aromajelly drinkdisajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Nilai rata-rata kesukaan aroma jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina yang ditambahkan (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap tingkat kesukaan panelis pada aromajelly drink (Lampiran 9). Aroma jelly drink Spirulina yang kurang disukai diduga karena adanya peningkatan fraksi nitrogen non protein pada jelly drink Spirulina. Nitrogen non protein tersusun atas peptida, urea, amoniak, asam amino bebas (Carratu et al. 2003). Penambahan essence leci sebesar 0,1% belum dapat menutupi aroma amis dari Spirulina sehingga perlu peningkatan konsentrasi essenceataupun penggantianessenceyang lebih sesuai.

(3) Warna

(40)

juga dapat mempengaruhi persepsi panelis. Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drinkdisajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Nilai rata-rata kesukaan warna jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05) terhadap nilai kesukaan warna jelly drink (Lampiran 9). Jelly drink yang ditambah dengan Spirulina kultur memiliki warna hijau lebih cerah bila dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial yang memiliki warna hijau kecoklatan. Spirulina komersial berbentuk serbuk dan berwarna hijau agak cokelat yang diduga disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan.

Pengeringan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi warna Spirulina. Berdasarkan hasil penelitian Muhammad (2007) diketahui bahwa pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan degradasi pigmen fikosianin dan klorofil. Hal yang sama juga didapatkan dari hasil penelitian Koca et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses pemanasan pada suhu 70 oC akan mengakibatkan degradari klorofil dan kecepatan reaksi degradasinya akan semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu pemanasan.

(4) Rasa

(41)

Gambar 16 Nilai rata-rata kesukaan rasa jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Jenis Spirulina (komersial dan kultur) yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda (p>0,05) terhadap rasa jelly drink (Lampiran 9). Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa jelly drink berkisar antara 5,23–6,43 (netral hingga agak suka). Uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan penambahan Spirulina kultur 0,4 % namun penambahan Spirulina komersial 0,4% tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan penambahan Spirulinakultur 0,4%.

Rasa jelly drinkberasal dari penambahan gula, essence leci dan rasa khas Spirulina. Jelly drink kontrol lebih disukai dibandingkan dengan jelly drink yang ditambahSpirulina karena komponen rasa yang berpengaruh hanya gula dan leci, sedangkan padajelly drinkyang ditambahSpirulinaterdapat rasa tambahan yakni rasa khasSpirulina. Jelly drinkyang ditambahSpirulina hasil kultur maupunjelly drink yang ditambah Spirulina komersial memiliki tingkat kesukaan rasa yang sama diduga karena faktor yang mempengaruhi rasa jumlah dan jenisnya sama.

(5) Daya sedot

(42)

Gambar 17 Nilai rata-rata kesukaan daya sedot jelly drink Spirulina. Huruf (a,b) di atas balok data yang berbeda menunjukkan perbandingan nilai tengah yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina (komersial dan kultur) tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai kesukaan daya sedot jelly drink (Lampiran 9).Panelis lebih menyukai jelly drink kontrol dimungkinkan karena teksturnya yang lebih mudah disedot. Spirulina mengandung makromolekul seperti protein yang dapat berinteraksi dengan karagenan yang terkandung dalam rumput laut. Winarno (2008) menyatakan bahwa karagenan dapat berinteraksi dengan makromolekul yang bermuatan, misal protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel dan pengendapan.

2) Karakteristik kimiajelly drink Spirulina

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, karbohidrat (by difference), serat pangan dan aktivitas antioksidan. Hasil uji proksimatjelly drink Spirulinadisajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji proksimatjelly drink Spirulina Parameter Jelly drink Spirulina

komersial

Jelly drink Spirulinakultur

Jelly drink kontrol

Kadar abu 4,22a 5,96a 2,175a

Kadar protein 2,20b 0,78a 0,396a

Kadar lemak 0,15a 0,45a 0,125a

Serat pangan 23,38b 21,89b 17,39a

Karbohidrat 70,04a 70,92a 79,92b

Antioksidan(IC50) 4818,50a 4899,23a 12428,50a • Hurufsuperscriptyang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (dengan uji

(43)

(1) Kadar abu

Menurut Santoso et al. (2007) abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang terbakar dan menjadi zat tidak dapat menguap selama pengabuan. Kadar abu jelly drink Spirulina kultur lebih tinggi dibandingkan denganjelly drink Spirulina komersial dan jelly drink control. Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p <0,05) terhadap kadar abu (Lampiran 11).

Kadar abu pada jelly drink berasal dari rumput laut dan Spirulina. Kadar abu yang cukup tinggi pada jelly drink Spirulina mengindikasikan bahwa minuman ini memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium (Matanjun et al. 2009; Santosoet al. 2006) dan mineral yang terkandung dalam Spirulina platensis yakni Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu (Tokusoglu dan Onal 2003). Mineral dibutuhkan tubuh sebagai zat pembangun dan pengatur. Konsumsijelly drink Spirulina yang memiliki kandungan mineral tinggi ini dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi mineral.

(2) Kadar lemak

Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi tubuh terutama karena merupakan sumber energi dan citarasa. Lemak hewani merupakan sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (Winarno 2008). Hasil pengujian lemak pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink Spirulina komersial dan jelly drink kontrol. Perbedaan Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak (Lampiran 13).

Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak tersusun atas lemak tidak jenuh dan lemak jenuh. Spirulina mengandung berbagai asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan. Hasil penelitian Tokusoglu dan Onal (2003) menunjukkan bahwa Spirulina mengandung γ-linolenat acid (GLA) yang kadarnya 4,59% dan

(44)

(ALA) 0,67%, linolenic acid (LA), eicosapentaeonic (EPA) 2,48%, docosahexaenoic acid(DHA) sebesar 3,04 %, and arachidonic acid(AA) 0,37%. Konsumsi jelly drink Spirulina yang mengandung EPA, DHA dan GLA diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan konsumen.

(3) Kadar protein

Protein memiliki peranan penting bagi tubuh. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsioanal yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misal pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain (Kusnandar 2011). Hasil pengujian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jelly drink Spirulina kultur dan jelly drinkkontrol memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan jelly drink Spirulina komersial. Perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar protein.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12 b) diketahui bahwa kadar protein jelly drink Spirulina komersial berbeda nyata dengan jelly drink Spirulina kultur dan kontrol. Spirulina dikultur dengan sistem batch sehingga penurunan jumlah nutrisi lebih cepat terjadi. Hasil penelitian Danesi et al. (2002) menunjukkan bahwai penmabahan media setiap 24 jam pada sistem fad-batch menghasilkan biomassa lebih banyak dibandingkan dengan penmabahan media setiap 48 jam.

Jelly drink yang ditambahkan Spirulina memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink yang beredar di pasaran. Minuman jelly drinkyang beredar di pasaran memiliki kandungan protein yang lebih rendah diduga karena bahan-bahan yang digunakan tidak berpotensi mengandung protein namun apabila dibandingkan dengan minuman sari kacang hijau, kandungan proteinnya masih lebih rendah.

(4) Serat pangan

(45)

(Lampiran 14 a). Uji lanjut Duncan menunjukan bahwa jelly drink Spirulina berbeda nyata dengan jelly drink kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Spirulina memiliki kandungan serat pangan.

Serat pangan terbagi menjadi dua fraksi yaitu serat yang larut dalam air dan serat yang tidak dapat larut air. Jelly drink Spirulina komersial memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,213% dan serat larut air 1,881% sedangkan jelly drink Spirulina kultur memiliki kandungan serat pangan tidak larut air 1,317% dan serat larut air 1,738%. Kadar serat pangan larut air yang terukur padajelly drinklebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pangan tidak larutnya. Hal ini karena Eucheuma cottonii sebagai salah satu sumber serat pada jelly drink memiliki kandungan serat pangan larut air yang tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Matanjun et al. (2009) yang menyebutkan bahwa kandungan serat larut air Eucheuma cottonii lebih tinggi (18,3%) dibandingkan kandungan serat tidak larutnya (6,8%).

(5) Kadar karbohidrat

Karbohidarat merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Karbohidrat merupakan salah satu polisakarida aldehida atau keton maupun senyawa lain yang menghasilkan aldehida atau keton apabila dihidrolisis. Polisakarida yang sering ditemukan pada tanaman berupa pati dan juga selulosa (Lehninger 1982). menunjukkan bahwa perbedaan jenis Spirulina yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat (Lampiran 15). Karbohidrat di dalam produk berasal dari polisakarida rumput laut, juga polisakarida Spirulina dalam bentuk selulosa dan juga gula yang ditambahkan.

(6) Aktivitas antioksidan

(46)

Radikal bebas diklaim mempunyai peranan penting terhadap kesehatan manusia yaitu dapat mengakibatkan berbagai penyakit misal kanker, hipertensi, serangan jantung dan diabetes. Radikal bebas berasal dari metabolisme tubuh ataupun dari lingkungan. Antioksidan eksternal akan dapat membantu dalam pengikatan radikal bebas (Ghafaret al.2010).

Aktivitas antioksidan dapat diketahui melalui pengukuran absorbansi larutan sampel yang telah ditambah dengan larutan 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl hydrate (DPPH). Mekanisme penangkapan radikal DPPH yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang menyebabkan peredaman warna radikal pikrilhadrazil yang berwarna ungu menjadi piklilhadrazin berwarna kuning (Molyneux 2004). Semakin tinggi kandungan antioksidan dalam bahan maka semakin banyak DPPH yang akan tereduksi. IC50 merupakan kalkulasi persentasi antioksidan yang dibutuhkan untuk mereduksi 50% DPPH yang ditambahkan. Semakin rendah nilai IC50maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya.

Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidannya (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan juga memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian Hardoko (2009) diketahui bahwa Eucheuma spinosum memiliki komponen antioksidan berupa phytol dan squalene. Aktivitas antioksidan dari ekstrak Eucheuma spinosum dengan pelarut etil asetat dengan IC50sebesar 4741,5 ppm.

Produk jelly drink komersial tidak mencantumkan informasi mengenai aktivitas antioksidan, sedangkan jelly drink Spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang rendah namun berasal dari sumber yang alami. Apabila produk jelly drinkkomersial mengandung aktivitas antioksidan diduga sumbernya berasal dari antioksidan sintetik seperti BHT yang pemanfaatannya pada jangka waktu tertentu dikhawatirkan akan dapat memberikan efek buruk bagi tubuh.

3) Informasi Nilai Gizi

Gambar

Tabel 2  Komposisi kimia Eucheuma cottonii
Tabel 3.Rumput laut basah
Tabel 3  Formulasi jelly drink perlakuan konsentrasi rumput laut
Gambar 4 Proses pembuatan jelly drink Spirulina (Modifikasi Trilaksani 2012).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi sorbitol yang berbeda terhadap kualitas dodol rumput laut (Eucheuma cottonii) dan konsentrasi sorbitol yang optimal sehingga

Alkali Treated Cottonii (ATC) d m Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Umur Panen yang Berbeda&#34; adalah hasil karya saya sendiri dan

Pengujian kandungan logam berat rumput laut Eucheuma cottonii yang berasal dari Perairan Serang Banten dilakukan pada bahan baku (bubur rumput laut) dan produk akhir (shampo

Ringkasan Hasil Uji Duncan Total Padatan Terlarut Selai Rumput Laut Eucheuma cottonii Doty.. Ringkasan Hasil Uji Kruskal Wallis Organoleptik Warna Selai Rumput Laut

Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan dan produksi rumput laut Eucheuma cottonii di Perairan Pandansari Brebes, maka untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat dalam rumput laut Eucheuma cottonii termasuk salah satu komponen tertinggi dalam rumput laut yaitu 29,04 %, sehingga rumput

LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii Kappaphycus alvarezi DENGAN BOBOT BIBIT AWAL BERBEDA MENGGUNAKAN METODE RAKIT APUNG DAN LONG LINE DI PERAIRAN TELUK HURUN, LAMPUNG

Dalam Penelitian ini dirancang formulai pembuatan sediaan krim pelembab dari ekstrak rumput laut Eucheuma cottoni dengan perancangan tiga formula dari konsentrasi kombinasi dua