• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik korban

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PERKARA KEKERASAN

3.2 Fenomena Kekerasan Seksual yang diselesaikan oleh Pengadilan

3.2.2 Karakteristik korban

Grafik 15.

Jumlah korban dalam putusan n = 735

96,6%

2,3% 0,8% 0,1% 0,1%

1 korban 2 korban 3 korban 16 korban 7 korban

Berdasarkan putusan yang dianalisis dalam riset ini, mayoritas jumlah korban kekerasan seksual adalah korban tunggal (96.6 persen). Dari seluruh putusan dengan korban tunggal, 74,2 persen korban berada dalam rentang usia usia 2-17 tahun. Kasus-kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban lebih dari satu memiliki proporsi yang kecil, di antaranya 2,3 persen untuk 2 korban, 0,8 persen untuk korban berjumlah 3 orang, 0,1 persen untuk jumlah korban sebanyak 16 dan proporsi yang sama untuk 7 korban.

Grafik 16.

Jenis kelamin korban n = 735

Tidak ada informasi

0,1% Tidak ada korban lainnya

0,1%

Laki-laki0,3%

Perempuan 99,5%

Hasil penelitian membuka fakta bahwa hampir seluruh korban kekerasan seksual yang teridentifikasi dalam putusan pengadilan adalah perempuan (99,5 persen). Laki-laki hanya menyumbang 0,3 persen dari total korban secara keseluruhan. persen putusan di mana korbannya adalah laki-laki.

Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kerentanan yang sangat tinggi untuk menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, data ini juga membuktikan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya terbatas pada perempuan. Sekalipun proporsinya sedemikian kecil dalam studi ini, laki-laki pun juga bisa menjadi korban kekerasan seksual.

Temuan ini juga sejalan dengan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kekerasan Seksual di Indonesia pada tahun 2020, yang menunjukan bahwa terdapat 33,3 persen laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual—

dengan kata lain, laki-laki memiliki kesempatan untuk juga menjadi

Perempuan 99,5%

Tidak ada informasi

0,1% Tidak ada korban lainnya

0,1%

Laki-laki 0,3%

korban kekerasan seksual.261 Selain itu, minimnya korban kekerasan seksual laki-laki berusia anak tidak serta-merta dapat disimpulkan bahwa mereka tidak mengalami atau tidak berada dalam kategori tidak berisiko mengalami kekerasan seksual. Stereotip dan tuntutan patriarkis di masyarakat kerap memperlihatkan bahwa laki-laki bersifat dominan, kuat dan maskulin sehingga muncul anggapan bahwa mustahil bagi mereka untuk menjadi korban. Akan tetapi, pola pikir yang demikian berkontribusi atas diabaikannya kekerasan seksual terhadap laki dan mengapa laki-laki dewasa maupun anak laki-laki-laki-laki cenderung enggan untuk melaporkan kasusnya.262

Grafik 17.

Usia korban n = 735

4,5%

72,1%

4,6% 1,4% 0,5% 0,4%

16,5%

0 - 5 Tahun

(Balita) 6 - 18 Tahun

(anak) 19 - 25 Tahun

(Remaja Akhir) 26 - 35 tahun

(Dewasa Awal) 36 - 45 tahun

(Dewasa Akhir) 46 - 55 tahun

(Lansia Awal) Tidak ada informasi

Sejalan dengan hasil temuan sebelumnya, studi ini memperlihatkan 72,1 persen korban kekerasan seksual adalah perempuan yang masih berusia anak yaitu 6-18 tahun. Hal ini mempertegas asumsi bahwa anak perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual sekaligus menggarisbawahi

261 Wicaksana, et. al. (2), op.cit., hlm. 70.

262 Bestha Inatsan Ashila dan Naomi Rehulina Barus, “Kekerasan Seksual pada Laki-Laki: Diabaikan dan Belum Ditangani Serius”, Hukumonline, 27 September 2021, https://www.hukumonline.com/

berita/baca/lt6151421019441/kekerasan-seksual-pada-laki-laki--diabaikan-dan-belum-ditangani-situasi faktual bahwa perlindungan263 Negara yang diberikan kepada anak belum berada pada level yang ideal. Anak yang seharusnya bertumbuh kembang, menjalani pendidikan, dan bermain dengan temannya justru mengalami dampak fisik seperti luka-luka atau kerusakan organ reproduksi serta dampak psikologis seperti trauma, mudah takut, hingga depresi. Jika kekerasan seksual dialami oleh anak, yang bersangkutan tidak mengerti bahwa dirinya adalah korban.264 Selain itu, anak cenderung takut melaporkan karena pelaku kerap kali merupakan orang yang dikenal oleh anak tersebut seperti keluarga, tetangga dan sebagainya.265 Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi para pemangku kebijakan mengingat kekerasan seksual memberikan dampak negatif yang besar bagi anak, terutama berkaitan dengan tumbuh kembang dan masa depan anak tersebut.

Grafik 18.

Disabilitas korban n = 735

0,1%

0,1%

0,1%

0,3%

0,4%

0,7%

1,1%

26,5%

70,6%

Disabilitas fisik & mental Disabilitas fisik & sensoris Disabilitas sensoris Disabilitas intelektual Disabilitas intelektual & mental Disabilitas fisik Disabilitas mental Tidak ada informasi Tidak ada disabilitas

263 Perlindungan anak didefinisikan sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Indonesia, UU No. 35 Tahun 2014, Ps. 1 angka 2.

264 Noviana, op.cit., hlm. 18.

265 Ibid.

Selanjutnya, temuan penelitian ini menunjukkan sebagian korban kekerasan seksual memiliki disabilitas. Meski demikian, proporsi disabilitas yang ditemukan dalam putusan pengadilan tergolong rendah dari segi kuantitas. Sebagai contoh, korban dengan disabilitas mental ditemukan sebanyak 1,1 persen, disabilitas fisik menyumbang 0,7 persen, dan korban dengan disabilitas intelektual tercatat sejumlah 0,3 persen. Hasil temuan ini tentu hanya menggambarkan sebagian kecil dari fenomena disabilitas dalam peradilan pidana mengingat informasi mengenai disabilitas tidak harus dicatatkan di dalam putusan. Sementara itu, Komnas Perempuan menilai orang dengan disabilitas rentan mengalami kekerasan seksual.266 Pada 2017, terdapat 47 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas yang dicatatkan oleh Komnas Perempuan.267 Kekerasan seksual menyumbang 57 kasus, kekerasan fisik tercatat hanya 6 kasus, kekerasan psikis berada pada angka 18 kasus dan penelantaran ditemukan sebanyak 5 kasus.268 Dalam CATAHU 2018, Konmnas Perempuan kembali mencatatkan 57 kasus kekerasan seksual dilakukan terhadap perempuan dengan disabilitas dengan mayoritas tuduhan adalah perkosaan dan pencabulan.269 Selanjutnya pada tahun 2019, data kekerasan seksual bertambah menjadi 69 kasus, kekerasan fisik 10 kasus, kekerasan psikis 5 kasus dan penelantaran 5 kasus.270

Kondisi disabilitas ini menjadikan perempuan dan anak memiliki kerentanan yang semakin berlapis. Selanjutnya, kondisi ini mempersulit korban kekerasan seksual dengan disabilitas untuk memperoleh keadilan.

Sebagai contoh, penegak hukum dan petugas penyedia layanan kerap memandang penyelesaian terbaik bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas adalah melalui jalur non-yudisial mengingat disabilitas dipandang identik dengan keterbelakangan intelektual dan mental atau kebodohan.271

266 Komnas Perempuan (7), Laporan Ringkas Kajian Disabilitas, (Jakarta: Komnas Perempuan, 2020), hlm.

2.

267 Ibid.

268 Ibid.

269 Komnas Perempuan (4), op.cit., hlm. 45.

270 Ibid.

271 Ibid., hlm. 11.

Sebagai akibatnya, penyelesaian melalui cara-cara di luar hukum justru memberi ruang impunitas terhadap pelaku dan sekaligus mereviktimisasi perempuan korban kekerasan seksual dengan disabilitas.272

Grafik 19.

Status perkawinan korban n = 735

Belum menikah

80,1%

Cerai hidup/mati

0,4%

Menikah 7,1%

Tidak ada informasi

12,4%

Di samping itu, penelitian ini memperjelas kondisi bahwa mayoritas korban kekerasan seksual adalah mereka yang belum menikah (80,1 persen). Hal ini sejalan dengan temuan sebelumnya bahwa sebagian besar korban kekerasan seksual berada pada rentang usia anak dan remaja. Meski demikian, korban dewasa dengan status lajang juga berpotensi menjadi korban kekerasan seksual. Hal yang sama juga dapat berlaku pada korban berusia dewasa yang sudah menikah dan anak di bawah umur yang berada dalam kategori yang sama. Selain itu, proporsi 12,4 persen korban yang tidak dapat diidentifikasi status perkawinannya dalam putusan juga memperbesar kemungkinan semakin tingginya kuantitas korban kekerasan seksual tersebut. Selain itu, ditemukannya korban kekerasan seksual dengan status menikah mempertegas fenomena perkosaan dalam perkawinan yang lazim dilakukan suami kepada istri.

272 Ibid.

Belum menikah

80,1%

Menikah 7,1%

Cerai hidup/

mati 0,4%

Tidak ada informasi

12,4%

3.2.3 Relasi dan Ketimpangan Relasi Kuasa dalam