• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Karakteristik Kurikulum 2013

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada Bab II, peneliti membahas mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian. Kajian pustaka membahas tentang teori-teori yang mendukung penelitian. Penelitian yang relevan membahas penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan judul yang peneliti rumuskan. Kerangka berpikir berisikan kerangka pemikiran, sedangkan pada pertanyaan penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan pada penelitian.

A. Kajian Pustaka

1. Karakteristik Kurikulum 2013

Tanner dan Tanner menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu pengalaman belajar terencana dan terprogram serta hasil belajar yang terbentuk dari rekonstruksi siswa atas pengetahuan yang dipelajarinya di bawah arahan sekolah untuk mencapai kompetensi personal dan sosial (dalam Ansyar, 2015: 26). Saylor (dalam Rusman 2011: 3) mengartikan bahwa kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar dapat belajar, baik dalam ruangan kelas maupun di luar sekolah. Menurut Fadillah (2014: 13) kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan di mana kurikulum ini sebagai ujung tombak bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Kurikulum ini sangat penting bagi pendidikan, sebab kurikulum merupakan salah satu penentu kunci keberhasilan dalam upaya untuk menggapai tujuan pendidikan. Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa kurikulum adalah suatu pembelajaran yang terencana dan terprogram dari arahan sekolah agar terlaksana kegiatan peserta didik dengan baik di dalam kelas maupun di luar sekolah.

Pada saat ini, kurikulum Sekolah Dasar (SD) yang diterapkan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum terdahulu, yaitu kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) yang pernah diterapkan di tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Kurikulum 2013 diharapkan mampu membekali peserta didik untuk memiliki kemampuan sesuai dengan perkembangan masyarakat global. Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter (Mulyasa, 2013: 39).

Dea (dalam Kurniasih & Sani, 2014: 21-22) kurikulum 2013 lebih menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Menurut Fadillah (2014: 16) kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada sebelumnya, baik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Menurut Sani (2014: 7) Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dikembangkan dengan tujuan mewujudkan tujuan nasional yaitu mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

Di dalam kurikulum 2013 mempunyai beberapa karakteristik yang khas dan berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Beberapa karakteristik tersebut diantaranya adalah:

a. Menggunakan pembelajaran tematik-integratif.

Menurut Majid & Rochman (20014: 24) pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai bidang studi ke dalam berbagai tema. Sedangkan menurut Prastowo (2015: 45) pembelajaran tematik

adalah model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Berbeda dengan pendapat menurut Majid (2014: 106) pembelajaran tematik-integratif adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok untuk aktif menggali dan menemukan konsep.

1. Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif.

Majid & Rochman (2014: 111) memaparkan bahwa pembelajaran tematik integratif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

a) Berpusat pada peserta didik

Karakteristik pembelajaran tematik adalah berpusat pada peserta didik. Hal ini berarti peserta didik sebagai subjek belajar dan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator untuk membimbing peserta didik.

b) Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik. Peserta didik akan dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak dalam proses mempelajari suatu materi.

c) Pemisahan bidang studi tidak begitu jelas.

Bidang studi tidak begitu jelas pemisahannya antara satu sama lain. Bidang studi pada tematik saling berkaitan yang disatukan ke dalam suatu tema. Tema yang dipilih merupakan tema yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.

d) Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi.

Pembelajaran tematik mempelajari suatu konsep dari berbagai bidang studi dalam proses pembelajaran. Konsep tersebut dipelajari untuk membantu peserta didik mempelajari materi secara utuh.

e) Bersifat fleksibel

Karakteristik pembelajaran tematik yang lain adalah fleksibel. Hal tersebut berarti pembelajaran bersifat luwes yang memberi kewenangan guru untuk mengaitkan bahan ajar dari satu bidang studi dengan bidang studi yang lainnya sesuai dengan karakteristik peserta didik. Guru dapat mencari sumber belajar yang sesuai dengan bahan ajar yang akan diberikan kepada peserta didik.

f) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Pembelajaran tematik dapat dilakukan dengan cara bermain sehingga suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Peserta didik akan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan dengan cara yang menyenangkan.

2. Manfaat Pembelajaran Tematik Integratif.

Majid & Rochman (2014: 13) menguraikan jika menggunakan pembelajaran tematik integratif dalam proses pembelajaran, akan memperoleh beberapa manfaat, yaitu:

a) Suasana kelas nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas dapat menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik, rasa tanggung jawab, dan kemampuan berinteraksi dengan seluruh anggota kelas.

b) Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi, dan memecahkan konflik. Hal tersebut dapat mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dan saling menghargai.

c) Menciptakan aktivitas belajar yang melibatkan peserta didik secara langsung, mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara luas.

d) Peserta didik secara cepat dan tepat waktu memproses informasi. Hal tersebut dikarenakan bidang studi yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga peserta didik akan mempelajari beberapa pengetahuan dalam satu waktu. e) Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik

berada di dalam lingkungan yang memfasilitasi penemuan pengetahuan.

f) Materi pembelajaran yang telah dipelajari dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

g) Peserta didik yang mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalannya, dengan bantuan guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas. h) Guru mampu mewujudkan ketuntasan belajar dengan

3. Kelebihan Pembelajaran Tematik Integratif.

Majid & Rochman (2014: 114) menjelaskan beberapa kelebihan dalam penggunaan pembelajaran tematik integratif, yaitu:

a) Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

b) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

c) Kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik, sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lama.

d) Menumbuh kembangkan keterampilan berpikir dan sosial pada peserta didik.

e) Kegiatan belajar bersifat pragmatis dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

4. Keterbatasan Pembelajaran Tematik Integratif.

Selain kelebihan, pembelajaran tematik integratif juga memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya. Puskur, Balitbang Diknas (dalam Majid & Rochman, 2014: 115) mengidentifikasi beberapa keterbatasan pembelajaran tematik integratif ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:

a) Aspek guru

Guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dan banyak membaca sumber belajar agar dapat menguasai semua bahan ajar.

b) Aspek peserta didik

Peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan belajar dan kreativitas yang baik. Peserta didik diharapkan memiliki kemampuan menguraikan, menghubungkan, menemukan, dan menggali pengetahuan. Jika kondisi yang

diharapkan terebut tidak memiliki oleh peserta didik, maka penerapan pembelajaran tematik integratif akan sulit diterapkan.

c) Aspek sarana dan sumber pembelajaran

Sarana dan sumber belajar akan sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran tematik integratif. Jika sarana dan sumber belajar tidak tersedia dengan baik, maka akan sulit untuk menerapkan pembelajaran tematik integratif.

d) Aspek kurikulum

Guru perlu mengembangkan materi dan penilaian untuk mencapai ketuntasan belajar peserta didik yang sesuai dengan orientasi kurikulum.

e) Aspek penilaian

Guru diharapkan mampu untuk melaksanakan penilaian dengan menyeluruh karena penilaian sebagai pedoman untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajar. Guru juga diharapkan untuk berkoordinasi dengan guru lain, jika terdapat materi pembelajaran yang berasal dari guru yang berbeda.

b. Menggunakan Pendekatan Saintifik

Kurikulum 2013 dirancang menggunakan pendekatan saintifik pada proses pembelajarannya. Menurut Hosnan (2014: 34) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Rusman (2017: 422) menyatakan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan

membuat jejaring pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Terdapat pendapat lain yaitu Sujarwanta (2012: 75) memaparkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan yang dirancang sedemikian rupa dan pemberian pengalaman secara langsung agar peserta didik secara aktif mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan pada kegiatan pembelajaran.

Daryanto (2014: 59) memaparkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi lima proses atau 5M yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengamati (observasi)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, serta mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Peserta didik difasilitasi untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2) Menanya

Pada kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan, pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang kongkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Di dalam kegiatan ini diharapkan peserta didik dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis.

3) Mencoba

Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian, aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar.

4) Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam

Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan menyimpulkan. 5) Mengkomunikasikan

Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Pembelajaran pendekatan saintifik memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Hosnan (2014: 36) mengungkapkan berbagai karakteristik pembelajaran saintifik antara lain:

a) Berpusat pada peserta didik.

Peserta didik akan membangun pengetahuannya sendiri, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.

b) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

Peserta didik akan mencari pengetahuan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan langkah-langkah berdasarkan metode ilmiah secara mandiri. Langkah-langkah tersebut terdiri dari mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengkomunikasikan.

c) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

Pendekatan saintifik juga mengembangkan pengetahuan dan juga keterampilan berpikir yang dapat mendukung segala kreativitas dan inovasi yang dilakukan peserta didik.

d) Pembelajaran saintifik dapat mengembangkan karakter peserta didik.

Proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan karakteristik peserta didik. Peserta didik akan aktif membangun pengetahuannya sendiri secara mandiri dengan menggunakan metode ilmiah. Hal tersebut akan membuat peserta didik menjadi manusia yang memiliki karakter yang baik.

c. Mengembangkan pendidikan karakter

Terdapat peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan pada kurikulum 2013, yaitu berbasis pendidikan karakter. Terdapat perubahan penggunaan istilah baru dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yaitu Kompetensi Inti atau KI. Lahirnya konsep KI diawali dari pengelompokan kompetensi pokok atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Awalnya, kompetensi sikap hanya berdiri satu rumusan saja namun dalam perkembangannya kompetensi sikap dibagi menjadi 2 (dua)

yaitu sikap spiritual dan sikap sosial (Yani, 2014: 54). Melalui sikap spiritual akan mendorong peserta didik memiliki moral dan etika yang baik dalam kehidupannya. Aspek sosial merupakan gambaran berbentuk hubungan dengan sesama manusia dan lingkungannya (Fadillah, 2014: 29). Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan (Mulyasa, 2013: 7).

Tujuan pendidikan karakter di sekolah menurut Arthur (dalam Abidin, 2014: 61) adalah sebagai berikut:

1) Sebuah misi, komitmen, dan tekad yang kuat untuk mengembangkan karakter peserta didik.

2) Meningkatkan partisipasi staf, peserta didik dan orang tua dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan kualitas yang diinginkan untuk dipelihara di sekolah.

3) Meningkatkan standar kinerja akademik, proses belajar mengajar dan khususnya strategi yang mendorong berkembangnya pembelajaran.

4) Meningkatkan standar perilaku murid yang dipahami oleh semua dan menerapkannya dalam komunitas sekolah. 5) Dihasilkannya program penghargaan yang terencana

dengan baik yang dikomunikasikan, mendorong dan memperkuat karakter, sikap, dan perilaku dari seluruh komunitas sekolah.

6) Lahirnya komitmen sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komperhensif dan menggunakan setiap kemampuan yang tersedia untuk memperkuatnya.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) Saputra (2016: 91) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif serta taksonomi pembelajaran seperti problem solving. Menurut Newman dan Wehlage (Widodo, 2013: 162) kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yaitu peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis, dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Menurut Vui (Kurniati, Harimukti, & Jamil, 2016: 62) kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan mengaitkannya atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.

Berdasarkan pemaparan menurut ketiga ahli mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah suatu proses berpikir peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas atau mengembangkan informasi dengan berbagai konsep dan metode untuk mencapai suatu tujuan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) berkaitan dengan taksonomi bloom ranah kognitif atau pengetahuan yaitu C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta). Berikut merupakan taksonomi bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Taksonomi Bloom

Tingkatan Anderson dan Krathwohl

C1 Mengingat C2 Memahami C3 Mengaplikasikan C4 Menganalisis C5 Mengevaluasi C6 Mencipta

Taksonomi bloom merupakan kata kerja operasional yang dijadikan acuan sebuah indikator pada perangkat pembelajaran. Taksonomi bloom ranah kognitif atau pengetahuan meliputi C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta). Taksonomi bloom ranah kognitif yang termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) meliputi C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).

e. Penilaian otentik

Menurut Kunandar (2014: 35) penilaian otentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di kompetensi inti dan kompetensi dasar. Pendapat lain dikemukakan oleh Majid & Rochman (2014: 3) bahwa penilaian otentik yaitu bentuk penilaian yang mencerminkan hasil belajar sesungguhnya dengan berbagai bentuk atau cara, antara lain melalui penilaian proyek atau kegiatan peserta didik, penggunaan portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi. Menurut Daryanto (2014: 113) penilaian otentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Berdasarkan pengertian penilaian otentik yang telah dikemukakan oleh ketiga ahli di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penilaian otentik adalah bentuk penilaian kegiatan peserta didik baik proses maupun hasil dengan berbagai bentuk atau cara untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

f. Berpusat pada peserta didik

Akbar (2013: 19) menjelaskan pada proses pembelajaran Kurikulum 2013 memerankan siswa sebagai subjek belajar yang utama. Menurut Daryanto (2014: 16) bahwa jika biasanya kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian informasi oleh guru sebagai sumber belajar, maka dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa mengamati fenomena atau fakta tertentu. Menurut Sanjaya (2015: 295) siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan aktivitas sesuai minat dan keinginannya. Guru sebagai fasilitator yaitu guru memfasilitasi proses pembelajaran berlangsung untuk menciptakan suasana pembelajaran yang membuat peserta didik aktif.

Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa berpusat pada peserta didik dapat diartikan dengan di dalam pembelajaran guru sebagai sumber belajar dan peserta didik sebagai subjek belajar yang utama sehingga peserta didik memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan aktivitas sesuai minat dan keinginannya. g. Berbasis Kompetensi

Kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi atau kemampuan harus dicapai oleh peserta didik. Menurut Mulyasa (2013: 68) melalui kompetensi yang dicapai peserta didik akan memberikan seperangkat kompetensi tertentu. Terdapat 6 (enam) kompetensi yang harus dicapai peserta didik yaitu

pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill), nilai (value), sikap (attitude), dan minat (interest). Dalam konteks Kurikulum 2013, kompetensi lulusan berhubungan dengan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Fadillah, 2014: 177).

Dokumen terkait