• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pemeriksaan Radiologi Subjek Penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Karakteristik Tanda Vital, Gejala Klinis, Pemeriksaan Laboratorium, dan

4.4.2. Karakteristik Pemeriksaan Radiologi Subjek Penelitian

Tabel 4.13. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Infiltrat 71 73,2

Tidak ada infiltrat 26 26,8

Berdasarkan data dari tabel 4.13., didapatkan gambaran radiologi untuk mendiagnosis pneumonia komunitas. Gambaran radiologi untuk diagnosis pneumonia komunitas adalah adanya infiltrat pada foto radiologi thoraks. Dari 97 pasien, didapatkan 71 pasien (73,2%) memiliki gambaran infiltrat pada radiologi thoraksnya, sedangkan 26 (26,8%) pasien tidak memiliki gambaran infiltrat.

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis pneumonia komunitas. Tegak atau tidaknya diagnosis pneumonia komunitas pada pemeriksaan radiologi adalah jika terlihat adanya infiltrat. Pada penelitian ini pasien yang terdapat infiltrat pada pemeriksaan radiologinya sebanyak 71 pasien (73,2%), sedangkan pasien yang tidak terdapat infiltrat pada pemeriksaan radiologinya sebanyak 26 pasien (26,8%). Hal ini sesuai dengan Albaum (1996) di mana pemeriksaan radiologi yang terdapat infiltrat sebanyak 79,4% sedangkan yang tidak terdapat infiltrat sebanyak 6,0%. Hal ini menandakan infiltrat merupakan salah satu tanda baku emas diagnosis pneumonia komunitas.54

Tabel 4.14. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Orientasi Infiltrat Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Paru Kanan 14 14,4

Paru Kiri 10 10,3

Paru Kanan dan Kiri 40 41,2

Pada tabel 4.14., diketahui gambaran radiologi pasien pneumonia komunitas berdasarkan orientasinya. Pasien yang memiliki gambaran infiltrat pada paru kanan saja sebanyak 14 pasien (14,4%), sedangkan yang memiliki gambaran infilitrat pada paru kiri saja sebanyak 10 pasien (10,3%). Adapun pasien yang memiliki gambaran infiltrat pada kedua parunya sebanyak 40 pasien (41,2%).

Pada hasil penelitian didapatkan beberapa gambaran karakteristik pemeriksaan radiologi. Pada gambaran radiologi berdasarkan orientasi, yang terbanyak adalah mengenai kedua paru sebanyak 40 pasien (41,2%), kemudian paru kanan sebanyak 14 pasien (14,4%), dan terkahir paru kiri sebanyak 10 pasien (10.3%). Hal ini berbeda dengan penelitian Abdullah (2012), di mana dari 39 pasien, paru yang terkena infeksi pneumonia komunitas terbanyak adalah paru kanan sebanyak 24 pasien, kemudian diikuti dengan paru kiri sebanyak 12 pasien, dan kedua paru sebanyak 3 pasien.36 Perbedaan hal ini kemungkinan disebabkan karena kerentanan pada bronkus kanan yang lebih tinggi daripada bronkus kiri. Kerentanan yang dimaksud adalah pada posisi anatomis bronkus kanan lebih curam dari bronkus kiri. Sehingga lebih mempermudah terjadinya infeksi pada bronkus kanan.3,6,9

Tabel 4.15. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Lokasi Infiltrat Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Basal 9 9,3

Mediobasal 5 5,2

Lapang Atas 7 7,2

Perihilar 1 1,0

Laterobasal 1 1,0

Basal dan Perihilar 20 20,6

Lapang Atas dan Mediobasal 14 14,4

Dari tabel 4.15., didapatkan data gambaran radiologi pasien pneumonia komunitas berdasarkan penyebaran lokasi infiltrat. Lokasi yang terbanyak adalah pada kombinasi basal dan perihilar sebanyak 20 pasien (20,6%), kemudian diikuti oleh kombinasi lapang atas dan mediobasal sebanyak 14 pasien (14,4%). Sehingga pasien yang gambaran infiltratnya multilobar sebanyak 34 pasien (35,0%). Sedangkan pasien yang lokasi infiltrate hanya pada 1 lokasi (unilobar) sebanyak 23 pasien (23,7%), yang dibagi menjadi lokasi pada basal sebanyak 9 pasien (9,3%), mediobasal 5 pasien (5,2%), lapang atas 7 pasien (7,2%), perihilar 1 pasien (1,0%), dan laterobasal 1 pasien (1,0%).

Selain itu, terdapat juga hasil penelitian mengenai karakteristik pemeriksaan radiologi berdasarkan lokasi terdapatnya infiltrat. Pada penelitian ini lokasi infiltrat yang terbanyak adalah pada lokasi basal dan perihilar dengan persentase 20,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian Abdullah (2012) bahwa lokasi yang sering terjadinya pembentukan infiltrat adalah pada daerah basal dan medial sebesar 52%.36

4.4.3. Karakteristik Kriteria Pneumonia Severity Index (PSI) Subjek Penelitian

Tabel 4.16. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan KriteriaPneumonia Severity Index(PSI)

Derajat PSI Frekuensi (n) Persentase (%)

I 43 44,3

II 23 23,7

III 11 11,3

IV 18 18,6

V 2 2,1

Pada tabel 4.16., didapatkan gambaran pasien pneumonia komunitas berdasarkan kriteria PSI. Di mana pada data di atas, diketahui pasien yang memiliki derajat PSI I sebanyak 43 pasien (44,3%), derajat II 23 pasien (23,7%), derajat III 11 pasien (11,3%), derajat IV 18 pasien (18,6%), dan derajat V 2 pasien (2,1%).

4.4.4. Karakteristik Pemeriksaan Sputum Subjek Penelitian

Tabel 4.17. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Sputum

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Batang Gram (-) Positif 26 26,8 Coccus Gram (+) Positif 26 26,8 Epitel Positif 26 26,8 Jamur Positif 8 8,2 Negatif 18 18,6

Dari tabel 4.17., didapatkan hasil pemeriksaan sputum. Dari seluruh rekam medis yang berjumlah 97 pasien, hanya 26 pasien saja yang diperiksa pemeriksaan sputum, selebihnya yang berjumlah 71 pasien tidak dilakukan. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa hasil dari pemeriksaan sputum batang Gram (-) seluruhnya positif 26 pasien (26,8%), begitu pula dengan coccus Gram (+) dan epitel seluruhya positif. Pada hasil jamur didapatkan hasil positif 8 pasien (8,2%) dan negative 18 pasien (18,6%).

4.5. Karakteristik Pengobatan Antibiotik Subjek Penelitian

Tabel 4.18. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pengobatan Antibiotik

Obat Antibiotik Frekuensi (n) Persentase (%)

Ceftizoxime 39 40,2 Imipenem 20 20,6 Ceftriaxone 15 15,5 Levofloxacin 13 13,4 Ofloxacin 9 9,3 Cefoperazone 4 4,1 Ceftazidime 4 4,1 Cefomax 4 4,1 Cefixime 3 3,1 Cefotaxime 3 3,1 Biocepime 2 2,1 Meropenem 2 2,1 Bactraz 2 2,1 Pelastin 2 2,1 Cotrimoxazole 1 1,0 Ambacim 1 1,0 Micostativ 1 1,0 Alprazolam 1 1,0 Cetirizine 1 1,0

Pada tabel 4.18., didapatkan data distribusi pemberian obat antibiotik kepada pasien. Obat yang paling banyak diberikan adalah ceftizoxime sebanyak 39 pasien (40,2%), diikuti oleh imipenem 20 pasien (20,6%), ceftriaxone 15 pasien (15,5%), levofloxacin 13 pasien (13,4%), ofloxacin 9 pasien (9,3%), cefoperazone, ceftazidime, dan cefomax masing-masing sebanyak 4 pasien (4,1%), cefixime dan cefotaxime sebanyak 3 pasien (3,1%), biocepime, meropenem, bactraz, dan pelastin sama-sama diberikan kepada pasien sebanyak 2 pasien (2,1%), cotrimoxazole, ambacim, micostativ, alprazolam, dan cetirizine masing-masing sebanyak 1 pasien (1,0%).

Jika dilihat dari masing-masing golongan obat, maka yang paling mendominasi adalah golongan cephalosporin kemudian beta-laktam dan fluoroquinolone.Hal ini sesuai dengan penelitian Viegi (2006) di Italia, frekuensi obat yang paling sering digunakan untuk pneumonia komunitas adalah cephalosporin (27,1%), kemudian makrolid (18%), beta-laktam (13%), dan fluoroquinolone(12%).33Hal serupa juga terdapat pada penelitian Almirall (2000) bahwa obat antibiotik untuk pasien pneumonia komunitas rawat inap yang paling sering digunakan adalah cephalosporin 40% dibandingkan makrolid 11,7% dan penisilin 5,5%.29,30

Menurut panduan tatalaksana American Thoracic Society, tatalaksana lini pertama pada pasien rawat inap non-ICU adalah fluoroquinolone. Sediaan yang direkomendasikan adalah mixofloxacin, gemifloxacin, atau levofloxacin 750 mg (Level 1 EBM). Sedangkan tatalaksana lini kedua adalah beta-laktam ditambah makrolid. Sediaan beta-laktam yang direkomendasikan adalah cefotaxime, ceftriaxone dan ampicillin. Adapun sediaan makrolid yang direkomendasikan adalah azitromisin, klaritomisin, atau eritromisin. Dari panduan tatalaksana ATS inilah, terdapat perbedaan pengobatan farmakologi yang diterapkan di RSUD Cengkareng. Pada panduan ATS, lini pertama yang digunakan adalah fluoroquinolone,namun pada pengobatan farmakologi di RSUD Cengkareng yang terbanyak adalahcephalosporin.20

Dokumen terkait