PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA CSR
PT ITP
Karakteristik Perempuan
Karakteristik perempuan merupakan faktor internal dari masing-masing peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP. Karakteristik perempuan dapat dilihat melalui 4 variabel yang terdiri atas usia, tingkat pendidikan, tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan, dan tingkat perilaku keinovatifan.
Usia
Usia perempuan peserta pada penelitian ini seluruhnya berada pada kategori masa usia menengah menurut teori Havighurst dalam Mugniesyah (2006b). Usia termuda adalah 32 tahun, sedangkan usia tertua adalah 50 tahun. Kemudian usia menengah ini dikelompokkan lagi menjadi 2 kategori, yaitu <41 tahun yang
digolongkan usia menengah muda dan ≥41 tahun yang digolongkan menjadi usia menengah tua.
Gambar 16 Persentase usia perempuan peserta
Gambar 16 menunjukkan bahwa peserta pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari, sebagian besar (73%) diikuti oleh perempuan yang berada pada usia menengah tua. Hal ini mengindikasikan bahwa perempuan pada usia menengah tua lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengikuti program ini. Seperti yang diutarakan oleh salah satu responden, sebagai berikut:
“…Kebanyakan yang ikut program ini adalah ibu-ibu yang sudah tidak memiliki anak kecil ataupun cucu, jadi umurnya antara 40-45 tahun. Hal ini karena, pada usia tersebut mereka punya waktu luang lebih banyak untuk ikut kegiatan seperti ini…”-Ibu S (44 tahun), warga RT 04.
53
Sementara itu, sebanyak 27 persen perempuan peserta masuk kategori menengah muda. Mereka adalah perempuan yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan sebagai kader atau perempuan yang terampil membuat kerajinan dari limbah plastik.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP digolongkan dalam 4 kategori yaitu tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi. Gambar 11 menunjukkan mayoritas (73%) peserta menamatkan pendidikan sampai SMA.
Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP
Namun, gambar 17 juga menunjukkan masih ada sebanyak 3 persen dan 7 persen peserta yang hanya menamatkan pendidikan SD dan SMP. Hasil tersebut sesuai dengan yang diungkapkan salah seorang aparat desa bahwa ada kenaikan jenjang pendidikan dibandingkan dulu. Menurutnya saat ini masyarakat di Desa Gunungsari sudah banyak yang menamatkan pendidikan SMA, sehingga jumlah lulusan di bawah SMA persentasenya kecil.
Kemudian tingkat pendidikan peserta dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu rendah dan tinggi. Tingkat pendidikan rendah untuk tamatan SD sampai SMP, sedangkan pendidikan tinggi untuk tamatan SMA sampai Perguruan Tinggi.
Tingkat Keterlibatan dalam Organisasi Kemasyarakatan
Variabel lain dalam status sosial dan ekonomi adalah keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan. Organisasi masyarakat yang ada di RW 04 untuk perempuan diantaranya kader Posyandu, kader lingkungan, dan UPPKS.
Namun, meskipun sudah ada pemisahan pekerjaan, seringkali 1 orang mengerjakan 2 hal tersebut. Keterlibatan peserta dalam organisasi kemasyarakatan dibagi dalam 3 kategori, yaitu tidak terlibat organisasi, terlibat organisasi serta terlibat organisasi dan memiliki jabatan.
Gambar 18 Persentase tingkat keterlibatan perempuan peserta dalam organisasi kemasyarakatan
Gambar 18 menunjukkan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP mayoritas (50%) adalah perempuan yang terlibat dalam organisasi dan memiliki jabatan. Jabatan tersebut diantaranya adalah sebagai sekretaris, bendahara, dan kepala bidang. Sementara itu, perempuan peserta yang tidak terlibat dalam organisasi hanya sebanyak 20 persen. Hal ini karena para kader lebih diutamakan oleh pendamping CSR. Para kader ini nantinya diharapkan dapat membimbing peserta lain yang bukan kader. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang responden, sebagai berikut:
“…Kebanyakan yang mengikuti kegiatan daur ulang ini adalah kader-kader RT ataupun RW. Karena pada saat awal pelatihan diminta perwakilan dari setiap RT untuk ikut. Kemudian dipilihlah kader-kader tersebut. Setelah mereka ikut pelatihan mereka akan mengajari warga yang lain seperti saya…”.-Ibu V (46 tahun), warga RT 01.
Tingkat keterlibatan peserta dalam organsisasi kemasyarakatan ini kemudian dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu kategori rendah dan tinggi. Kategori rendah untuk yang tidak terlibat dalam organisasi, sedangkan kategori tinggi untuk yang terlibat organisasi.
Tingkat Perilaku Keinovatifan
Perilaku keinovatifan dilihat dari kekosmopolitan dan waktu mengikuti kegiatan. Perempuan peserta program CSR PT ITP di RW 04 kebanyakan adalah ibu rumah tangga yang aktif di organisasi kemasyarakatan sekitar wilayah tersebut.
Perempuan peserta kegiatan yang memiliki tingkat kekosmpolitan tinggi biasanya adalah perempuan yang bekerja nafkah tetap. Mereka diantaranya berprofesi sebagai guru, anggota BPD dan penjual barang kredit.
55
Gambar 19 Persentase tingkat perilaku keinovatifan perempuan peserta
Gambar 19 menunjukkan perilaku keinovatifan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP didominasi (70%) oleh perempuan yang memiliki perilaku keinovatifan rendah. Hal ini karena, kebanyakan dari mereka lebih banyak beraktivitas di lingkungan sekitar RW 04. Pada kategori ini mereka tidak kosmopolit, tapi mengikuti kegiatan sejak awal. Selanjutnya, sebanyak 30 persen adalah perempuan yang kosmopolit dan ikut kegiatan sejak awal.
Analisis Hubungan Karakteristik Perempuan dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan dalam Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP
Program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di RW 04 Desa Gunungsari Kecamatan Citeureup seluruh pesertanya adalah perempuan yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Karakteristik perempuan tersebut dapat berhubungan dengan tingkat keberdayaan perempuan. Karakteristik perempuan terdiri atas usia, tingkat pendidikan, tingkat keterlibatan dalam organsisasi kemasyarakatan, dan perilaku keinovatifan. Sementara itu, keberdayaan perempuan meliputi tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol.
Penelitian ini mencoba menghubungkan karakteristik perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP dengan keberdayaan perempuan. Masing-masing variabel dari karakteristik perempuan dan keberdayaan perempuan dilihat kecenderungan hubungan menggunakan tabel tabulasi silang dan didukung dengan uji korelasi rank spearman. Seluruh data yang dihubungkan merupakan data dengan skala ordinal.
Pengujian hubungan antar variabel didukung oleh program SPSS 16.00. Adapun ketentuan hipotesis diterima apabila nilai signifikansi (sig-2 tailed) lebih
kecil dari α (0.10), sebaliknya jika nilai yang didapatkan lebih besar dari α (0.10),
maka hubungan antara 2 variable tersebut tidak signifikan.
Hubungan Usia dengan Tingkat Kesejahteraan Perempuan
Responden dalam penelitian ini seluruhnya tergolong dalam masa usia menengah berdasarkan Teori Perkembangan Havighurst yang dikutip oleh Mugniesyah (2006b). Kemudian usia tersebut dibagi dalam 2 kategori, yaitu masa
usia menengah muda (<41 tahun) dan masa usia menengah tua (≥41 tahun).
Selanjutnya, tingkat kesejahteraan dilihat berdasarkan pendapatan dan kesadaran lingkungan peserta. Hal ini sesuai dengan tujuan program. Kedua variabel tersebut kemudian dihubungkan menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman.
Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan usia Tingkat Kesejahteraan Usia Muda Tua Jumlah % Jumlah % Rendah 3 37.5 4 18.2 Tinggi 5 62.5 18 81.8 Jumlah 8 100.0 22 100.0
Tabel 8 menunjukkan tidak terdapat kecenderungan bahwa semakin tua usia peserta, semakin tinggi tingkat kesejahteraan perempuan. Setelah diuji menggunakan
uji rank spearman, didapatkan nilai α untuk hubungan antara usia dengan tingkat
kesejahteraan perempuan sebesar 0.284. Hasil tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan antara 2 variabel tersebut, karena nilai α lebih besar dari 0.10.
Hal ini karena dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah rumah tangga tidak ditentukan oleh usia yang mereka miliki. Selain itu, peserta didominasi oleh perempuan berusia menegah tua, karena pada usia tersebut perempuan RW 04 lebih banyak memiliki waktu luang dan tidak harus mengurusi anak yang usia remaja atau dewasa. Pada usia baik menengah muda maupun menengah tua, mayoritas peserta memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. Mereka memiliki pendapatan di atas rata-rata4 dan juga memiliki kesadaran lingkungan yang baik5. Oleh karena itu, dapat disimpulkan tingkat kesejahteraan pada perempuan peserta pengelolaan sampah rumah tangga tidak berhubungan dengan usia.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesejateraan Perempuan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel dari status sosial dan ekonomi. Tingkat pendidikan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga dibagi dalam 2 kategori. Kategori rendah untuk tamat SD dan SMP, sedangkan kategori tinggi untuk tamat SMA dan PT. Hubungan variabel tingkat pendidikan dengan tingkat kesejahteraan perempuan dilihat berdasarakan tabel tabulasi silang dan diuji menggunakan uji korelasi rank spearman.
4 Rp927 067 (rata-rata penghasilan peserta ini masih jauh di bawah UMR Kabupaten Bogor, yaitu sebesar Rp2 242 240)
5 Memisahkan antara sampah organik dan organik, mengolah sampah anorganik menjadi kerajinan. Hasilnya lingkungan lebih rapi dan bersih, tidak ada lagi sampah yang berserakan.
57
Berdasarkan tabel 9, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan peserta, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan. Data tabel 9 menunjukkan sebagian besar (81.5 %) perempuan peserta yang tingkat pendidikan tinggi juga memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. Hal ini karena, mereka yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih aktif dalam program, sehingga memiliki tingkat kesejahteraan tinggi.
Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan Tingkat Kesejahteraan Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 2 66.7 5 18.5 Tinggi 1 33.3 22 81.5 Jumlah 3 100.0 27 100.0
Setelah diuji menggunakan uji korelasi rank spearman, didapatkan nilai α
sebesar 0.065 untuk hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesejahteraan perempuan. Hasil tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara 2 variabel tersebut,
karena nilai α lebih kecil dari 0.10. Selain itu, didapat nilai koefisien korelasi sebesar
0.342. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel linier positif dan cukup kuat. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kemungkinan besar semakin tinggi tingkat kesejahteraan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP. Hasil tersebut sesuai dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa sebagian besar peserta yang memiliki penghasilan di atas rata-rata dan memiliki tingkat kesadaran lingkungan tinggi merupakan peserta yang memiliki tingkat pendidikan SMA sampai perguruan tinggi.
Hubungan Tingkat Keterlibatan dalam Organisasi Kemasyarakatan dengan Tingkat Kesejahteraan Perempuan
Tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan merupakan salah satu variabel dari status sosial dan ekonomi. Tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga dibagi dalam 2 kategori. Kategori tersebut yaitu rendah untuk yang tidak terlibat organisasi dan dan tinggi untuk yang terlibat organisasi kemasyarakatan.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat Keterlibatan dalam Organisasi Kemasyarakatan
Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
Rendah 3 50.0 4 16.7
Tinggi 3 50.0 20 83.3
Tabel 10 menunjukkan terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dengan tingkat kesejahteraan. Mayoritas (83.3%) perempuan peserta yang memiliki tingkat keterlibatan organisasi tinggi, juga memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. Mereka yang yang mengikuti organisasi di lingkungan RW 04 sebagai kader, lebih aktif dalam program ini.
Setelah diuji menggunakan uji rank spearman, didapatkan nilai α untuk
hubungan antara tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dengan tingkat kesejahteraan perempuan sebesar 0.090. Hasil tersebut menunjukkan terdapat
hubungan antara dua variabel tersebut. Hal ini karena nilai α lebih kecilr dari 0.10
yang menjadi nilai standar hubungan signifikansi. Selain itu, didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0.315. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel linier positif dan cukup kuat. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat keterlibatan dalam organisasi, maka kemungkinan besar semakin tinggi tingkat kesejahteraan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP.
Hal tersebut, karena mereka harus memberikan contoh yang baik bagi peserta lain yang bukan kader. Sebagai kader merekalah yang terlebih dahulu melakukan berbagai bentuk pelestarian lingkungan. Kegiatan tersebut pengelolaan sampah rumah tangga, memilahan sampah, menabung sampah di bank sampah, mendaur ulang sampah,dan menanam pohon di sekitar rumah dan wilayah RT. Selain itu, mereka juga mengajarkan daur ulang sampah plastik kepada para peserta lain untuk dijual hasilnya sebagai penghasilan tambahan. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan perempuan peserta yang terlibat dalam organisasi mayoritas masuk kategori tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang responden, sebagai berikut:
“…Saya ikut program pengelolaan sampah, karena ajakan dari Ibu Y (kader). Dialah yang mengajarkan saya untuk memisahkan sampah organik dengan anorganik. Setelah Bu Y ikut pelatihan kerajinan dari laimbah plastik, saya diajarin juga untuk bikin itu. Beliau sampai sekarang masih aktif melakukan daur ulang dan sudah dapat menghasilkan uang dari hasil daur ulang itu…”-Ibu V (46 tahun), warga RT 01.
Hubungan Tingkat Perilaku Keinovatifan dengan Tingkat Kesejahteraan Perempuan
Perilaku keinovatifan merupakan salah satu variabel dari karakteristik perempuan yang dinilai berdasarkan tingkat kekosmopolitan dan tahun mengikuti program. Kemudian, tingkat perilaku keinovatifan dan tingkat kesejahteraan dihubungkan menggunakan tabel tabulasi silang dan diuji menggunakan uji korelasi rank spearman.
59
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat perilaku keinovatifan
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat Perilaku Keinovatifan
Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
Rendah 6 28.6 1 11.1
Tinggi 15 71.4 8 88.9
Jumlah 21 100.0 9 100.0
Tabel 11 menunjukkan tidak terlihat kecenderungan hubungan antara tingkat perilaku keinovatifan dengan tingkat kesejahteraan. Pada tabel tersebut terlihat, baik peserta yang masuk kategori tingkat perilaku keinovatifan rendah, maupun tinggi sama-sama didominasi tingkat kesejahteraan tinggi. Setelah diuji menggunakan uji rank spearman, didapatkan nilai α untuk hubungan antara perilaku keinovatifan
dengan tingkat kesejahteraan perempuan sebesar 0.317. Hasil tersebut menunjukkan
tidak terdapat hubungan antara dua variabel tersebut, karena nilai α lebih besar dari
0.050 yang menjadi nilai standar hubungan signifikansi.
Hal tersebut karena, program ini tidak ditentukan berdasarkan perilaku keinovatifan. Namun, lebih ditentukan atas keterlibatannya dalam organisasi kemasyarakatan. Ketika ia aktif berorganisasi di sekitar RW 04, maka ia akan lebih aktif dibanding yang tidak berorganisasi dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP.
Hubungan Usia dengan Tingkat Akses Perempuan
Tingkat akses perempuan merupakan tahapan kedua dari tingkat keberdayaan perempuan. Pada tahapan ini, dinilai kesempatan perempuan peserta untuk mendapatkan pendampingan dan pelatihan. Tingkat akses ini juga dilihat dari intensitas mereka mendapat pendampingan dan pelatihan tersebut. Selanjutnya, usia peserta program pengelolaan sampah rumah tangga dihubungkan dengan tingkat akses perempuan pada pendampingan dan pelatihan menggunakan tabel tabulasi silang dan diuji menggunakan uji korelasi rank spearman.
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan usia Tingkat Akses Usia Muda Tua Jumlah % Jumlah % Rendah 4 50.0 14 63.6 Tinggi 4 50.0 8 36.4 Jumlah 8 100.0 22 100.0
Tabel 12 menunjukkan terdapat kecenderungan semakin tua usia peserta, maka semakin rendah tingkat akses perempuan pada pendampingan dan pelatihan. Perempuan peserta yang berusia menengah tua mayoritas (63.6%) memiliki tingkat akses rendah.
Hal ini karena, mereka lebih memberi peluang pada yang peserta yang berusia menegah muda untuk mendapat pendampingan dan pelatihan. Seperti yang dikatakan oleh seorang responden, sebagai berikut:
“…Waktu itu saya diajak pelatihan bikin kerajinan dari limbah plastik ke Mampang,
tapi saya ga ikut. Biarin ibu-ibu yang masih muda aja yang ikut…”-Ibu SCN (50
tahun), warga RT 07.
Namun, peserta yang berusia muda juga belum tentu memiliki akses tinggi pada pendampingan dan pelatihan. Jika perempuan peserta bukan seorang kader, maka akses mereka pada pendampingan dan pelatihan rendah. Kenyataan tersebut didukung oleh hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel usia dengan tingkat akses perempuan. Nilai α yang
dihasilkan kedua variabel sebesar 0.517. Hal tersebut karena, baik usia menengah muda maupun tua memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pendampingan dan pelatihan. Namun, mereka yang lebih sering mendapat pelatihan dan pendampingan adalah perempuan yang sering mengikuti rapat di RSB, seperti kader. Semakin sering ia rapat, maka semakin sering ia bertemu dengan pendamping CSR PT ITP, sehingga kesempatan untuk mendapat pendampingan dan pelatihan lebih besar.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Akses Perempuan
Tingkat pendidikan dihubungkan dengan tingkat akses perempuan pada pelatihan dan pendampingan menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman. Berdasarkan tabel 8, tidak terlihat kecenderungan hubungan antara kedua variabel tersebut. Baik peserta yang memiliki tingkat pendidikan rendah maupun tingkat pendidikan tinggi, sama-sama didominasi oleh tingkat akses rendah.
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat pendidikan Tingkat Akses Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 3 100.0 15 55. 6 Tinggi 0 0.0 12 44.4 Jumlah 3 100.0 27 100.0
Selain itu, hasil uji korelasi rank spearman juga menunjukkan hubungan
kedua variabel tidak memiliki hubungan signifikan, karena nilai α yang diperoleh
sebesar 0.146. Nilai tersebut melebihi nilai signifikansi sebesar 0.10. Hal ini karena, tingkat pendidikan tidak menjadi syarat untuk mendapat pendampingan dan pelatihan. Bahkan, tingkat pendidikan formal tidak diutamakan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga ini. Hal ini karena, dalam kegiatan pengelolaan sampah khususnya untuk membuat kerajinan tangan dari daur ulang limbah plastik, lebih dibutuhkan keterampilan seperti menganyam dan menjahit.
61
Hubungan Tingkat Keterlibatan dalam Organisasi Kemasyarakatan dengan Tingkat Akses Perempuan
Tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dihubungkan dengan tingkat akses perempuan pada pendampingan dan pelatihan menggunakan tabel tabulasi silang dan diuji menggunakan uji korelasi rank spearman. Berdasarkan tabel 14 terdapat kecenderungan semakin tinggi keterlibatan peserta dalam organisasi kemasyarakatan, maka semakin tinggi tingkat akses pada pendampingan dan pelatihan.
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan
Tingkat Akses
Tingkat Keterlibatan dalam Organisasi Kemasyarakatan
Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
Rendah 6 100.0 12 50.0
Tinggi 0 0.0 12 50.0
Jumlah 6 100.0 24 100.0
Tabel 14 menunjukkan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga dengan keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan rendah mayoritas (100%) memiliki tingkat akses rendah. Hal ini karena, kesempatan mendapat pendampingan dan pelatihan lebih banyak dimiliki oleh peserta perempuan yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan.
Mereka adalah kader yang aktif di tingkat RW maupun kader RT. Kesempatan tersebut lebih banyak diberikan pada kader, karena merekalah yang nantinya diharapkan akan merangkul warga lain yang bukan kader untuk mengikuti program ini. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden, sebagai berikut:
“…Waktu itu pernah ada pelatihan ke Mampang untuk membuat kerjinan tangan dari daur ulang limbah plastik. Mereka yang ikut lebih diutamakan kader-kader RT atau RW. Soalnya mereka nanti yang akan ngajarin ke ibu-ibu lain, seperti saya yang diajari pengelolaan sampah anorganik oleh bu kader…”-Ibu SCN (50 tahun), warga RT 07.
Selain itu, hasil uji korelasi rank spearman kedua variabel didapat nilai α
sebesar 0.025. Nilai tersebut menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara variabel tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dan tingkat akses pada
pendampingan dan pelatihan, karena nilai α lebih kecil dari 0.050. Selain itu, didapat
nilai koefisien korelasi sebesar 0.408 yang menunjukkan hubungan kedua variabel linier positif dan cukup kuat. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan, maka kemungkinan semakin tinggi juga tingkat akses perempuan pada pelatihan dan pendampingan.
Hasil tersebut karena, meskipun peserta yang juga seorang kader memiliki akses yang sama untuk mendapat pendampingan dan pelatihan. Namun, seringkali waktu pendampingan dan pelatihan bersamaan dengan kegiatan lain yang dimiliki kader, sehingga mereka tidak mendapat pendampingan dan pelatihan tersebut. Oleh karena itu, sebagian peserta yang aktif sebagai kader memiliki tingkat akses rendah, karena frekuensi mendapat pendampingan dan pelatihannya kecil.
Hubungan Tingkat Perilaku Keinovatifan dengan Tingkat Akses Perempuan Tingkat perilaku keinovatifan dihubungkan dengan tingkat akses perempuan pada pelatihan dan pendampingan menggunakan tabel tabulasi silang dan diuji menggunakan uji korelasi rank spearman. Tabel 15 menunjukan terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat perilaku keinovatifan, maka semakin tinggi tingkat akses perempuan pada pelatihan dan pendampingan.
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat perilaku keinovatifan
Tingkat Akses
Tingkat Perilaku Keinovatifan
Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
Rendah 15 71.4 3 33.3
Tinggi 6 28.6 6 66.7
Jumlah 21 100.0 9 100.0
Data pada tabel 15 menunjukkan sebagian besar (66.7%) peserta yang memiliki tingkat perilaku keinovatifan tinggi, juga memiliki tingkat akses tinggi. Hal ini karena, mereka yang memiliki tingkat perilaku keinovatifan tinggi sebagian besar adalah kader, sehingga mereka memiliki tingkat akses pada pendampingan dan pelatihan tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang peserta, sebagai berikut:
“…Walaupun saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar untuk jualan, tapi saya tetep ikut pelatihan dan sering ngobrol sama pihak CSR. Soalnya saya aktif sebagai kader di RW ini…”-Ibu NJ (47 tahun), warga RT 02.
Setelah diuji menggunakan uji korelasi rank spearman, didapat nilai α sebesar
0.053. Angka tersebut menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kedua
variabel karena nilai α lebih kecil dari 0.10. Selain itu, didapatkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.356 yang berarti hubungan kedua variabel linier positif dan cukup kuat. Artinya semakin tinggi tingkat perilaku keiovatifan peserta, maka kemungkinan besar semakin tinggi tingkat akses perempuan pada pendampingan dan pelatihan Hubungan Usia dengan Tingkat Kesadaran Kritis Perempuan
Kesadaran kritis perempuan merupakan kesadaran bahwa peran gender bukanlah hal mutlak yang tidak dapat diubah. Pada penelitian ini kesadaran kritis perempuan dinilai berdasarkan persepsi mereka terhadap isu ketidakadilan peran antara perempuan dan laki-laki dalam dimensi sosial dan ekonomi.
63
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis perempuan dan usia
Tingkat Kesadaran Kritis Usia Muda Tua