• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Peran Pendamping Dengan Keberdayaan Perempuan Dalam Program Corporate Social Responsibility (Csr) Pt Itp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Peran Pendamping Dengan Keberdayaan Perempuan Dalam Program Corporate Social Responsibility (Csr) Pt Itp"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERAN PENDAMPING DENGAN

KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT ITP

NINDYA DEWINTA

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Peran Pendamping dengan Keberdayaan Perempuan dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT ITP adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagaian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(3)

NINDYA DEWINTA. Hubungan Peran Pendamping dengan Keberdayaan Perempuan dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT ITP. Dibimbing oleh TITIK SUMARTI

Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Desa Gunungsari merupakan salah satu program CSR PT ITP. Program yang telah mendapat pendampingan selama 5 tahun ini memiliki 30 peserta dan seluruh pesertanya adalah perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP, menganalisis hubungan peran pendamping dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP, dan menganalisis hubungan karakteristik perempuan dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner dan didukung data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberdayaan perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP telah mencapai tahap partisipasi. Kemudian, pendampingan dalam program ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan partisipasi perempuan. Sementara itu, ciri perempuan yang memiliki keberdayaan tinggi adalah perempuan yang berusia kurang dari 41 tahun, tingkat pendidikan tinggi, tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan tinggi, dan tingkat perilaku keinovatifan tinggi.

(4)

ABSTRACT

NINDYA DEWINTA. The Relation of Facilitator Role with Woman’s Empowerment in Corporate Social Responsibility (CSR) Program PT ITP. Supervised by TITIK SUMARTI

Domestic Wasted management program in Desa Gunungsari is one of PT

ITP’s CSR Program. The program which has facilitated during 5 years has 30 participants and all of them are women. Purposes of this study are analyzing the

women’s empowerment in domestic waste management program of CSR PT ITP, analyzing the relationship between facilitator role with women’s empowerment in domestic waste management program of CSR PT ITP, and analyzing the

relationship between women characteristic with women’s empowerment. The method in this research is quantitative research use questioner and supported by qualitative data use depth interview. The result show women’s empowerment has reached participation stage. Than the facilitator role in this program can increase welfare and participation woman. In addition, woman characteristic that

classified in high woman’s empowerment is woman with less than 41 years old,

high education level, high participation in organization, and high innovation of behavior.

(5)

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT ITP

NINDYA DEWINTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Hubungan Peran Pendamping dengan Keberdayaan Perempuan dalam Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT ITP. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini mengangkat tema pengembangan masyarakat di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Titik Sumarti MC MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang tua tercinta Ibu Dedeh Dahlia dan Bapak Rahmat serta adik tercinta Vania Virgiani yang selalu memberikan penguatan, doa, dan motivasi kepada penulis. Selain itu, terimakasih kepada PT Indocement khususnya departemen CSR, Ibu Virgowati dan warga RW 04 Desa Gunungsari. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM 48, khususnya Siska Ermalia, Adella Adiningtyas, Putri Eksanika, Tiara Aprillia, Citra Dhyani, Tiffany Diahnisa, Resturezky Rachmanya, Sifna Audia Q, Elsa Yuliana, Mega Silviana, Fikra Sufi H, Sheilla N, dan Sita Putri. Kemudian Miranti Rahmatika, Yudhistira Chandra Bayu, teman-teman akselerasi SKPM 48, Sanggar Juara, dan tim Majalah Komunitas FEMA.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2015

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Teknik Pengambilan Responden dan Informan 15

Teknik Pengumpulan Data 16

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 16

4 PROFIL DESA GUNUNGSARI

Kondisi Geografis 17

Kondisi Ekonomi 18

5 PROFIL PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 19

CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup 20 Profil Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP 23 Profil Pendampingan Program Pengelolaan Sampah CSR PT ITP 26 6 KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN

SAMPAH RUMAH TANGGA CSR PT ITP

Tingkat Kesejahteraan Perempuan 32

Tingkat Akses Perempuan 34

Tingkat Kesadaran Kritis Perempuan 35

Tingkat Partisipasi Perempuan 36

Tingkat Kontrol Perempuan 37

Ikhtisar 38

7 PERAN PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA CSR PT ITP

(10)

ix

Analisis Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Keberdayaan Perempuan dalam Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP 46

Ikhtisar 51

8 KARAKTERISTIK PEREMPUAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA CSR PT ITP

Karakteristik Perempuan 52

Analisis Hubungan Karakteristik Perempuan dengan Tingkat Keberdayaan Perempuan dalam Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP 55

Ikhtisar 73

9 PENUTUP

Simpulan 74

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 77

(11)

DAFTAR TABEL

1 Luas wilayah dan persentase alokasi penggunaan lahan di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor tahun 2010 17 2 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di

Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor tahun 2010 18 3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat

pendampingan 47

4 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat

pendampingan 48

5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis dan

tingkat pendampingan 49

6 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat

pendampingan 49

7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol dan tingkat

pendampingan 51

8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan usia 56 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat

pendidikan 57

10

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat

keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan 57 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat

perilaku keinovatifan 59

12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan usia 59 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat

pendidikan 60

14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat

keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan 61 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses pada pelatihan dan

pendampingan dan tingkat perilaku keinovatifan 62 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis

perempuan dan usia 63

17 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis

perempuan dan tingkat pendidikan 64

18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis perempuan dan tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan 64 19 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis

perempuan dan tingkat perilaku keinovatifan 66 20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi perempuan dan

umur 66

21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi perempuan dan

(12)

xi

22 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi perempuan dan

tingkat organisasi kemasyarakatan 68

23 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi perempuan dan

tingkat perilaku keinovatifan 69

24 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol dan usia 70 25 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol dan tingkat

pendidikan 71

26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol dan tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan 71 27 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol dan tingkat

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Piramida keberdayaan perempuan 9

2 Kerangka analisis peran pendamping dalam program CSR dan keberdayaan

perempuan 11

3 Struktur organisasi CSR PT ITP Citeureup 23 4 Struktur kepengurusan UPPKS Pelita Hati 26 5 Persentase tingkat kesejahteraan perempuan peserta 32 6 Persentase tingkat akses perempuan peserta 34 7 Persentase tingkat kesadaran kritis perempuan peserta 35 8 Persentase tingkat partisipasi perempuan peserta 36 9 Persentase tingkat kontrol perempuan peserta 37 10 Persentase peran pendamping sebagai fasilitator 40 11 Persentase peran pendamping sebagai broker 42 12 Persentase peran pendamping sebagai mediator 43 13 Persentase peran pendamping sebagai pembela 44 14 Persentase peran pendamping sebagai pelindung 45

15 Persentase tingkat pendampingan 46

16 Persentase usia perempuan peserta 52

17 Persentase tingkat pendidikan peserta 53

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lokasi penelitian 78

2 Jadwal kegiatan penelitian 78

3 Daftar nama responden penelitian 79

4 Kuesioner penelitian 80

5 Pedoman wawancara informan 86 6 Hasil uji statistik rank spearman 88

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sampai saat ini meskipun seluruh masyarakat dianggap sama di mata hukum,

tetapi masih ada masyarakat yang dianggap “nomor 2”. Kelompok dari masyarakat ini sering disebut masyarakat rentan (vulnerable groups). Kelompok tersebut terdiri atas pengungsi, pekerja migran, perempuan, anak, dan masyarakat adat (Muktiono 2009). Perempuan sebagai salah satu bagian dari kelompok rentan sering kali mengalami diskriminasi akibat hegemoni budaya patriarki yang mengakar kuat di masyarakat.

Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan masih banyak terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Menurut data ILO (International Labour Organization) tahun 2013 jumlah laki-laki yang bekerja di Indonesia masih jauh lebih banyak dibandingkan perempuan, masing-masing sebesar 62 persen dan 38 persen. Rendahnya partisipasi perempuan ini juga dipengaruhi rasio lapangan pekerjaan laki-laki memang lebih tinggi sebesar 80 persen dibandingkan perempuan yang hanya 50 persen di bulan Februari 2013.

Upaya memberdayakan perempuan sudah dilakukan sejak tahun 1995 dalam konvensi wanita sedunia yang diselenggarakan di Beijing, Cina. Konvensi ini menghasilkan Beijing Platform for Action (BPFA) yang bertujuan mempercepat kemajuan kaum perempuan. Terdapat 12 bidang sasaran strategis yang menjadi perhatian, diantaranya: 1) perempuan dan kemiskinan, 2) pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, 3) perempuan dan kesehatan, 4) kekerasan terhadap perempuan, 5) perempuan dan konflik bersenjata, 6) perempuan dan ekonomi, 7) perempuan dalam kedudukan pemegang kekuasaan dan pengambilan keputusan, 8) mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan, 9) hak asasi perempuan, 10) perempuan dan media massa, 11) perempuan dan lingkungan, dan 12) anak-anak perempuan.

Keterlibatan swasta untuk melakukan pemberdayaan yang dikhususkan untuk perempuan masih sangat sedikit. Padahal menurut Endres (2011), kegiatan pemberdayaan perempuan tidak hanya bermanfaat bagi perempuan itu sendiri, tapi juga bagi perusahaan. Manfaat tersebut adalah peningkatan keuntungan.

(17)

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP) merupakan salah satu perusahaan semen di Indonesia yang telah menjalankan program CSR. Program CSR PT ITP menurut Indocement (2012) telah mengacu pada 8 tujuan Millenium Development Goals (MDG’s). Program tersebut terbagi ke dalam 5 pilar, yaitu: bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang ekonomi (pembinaan UMKM), bidang sosial dan budaya, dan bidang keamanan lingkungan. Selain itu terdapat Sustainable Development Program (SDP), salah satunya adalah program pengelolaan sampah rumah tangga.

Program pengelolaan sampah rumah tangga tersebut memiliki 4 tujuan, diantaranya meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat, mengoptimumkan pengelolaan sampah menjadi produk yang bermanfaat, memberi penghasilan tambahan bagi masyarakat, dan membantu pemerintah mewujudkan lingkungan bersih dan sehat. Program tersebut dilaksanakan di RW 04 Desa Gunungsari, sebagai lokasi percontohan bagi tempat-tempat lain. Desa Gunungsari dipilih karena terdapat persoalan kesehatan, seperti penyakit demam berdarah yang disebabkan pengelolaan sampah yang belum baik (Prasodjo 2012). Selain itu, di desa ini masih terdapat 795 keluarga miskin seperti catatan laporan kaur kesra desa yang dikutip oleh Prasodjo (2012). Oleh karena itu, program pengelolaan sampah rumah tangga ini diharapkan dapat memberi penghasilan tambahan kepada para pesertanya.

Peserta program yang telah mendapat pendampingan selama 5 tahun ini adalah 30 orang dan seluruhnya merupakan perempuan. Para perempuan ini bertugas mengontrol setiap rumah di RT tempat tinggal mereka agar selalu melakukan pemilahan sampah. Selanjutnya, sampah seperti buku dan gelas air mineral disimpan di bank sampah untuk dijual kepada pengepul. Sementara itu, plastik yang masih dapat digunakan didaur ulang menjadi kerajinan tangan. Hasil kerajinan tangan tersebut kemudian dibantu pemasarannya melalui kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Oleh karena itu, menarik untuk melihat hubungan peran pendamping dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP dan keberdayaan perempuan di Desa Gunungsari.

Masalah Penelitian

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari?

2. Bagaimana hubungan peran pendamping dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari?

(18)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari.

2. Menganalisis hubungan peran pendamping dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari.

3. Menganalisis hubungan karakteristik perempuan dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai peran pendamping dalam CSR dan keberdayaan perempuaan. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan dari penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang Pengembangan Masyarakat.

2. Bagi instansi terkait

(19)

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka

Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility menurut Rakhmat (2013) adalah suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada seluruh stakeholdernya dengan mengintegrasikan 3 pilar yang disebut triple bottom line (profit, people, planet). Pada pengelolaannya praktik CSR sangat dipengaruhi oleh konsep GCG (Good Corporate Governance). Faktor pendorong internal dari perusahaan berupa GCG didefinisikan sebagai bentuk tata kelola perusahaan yang baik yang memiliki agenda jauh di masa datang dan isu CSR merupakan salah satu praktik dari konsep GCG.

Penerapan GCG menurut Rakhmat (2013) meliputi 5 prinsip, yaitu: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, fairness, dan independensi. Prinsip transparansi berarti perusahaan harus menyediakan informasi yang mudah diakses terkait seluruh aktivitasnya kepada stakeholder. Prinsip yang kedua akuntabilitas yaitu perusahaan harus mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya secara wajar dan transparan. Kemudian responsibilitas yaitu bentuk tanggung jawab perusahaan atas dampak aktivitasnya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Prinsip keempat fairness yaitu perusahaan harus memperhatikan kepentingan stakeholder yang berasaskan kewajaran dan kesetaraan. Terakhir adalah independensi yaitu pengelolaan perusahaan harus bebas dari intervensi dari pihak manapun.

Selain faktor internal, pelaksanaan CSR juga dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar pengelola kegiatan CSR. Faktor pendorong ini muncul dari pemerintah yang memiliki peran menurut Mulkhan dan Pratama (2011) melalui mandating, facilitating, partnering, dan endorsing. Mandating adalah peran pemerintah dalam mengeluarkan UU tentang perusahaan, melalui peran ini pemerintah dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan melakukan evaluasi terhadap kinerja CSR perusahaan. Peran facilitating yaitu, pemerintah memberikan panduan untuk pelaksanaan program tanggung jawab perusahaan. Ketiga yaitu partnering, pemerintah ikut terlibat dalam proses kerjasama multy stakeholder dengan menjadi fasilitator dialog antar stakeholder. Terakhir adalah peran endorsing, pemerintah dapat memotivasi perusahaan dengan memberikan reward terhadap pelaksanaan program CSR.

Peran Pendamping

(20)

5

Proses pemberdayaan memerlukan pendamping yang berperan memfasilitasi pengambilan keputusan dan meningkatkan inisiatif masyarakat agar lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Selain itu, berusaha menciptakan rakyat dan institusinya sebagai kekuatan dasar dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Pendampingan menurut Putra et al. (2012) menggunakan metode PAR (Participatory Action Reserch), karena masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam menyalurkan ide tidak hanya sebagai penerima ide. Kegiatan pendampingan dilakukan melalui pemetaan potensi desa, sosialisasi kegiatan pemberdayaan, pelatihan, pemetaan dan pendampingan pemasaran produk, dan konsultasi. Hasil yang diharapkan dari pendampingan ini yaitu keberlanjutan program, perubahan relasi sosial, partisipasi aktif, adanya inovasi baru, peningkatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan terbangunnya organisasi masyarakat sehingga terjadi kelompok swadaya.

Pendampingan sosial menurut Suharto (2005) merupakan salah satu strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Prinsipnya adalah membantu orang lain agar mampu membantu dirinya sendiri, seperti prinsip pekerja sosial. Pekerja sosial diwujudkan perannya sebagai pendamping bukan pemecah masalah secara langsung, mereka hadir dan terlibat membantu memecahkan persoalan atau yang disebut Payne (1986) yang dikutip oleh Suharto (2005) “making the best of

client’s resources”. Pendampingan sosial diartikan sebagai interaksi dinamis antara

kelompok miskin dan pendamping untuk mengatasi masalah secara bersama-sama dan mengahadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain: merancang program perbaikan sosial dan ekonomi, memecahkan masalah sosial, membuka akses bagi kebutuhan, dan lainnya.

Tugas dari pendampingan sosial menurut Suharto (2005) terdiri atas fasilitasi atau pemungkinan (enabling), penguatan (empowering), perlindungan (protecting), dan pendukungan (supporting). Selain itu, pendamping memiliki 5 peran menurut Jorgensen dan Hernandez (1994) dikutip Suharto (2005), yaitu fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung.

Peran pendamping pertama adalah fasilitator. Definisi fasilitator menurut

Parsons, Jorgenzen, dan Hernandez (1994: 188) dikutip Suharto (2005) yaitu “the traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.” Definisi tersebut didasari visi pekerjaan sosial yang menyatakan perubahan terjadi pada dasarnya karena adanya usaha masyarakat sendiri.

Peranan pekerjaan sosial sebagai fasilitator adalah memfasilitasi atau memungkinkan masyarakat untuk melakukan perubahan. Tugas fasilitator diantaranya mendefinisikan siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan, mendefinisikan tujuan keterlibatan, mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan, memfasilitasi menemunakan kesamaan dan perbedaan, memfasilitasi pendidikan dengan membangun pengetahuan dan keterampilan, memberikan contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama dengan mendorong kegiatan kolektif.

(21)

Selain itu, tugas fasilitator yaitu mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan, memfasilitasi penetapan tujuan, merancang solusi-solusi alternatif. Kemudian tugas lainnya, antara lain mendorong pelaksanaan tugas, memelihara relasi sistem, dan memecahkan konflik.

Kedua, peran pendamping sebagai broker. Broker dalam pengertian umum berperan untuk memaksimalkan keuntungan transaksi bagi klien. Namun dalam konteks pekerjaan sosial memaksimalkan keuntungan dalam pelayanan sosial (Suharto 2005). Pada intinya peranan sebagai broker adalah menghubungkan masyarakat dengan barang dan pelayanan serta mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut. Peranannya secara spesifik yaitu mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat, mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber secara konsisten, dan mampu mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan masyarakat. Terdapat 3 kata kunci dalam peran ini, yaitu menghubungkan (linking), barang dan pelayanan (goods and service), dan pengontrolan kualitas (quality control).

Selanjutnya, peran pendamping ketiga adalah mediator. Mediator sangat penting terutama pada saat ada perbedaan mencolok antara masyarakat dengan pihak lain yang mengarah kepada konflik. Pendamping menurut Lee dan Swenson dikutip Suharto (2005) digambarkan sebagai jembatan antara masyarakat dengan sistem lingkungan yang menghambatnya. Kegiatan mediator antara lain kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, dan berbagai resolusi konflik. Pada proses mediasi, tujuan akhir diarahkan kepada win-win solution. Teknik dan keterampilan yang dapat digunakan oleh mediator menurut Compton dan Galaway (1989: 511) dikutip Suharto (2005), yaitu mencari persamaan nilai dari pihak yang berkonflik, membantu setiap pihak mengakui legitimasi kepentingan pihak lain, membantu pihak yang bertikai mengidentifikasi kepentingan bersama, hindari situasi yang mengarah pada kondisi menang dan kalah, berupaya melokalisir konflik ke dalam isu, waktu, dan tempat yang spesifik, membagi konflik kedalam beberapa isu, membantu pihak yang bertikai mengakui manfaat melanjutkan hubungan daripada terus berkonflik, memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara satu sama lain, dan gunakan prosedur persuasi.

Keempat, peran pendamping sebagai pembela. Peran ini seringkali harus berhadapan dengan sistem politik dalam menjamin kebutuhan yang diperlukan masyarakat (Suharto 2005). Ketika pelayanan dan sumber kebutuhan sulit dijangkau masyarakat, pekerja sosial harus memainkan peran sebagai advokat (pembela). Peran pembela dapat dibagi 2 menurut Parson, Jorgensen dan Hernandez dikutip Suharto (2005), yaitu advokasi kasus dan advokasi kausal.

(22)

7

Peran pendamping yang terakhir adalah pelindung. Pendamping didukung kekuatan hukum untuk melakukan perlindungan terhadap orang-orang lemah atau rentan. Sebagai pelindung menurut Suharto (2005), pendamping bekerja berdasarkan kepentingan korban, calon korban, atau yang berisiko. Kemampuan seorang pelindung menyangkut kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial. Tugas-tugas pelindung, antara lain menentukan siapa klien yang paling utama, menjamin semua tindakan sesuai dengan proses perlindungan, dan berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan sesuai dengan tanggung jawab etis, legal, dan rasional praktik pendamping.

Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai alternatif paradigma pembangunan menurut Waskita (2005) melihat pembangunan sebagai sesuatu yang integral, multidimensional, dan dialektis yang berbeda antara negara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap masyarakat harus menemukan sendiri strategi pembangunannya. Konsep penyadaran yang menjadi inti pemberdayaan dapat dilihat dari unsur-unsur, sebagai berikut: pembangunan yang berorientasi kebutuhan, pembangunan yang bersifat endogenous, pembangunan yang mengandalkan kemampuan sendiri, pembangunan secara ekologis baik, dan bersandar pada transformasi lokal.

Pembangunan yang berorientasi kebutuhan adalah pembangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat baik yang bersifat materi maupun non-materi. Kedua pembangunan yang bersifat endogenous adalah pembangunan yang berdasar dari nilai-nilai dan pandangan masyarakat. Ketiga pembangunan mengandalkan kemampuan sendiri yaitu masyarakat yang mengandalkan kekuatan dan sumberdayanya sendiri. Keempat pembangunan harus baik secara ekologis artinya pemanfaatan sumberdaya harus penuh kesadaran dan rasional akan potensi ekosistem lokal dan memikirkan generasi mendatang. Terakhir pembangunan perlu bersandar pada transformasi sosial guna mewujudkan swakelola dan partisipasi dalam pembuatan keputusan oleh semua stakeholder (Waskita 2005).

Tujuan dari pemberdayaan menurut Soesilowati (2011) adalah meningkatkan kemampuan berusaha, baik dari aspek motivasi, teknologi, manajemen, permodalan, dan pemasaran serta memiliki posisi tawar di masyarakat. Selain itu, terdapat 3 buah strategi pemberdayaan yang merujuk Friedmann dikutip Soesilowati (2011) yaitu strategi fasilitasi, reedukasi, dan kekuasaan.

(23)

Selain pendekatan yang berbasis masyarakat, menurut Soesilowati (2011) pemberdayaan juga dapat melalui pendekatan institusional. Asumsinya program pemberdayaan akan lebih efektif jika pelaksanaannya melibatkan institusi yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Hal ini karena institusi dianggap memiliki daya kohesivitas yang tinggi dan menjadi tumpuan masyarakat.

Satu pendekatan lagi dalam pemberdayaan yaitu PRA (Participatory Rural Appraisal) (Soesilowati 2011). Suatu pendekatan yang dapat mempelajari kondisi masyarakat, melalui analisis, perencanaan, dan tindakan. Pendekatan ini memungkinkan masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang realitas kehidupan mereka, membuat rencana, dan sekaligus tindakan untuk mengatasi masalah yang mereka rasakan. Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dapat tercapai melalui dialog. Prosesnya harus secara kontinyu agar tercapai penyadaran, saling pengertian, dan persamaan persepsi.

Program pemberdayaan menurut Sartika (2011) akan berhasil bila kebijakannya memenuhi 4 komponen yaitu konsep, prosedur, proses, hasil, dan manfaat. Pertama program pemberdayaan harus memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas. Kedua harus ada prosedur pelaksanaan yang terdiri atas peraturan, manajemen, dan pedoman untuk menjalankan program. Ketiga adanya mekanisme prosedur akan memudahkan pelaksanaan kegiatan. Kemudian pengukuran keberhasilan dapat dilihat dengan membandingkan antara tujuan dengan hasil serta kesesuaian harapan. Terakhir program pemberdayaan harus memiliki manfaat baik langsung maupun tidak langsung.

Beberapa kendala dalam pelaksanaan program pemberdayaan juga seringkali ditemui di lapangan. Kendala tersebut menurut Sartika (2011) diantaranya struktur organisasi pelaksana yang kurang jelas, masyarakat seringkali belum menyadari pentingnya berorganisasi, ketidakjelasan pedoman pelaksanaan dan struktur organisasi menyebabkan ketidaksinambungan program, keterbatasan dana, dan belum terintegrasinya pihak-pihak yang melakukan pemberdayaan.

Keberdayaan Perempuan

Perempuan menurut Muktiono (2009) merupakan salah satu kelompok masyarakat rentan (vulnerable groups). Salah satu pendekatan dalam pembangunan yang telah melihat semua kerja perempuan baik kerja produktif, reproduktif, privat maupun publik adalah pemberdayaan perempuan atau dikenal juga dengan pendekatan GAD (Gender and Development). Pendekatan ini mengarah pada pendekatan struktural yang menekankan konstruksi sosial gender. Pelaksanaannya menurut Handayani dan Sugiarti (2005) memerlukan dukungan sosio-budaya masyarakat dalam politik nasional untuk menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki.

(24)

9

Perempuan selalu diasumsikan sebagai manusia lemah dan emosional, sedangkan laki-laki sebagai sosok yang gagah perakasa dan pelindung (Hubeis 2010). Akibatnya perempuan sejak kecil tersosialisasi untuk tersubordinasi dari laki-laki. Budaya inilah yang perlu diubah jangan sampai terus mensosialisasikan perempuan sebagai pihak yang tidak berdaya. Oleh karena itu, pemberdayaan dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki perempuan untuk memecahkan masalah maupun pemenuhan kebutuhan.

Pemberdayaan perempuan menurut Windiani (2011) adalah upaya memampukan, memandirikan masyarakat, dan menghilangkan diskriminasi. Upaya ini dilakukan dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran teradap potensi yang dimilikinya. Sara Longwe dikutip oleh Handayani dan Sugiarti (2005) seperti ditunjukkan oleh gambar 1 melihat keberdayaan perempuan melalui 5 hal, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol. Lima dimensi tersebut merupakan hubungan yang sinergis, saling melengkapi, dan memiliki hubungan yang hierarkis. Pada pendekatan ini tingkat kesetaraan berbanding lurus dengan tingkat keberdayaan.

Sumber: Longwe dikutip Handayani dan Sugiarti (2005) Gambar 1 Piramida keberdayaan perempuan

Dimensi kesejahteraan dalam pendekatan Longwe dikutip Handayani dan Sugiarti (2005) diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar seperti makanan, penghasilan, perumahan, dan kesehatan. Selain itu, menurut Fanariotu dan Skuras (2002) kesejahteraan juga dapat dinilai dari segi lingkungan melalui pengetahuan, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan (Waskito dan Harsono 2012). Kesenjangan gender pada tingkat ini diukur perbedaan kesejahteraan laki-laki dan perempuan, misalnya dalam tingkat penghasilan, kematian, atau gizi.

Keberdayaan tidak dapat terjadi di tingkat kesejahteraan, melainkan harus dikaitkan dengan peningkatan akses terhadap sumberdaya (Handayani dan Sugiarti 2005). Upaya untuk memperbaiki kesejahteraan perempuan diperlukan keterlibatan perempuan dalam proses pemberdayaan dan pada tingkat pemerataan yang lebih tinggi.

Kesejahteraan n Akses Kontrol Partisipasi

(25)

Selain itu, menurut Handayani dan Sugiarti (2005) dimensi akses melihat perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan. Akses berarti kesempatan. Rendahnya akses terhadap sumberdaya mengakibatkan produktivitas yang juga rendah. Perempuan di banyak komunitas diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk meningkatkan kemampuan diri. Pembangunan tidak cukup hanya perataan akses, karena kurangnya akses disebabkan dari diskriminasi gender. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesenjangan gender akibat diskriminasi sistemik harus diatasi melalui penyadaran (Handayani dan Sugiarti 2005).

Selanjutnya, kesadaran kritis menurut Handayani dan Sugiarti (2005) adalah

upaya untuk “melawan” subordinasi perempuan. Kesenjangan gender di tingkat ini

disebabkan anggapan posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari laki-laki. Keberdayaan di tingkat ini berarti melakukan penolakan pada pandangan tersebut.

Dimensi partisipasi yaitu keterlibatan perempuan secara aktif mulai dari formulasi proyek, implementasi dan monitoring, sampai evaluasi (Handayani dan Sugiarti 2005). Meningkatnya peran serta perempuan merupakan hasil keberdayaan. Partisipasi dibedakan menjadi partisipasi kuantitatif (jumlah laki-laki dan perempuan yang terlibat) dan kualitatif (peranan laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan). Terakhir adalah dimensi kontrol, artinya perempuan harus punya kuasa untuk mengubah kondisi posisi, masa depan diri dan komunitasnya. Kesetaraan dalam kuasa menjadi prasyarat bagi terwujudnya kesetaraan gender dan keberdayaan dalam masyarakat yang sejahtera.

Karakteristik Perempuan

Pada program pemberdayaan selalu ada obyek atau kelompok sasaran yang mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan tersebut (Mardikanto 2010). Definisinya adalah masyarakat yang utamanya masyarakat yang termarjinalkan. Mardikanto (2010) menyebut kelompok sasaran sebagai penerima manfaat.

Karakteristik penerima manfaat menurut Mardikanto (2010) terdiri atas karakteristik pribadi meliputi usia. Kedua, status sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan dan keterlibatannya dalam organisasi kemasyarakatan. Selanjutnya, perilaku keinovatifan terdiri atas innovator, early adaptor, early majority, late majority, dan laggards.

Karakteristik status sosial ekonomi memandang penting pendidikan sebagai variabel utama memperbaiki mutu hidup (Mardikanto 2010). Terakhir pengorganisasian merupakan upaya yang selalu dilakukan dalam setiap program pemberdayaan, guna meningkatkan partisipasi, efisiensi pelayanan, dan kekuatan bersama untuk menaikkan posisi tawar.

(26)

11

Kerangka Penelitian

Keberhasilan pemberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP dapat diidentifikasi melalui beragam metode, salah satunya dengan teknik Longwe. Teknik analisis Longwe dikutip Handayani dan Sugiarti (2005) melihat keberdayaan perempuan dalam 5 dimensi, yaitu tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol. Kelimanya berhubungan sinergis, saling menguatkan, dan memiliki hubungan hierarkis.

Keberdayaan perempuan berhubungan dengan beragam faktor. Gambar 2 menunjukkan terdapat 2 faktor yang berhubungan dengan keberdayaan perempuan, yaitu pendampingan dan karakteristik perempuan. Pendampingan merupakan faktor yang tidak dapat lepas dari proses pemberdayaan masyarakat, karena menurut Suharto (2005) pendampingan sosial merupakan strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Prinsipnya yaitu membantu orang lain agar mampu membantu dirinya sendiri. Tingkat pendampingan tersebut dapat dilihat melalui peran pendamping yang mencakup fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung.

Selanjutnya, karakteristik perempuan menurut Mardikanto (2010) mencakup karakteristik pribadi, status sosial ekonomi, dan tingkat perilaku keinovatifan. Karakteristik pribadi dilihat dari usia, sedangkan status sosial ekonomi dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan.

Keterangan:

: Berhubungan

Gambar 2 Kerangka analisis hubungan peran pendamping dengan keberdayaan perempuan dalam program CSR ITP

Tingkat Pendampingan (X2): 1. Tinggi

2. Sedang

3. Rendah Keberdayaan Perempuan (Y):

(27)

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara tingkat pendampingan dengan keberdayaan perempuan (tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol).

2. Terdapat hubungan antara karakteristik perempuan (usia, tingkat pendidikan, tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan, dan tingkat perilaku keinovatifan) dengan keberdayaan perempuan (tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol).

Definisi Operasional

Keberdayaan Perempuan

Keberdayaan perempuan menurut Windiani (2011) adalah keadaan dimana perempuan telah mampu, mandiri, dan tidak terdiskriminasikan. Beberapa variabelnya antara lain:

a. Tingkat kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan dasar melalui pendapatan dan kesehatan lingkungan melalui kesadaran lingkungan. Pendapatan diperoleh dari hasil kerja nafkah, kerja sosial, kerja serabutan, arisan, dan lainnya. Penggolongan ini dilakukan dengan skala ordinal sesuai dengan hasil di lapangan, dengan kategori rendah untuk kurang dari rata-rata sebesar Rp927 067 dan kategori tinggi untuk di atas rata-rata atau sama dengan pendapatan. Namun, jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor menurut Keputusan Gubernur Jawa Barat (2013) sebesar Rp2 242 240, pendapatan para peserta masih banyak yang berada di bawah rata-rata. Sementara itu, kesadaran lingkungan diukur dari pengetahuan, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, pengukuran tingkat kesejahteraan dibedakan dalam 2 kategori dalam skala ordinal yaitu: rendah jika skor pertanyaan 1-2 dan tinggi jika skor pertanyaan 3-4. b. Tingkat akses adalah peluang untuk memperoleh manfaat atas

sumberdaya. Tingkat akses melihat frekuensi perempuan dalam memperoleh pendampingan dan pelatihan. Variabel ini diukur melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 yakni: rendah jika skor pertanyaan 0-2 dan tinggi jika skor pertanyaan 3-5.

(28)

13

Tingkat kesadaran kritis diukur melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori terdiri atas: rendah jika skor pertanyaan 0-1 dan tinggi jika skor pertanyaan 2-3.

d. Tingkat partisipasi adalah keterlibatan perempuan secara aktif mulai dari penetapan kebutuhan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tingkat partisipasi diukur melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: rendah jika skor pertanyaan 1-4 dan tinggi jika skor pertanyaan 5-8.

e. Tingkat kontrol, yaitu kuasa untuk mengubah kondisi posisi, masa depan diri dan komunitasnya. Tingkat kontrol dinilai melalui kuasa yang dimiliki peserta atas penetapan kebutuhan, pemanfaatan bantuan, dan mengikuti penentuan pembangunan di desa melalui program Bilikom. Tingkat kontrol dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori, terdiri atas: rendah jika skor pertanyaan 0-2 dan tinggi jika skor pertanyaan 3-5.

Tingkat Pendampingan

Tingkat pendampingan menurut Suharto (2005) didefinisikan sebagai interaksi antara kelompok miskin dengan pendamping untuk mengatasi masalah dan berbagai tantangan bersama. Tingkat pendampingan dilihat dari peran pendamping yang meliputi fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung. Kelima variabel tersebut diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, yaitu rendah jika skor pertanyaan 5-7 dan tinggi jika skor pertanyaan 8-10.

a. Fasilitator adalah peran memfasilitasi masyarakat agar mampu melakukan perubahan. Peran sebagai fasilitator antara lain: mendefinisikan siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan, memfasilitasi pendidikan dengan membangun pengetahuan dan keterampilan, mendorong kegiatan kolektif, mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan, merancang solusi-solusi alternatif. Peran sebagai fasilitator dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: rendah jika skor pertanyaan 0-2 dan tinggi jika skor pertanyaan 3-5.

b. Broker, yaitu peran menghubungkan masyarakat dengan barang dan pelayanan yang dibutuhkan serta mengontrol kualitasnya. Peran pendamping sebagai broker, terdiri atas menghubungkan masyarakat dengan barang yang dibutuhkan, menghubungkan masyarakat dengan pelayanan yang dibutuhkan, mengontrol barang dan pelayanan tersebut. Peran sebagai broker dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori yakni: rendah jika skor pertanyaan 0-1 dan tinggi jika skor pertanyaan 2-3.

(29)

d. Pembela adalah peran yang terkait dengan kegiatan politik. Peran ini terbagi menjadi dua yaitu advokasi kasus dan advokasi kausal. Peran pembela memiliki beberapa model yaitu membuat keputusan yang sesuai dengan kepentingan perusahaan dan masyarakat mendukung partispasi masyarakat, dan mendorong pembuat keputusan untuk mempertimbangkan minat masyarakat. Peran pembela dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori antara lain: rendah jika skor pertanyaan 0-1 dan tinggi jika skor pertanyaan 2-3.

e. Pelindung, yaitu peran yang bekerja berdasarkan kepentingan korban, calon korban, atau yang berisiko. Tugas-tugas pelindung antara lain menentukan masyarakat yang paling utama dan berkomunikasi dengan masyarakat yang terpengaruhi. Peran pelindung dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori antara lain: rendah jika skor pertanyaan 1 dan tinggi jika skor 2.

Karakteristik Perempuan

Karakteristik perempuan adalah ciri-ciri personal yang melekat yang membedakan dengan perempuan lain. Beberapa variabelnya, antara lain:

a. Usia adalah lamanya seseorang hidup di dunia yang diukur dalam satuan tahun. Pengelompokan usia berdasarkan Teori Havirghurst yang dikutip oleh Mugniesyah (2006b) seluruh usia peserta berada pada masa usia pertengahan. Pada penelitian ini usia dinilai melalui skala ordinal dan masa usia pertengahan dikelompokkan kembali menjadi 2 kategori, yaitu: usia <41 tahun: usia pertengahan muda (skor 1) dan usia ≥41 tahun: usia pertengahan tua (skor 2).

b. Tingkat pendidikan, yaitu jenis pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti. Tingkat pendidikan dinilai melalui skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori, yakni: rendah (tamat SD sampai tamat SMP) skor 1 dan tinggi (tamat SMA sampai Perguruan Tinggi) skor 2.

c. Tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan, yaitu keaktifan mengikuti organisasi masyarakat serta status dalam organisasi tersebut seperti ketua, bendahara/ sekretaris/ kepala bidang atau seksi, dan anggota. Tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dinilai dengan skala ordinal dan dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu: rendah (tidak terlibat dalam organisasi) skor 1 dan tinggi (terlibat dalam organisasi) skor 2.

(30)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian tentang hubungan peran pendamping dalam program CSR PT ITP dan keberdayaan perempuan ini merupakan penelitian kuantitatif melalui metode sensus yang didukung oleh data kualitatif. Metode sensus merupakan penelitian yang menggunakan seluruh populasi untuk mendapatkan data informasi. Selain itu, penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang diperoleh dari responden, sedangkan data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan (Singarimbun dan Efendi 1989).

Lokasi dan Waktu

Program pengelolaan sampah rumah tangga terdapat di 2 desa binaan CSR PT ITP, yaitu Desa Puspanegara dan Desa Gunungsari. Namun, pengelolaan sampah yang dilakukan di Desa Puspanegara hanya melibatkan laki-laki, sedangkan di Desa Gunungsari khususnya RW 04 seluruh pesertanya adalah perempuan. Selain itu, RW 04 Desa Gunungsari telah mendapatkan pendampingan selama 5 tahun. Oleh, karena itu, RW 04 Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dipilih secara purposive (sengaja) sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut (Lampiran 1).

Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Juni 2014. Penelitian di lapangan dilakukan selama 8 minggu, yaitu pada bulan Oktober-November 2014. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi (Lampiran 2).

Teknik Pengambilan Responden dan Informan

(31)

Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yaitu perempuan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di RW 04 Desa Gunungsari. Pengumpulan data primer didukung dengan kuesioner yang dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden serta ditujukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian (Lampiran 4). Pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan observasi (pengamatan langsung) yang dilakukan oleh peneliti di RW 04 Desa Gunungsari.

Selain itu dilakukan wawancara mendalam dengan aparat Desa Gunungsari, pendamping CSR PT ITP, dan ketua kader RW 04 atau UPPKS sebagai pihak yang terkait dengan program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen pihak-pihak terkait dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet (Lampiran 5).

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuesioner yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Setelah seluruh data terkumpul, dilakukan pengkodean data. Setelah itu, dilakukan perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabel tabulasi silang menggunakan Microsoft Excel 2013. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik dengan mengunakan software SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 16.0.

Beberapa variabel disajikan dalam bentuk diagram lingkaran (pie chart), yaitu tingkat kesejahteraan perempuan, tingkat akses perempuan, tingkat kesadaran kritis perempuan, tingkat partisipasi perempuan, tingkat kontrol perempuan, tingkat pendampingan (peran fasilitator), tingkat pendampingan (peran broker), tingkat pendampingan (peran moderator), tingkat pendampingan (peran pembela), tingkat pendampingan (peran pelindung), usia perempuan peserta, tingkat pendidikan perempuan peserta, tingkat keterlibatan perempuan peserta dalam organisasi kemasyarakatan, dan tingkat perilaku keinovatifan perempuan peserta.

(32)

PROFIL DESA GUNUNGSARI

Pada bab ini dipaparkan mengenai profil Desa Gunungsari yang akan dibagi menjadi beberapa sub bab. Sub bab tersebut diantaranya kondisi geografis dan ekonomi.

Karakteristik Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Gunungsari. Desa Gunungsari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Batas desa sebelah utara adalah Desa Citeureup dan sebelah timur Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, sebelah selatan Desa Tajur dan sebelah barat Desa Tarikolot. Desa yang berjarak sekitar 9 km dari ibu kota Kabupaten Bogor ini terdiri atas 3 dusun, 6 RW, dan 35 RT.

Desa ini memiliki luas wilayah 373.67 Ha. Tabel 1 menunjukkan sebagian besar (69.8%) penggunaan lahan di Desa Gunungsari digunakan untuk pemukiman penduduk. Hal ini mengindikasikan besarnya potensi persoalan sampah yang dihasilkan di desa yang memiliki kepadatan penduduk relatif tinggi yaitu 320 per km2.

Penduduk asli Desa Gunungsari menurut Prasodjo (2012) sebagian besar menempati 2 kampung, yaitu Kampung Tonggoh dan Kampung Nyang Kolot. Sementara itu, pendatang dari luar desa menempati Perumahan Indogreen dan Perumahan Bumi Citeurep Asri. Saat ini jumlah penduduk Desa Gunungsari telah melebihi 10.000 orang, sehingga persoalan sampah di desa ini menjadi semakin mengkhawatirkan. Hal tersebut merupakan salah satu alasan pelaksanaan program pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan di Desa Gunungsari. Selain itu, permasalahan sampah di daerah ini menyebabkan gangguan kesehatan, seperti penyakit demam berdarah (Prasodjo 2012).

Tabel 1 Luas wilayah dan persentase alokasi penggunaan lahan di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor tahun 2010

Penggunaan Lahan (Ha) Persentase (%)

Pemukiman 260.7 69.8

Sawah 50.0 13.4

Pekarangan 30.0 8.0

Perkebunan 10.0 2.7

Taman 4.6 1.2

Pemakaman 1.0 0.2

Kantor Desa 0.3 0.1

Prasarana Umum Lainnya 17.1 4.6

Jumlah 373.7 100.0

(33)

Kondisi Ekonomi

Aktivitas ekonomi terkait dengan aktivitas mencari nafkah. Tabel 2 menunjukkan sebagian besar (45%) warga merupakan karyawan perusahaan, sedangkan sebanyak 38.5 persen merupakan buruh pabrik. Hal ini menunjukkan sektor industri menjadi tumpuan hidup warga Desa Gunungsari. Wilayah ini menurut Prasodjo (2012) dikenal sebagai kawasan industri, karena sejak dulu penduduk asli sebagian besar bekerja sebagai pengrajin perkakas dari bahan plat dan seng, seperti kompor, dandang, oven, dan lain-lain. Namun seiring berjalannya waktu, industri-industri rumahan tersebut gulung tikar dan sebagian warga beralih ke industri-industri tambang dan garmen. Desa ini dikelilingi 2 pabrik semen besar yaitu PT ITP dan PT Holcim serta pabrik garmen yaitu PT Wacoal dan PT Riki Putra Gramindo. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang aparat Desa Gunungsari sebagai berikut:

“…Dulu warga desa ini kebanyakan pengrajin kompor minyak, dandang, oven, dan lainnya, tapi semenjak ada konversi minyak tanah ke gas, sebagian besar dari pengrajin ini bankrut. Akhirnya pengrajin itu pindah kerja jadi buruh di pabrik-pabrik…”-Bapak DD (aparat Desa Gunungsari).

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor tahun 2010

Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 223 4.8

Pengusaha kecil/ menengah 47 1.0

Pengrajin industri rumah tangga 400 8.6

PNS/ TNI/ Polri 56 1.2

Karyawan swasta 2087 45.0

Buruh pabrik 1787 38.5

Lain-lain 41 0.9

Jumlah 4 641 100.0

Sumber: Data Monografi Desa Gunungsari

(34)

PROFIL PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan Corporate Social Rescponsibility (CSR) PT Indocement di Citeureup. Selain itu, dibahas juga 2 program besar CSR yaitu program 5 pilar dan Sustainable Development Program (SDP). Kemudian dibahas juga profil program pengelolaan sampah rumah tangga dan pendampingan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT Indocement di Desa Gunungsari.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk1

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT ITP) merupakan salah satu produsen semen di Indonesia yang saat ini memiliki 12 pabrik di Citeureup, Palimanan, dan Tarjun. Wilayah Citeureup memiliki 9 pabrik dan merupakan salah satu kompleks pabrik semen terbesar di dunia. Palimanan memiliki 2 pabrik dan 1 buah di Tarjun.

Perusahaan pengelola tambang agregat dan trass ini merupakan gabungan dari 6 perusahaan semen. Pada tahun 1973 perusahaan semen ini masih menggunakan nama PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE) dan baru pada tahun 1985 berubah menjadi PT Indocement Tunggal Prakarsa. Kemudian sejak tahun 2001 sebagian besar saham perseroan ini dimiliki oleh perusahaan semen Jerman bernama Heidelberg Cement Group.

Visi PT ITP adalah “pemain utama dalam bisnis semen dan beton siap-pakai, pemimpin pasar di Jawa, pemain kunci di luar Jawa, memasok agregat dan pasir untuk bisnis beton siap-pakai secara mandiri”. Misinya antara lain “berkecimpung dalam bisnis penyediaan semen dan bahan bangunan berkualitas dengan harga

kompetitif dan tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan”. Selain itu, moto perusahaan ini adalah “turut membangun kehidupan bermutu”.

Struktur organisasi PT ITP yang paling atas adalah dewan komisaris. Kemudian turun kepada komite kompensasi dan komite audit, direksi, internal audit services dan corporate secretary, dan barulah wewenang diberikan kepada general manager (GM) operation di Citeureup, Palimanan, dan Tarjun.

Saat ini PT ITP telah memberikan pemahaman lebih besar pada konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep tersebut menekankan pada triple bottom line, yaitu pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan. Praktik dari konsep tersebut diantaranya, upaya menghasilkan produk, jasa, pesan, serta manfaat bagi seluruh stakeholder dengan cara lebih baik dengan biaya tepat guna. Selain itu, PT ITP juga berupaya menciptakan lingkungan kerja yang memotivasi karyawannya untuk memiliki prestasi tinggi.

(35)

Perusahaan ini dalam Indocement (2014) juga telah banyak menerima

penghargaan, diantaranya Indonesia’s Most Admired Companies (IMAC) Award pada tahun 2008 dengan predikat “The Best Performance Company Image”.

Kemudian masih di tahun yang sama mendapat predikat sebagai “Seven Best

Managed Companies in Indonesia” oleh majalah Finance Asia, Hongkong. Selain itu

masih di tahun 2008, memenangkan 3 penghargaan di “Indonesia CSR Award”, yaitu

penghargaan emas dalam kategori sosial dan lingkungan, dan masih banyak lagi prestasi-presatasi yang telah dicapai. Selain itu PT ITP telah memiliki beberapa sertifikat, seperti ISO-9001, ISO-14001, OHSAS-18001, dan Standar Nasional Indonesia.

CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup2

Sejarah CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup

Sejak PT ITP di Citeureup berdiri pada tahun 1974 sampai tahun 1990 belum ada pembinaan lingkungan, hanya ada bantuan seperti donasi atau chartity. Bentuknya adalah bantuan untuk perayaan hari kemerdekaan yang dilaksankan oleh HR-GAD. Baru pada tahun 1990 diadakan pembinaan masyarakat bersama keamanan dengan dibentuknya Bina Lingkungan (BILIK) di bawah sub security department. Pembinaan yang bertujuan mengamankan lingkungan ini berlangsung pada tahun 1990-2001.

Memasuki tahun 2002, kesadaran tanggung jawab sosial PT ITP semakin berkembang. Pada tahun tersebut BILIK berubah menjadi sub departemen Communnity Development Organization (CDO). Saat itu mulailah dilakukan program pengembangan masyarakat. Kemudian pada tahun 2006-2008 CDO bahkan menjadi sub departemen terpisah dari SSCD. Terakhir, departemen yang mengurusi tanggung jawab sosial ini berubah menjadi departemen Corporate Social Responsibility (CSR) pada tahun 2009. Perusahaan ini telah memiliki komitmen untuk turut serta dalam pembangunan berkelanjutan. Salah satu wujudnya adalah pelaksanaan CSR melalui pembinaan 12 desa binaan di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor.

Kebijakan Departemen Corporate Social Responsibility (CSR) PT ITP

berlandaskan 3 hal. Pertama, filosofi perusahaan adalah “sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi lingkungan, Indocement mempunyai tanggung jawab moral dan sosial (CSR) sesuai kemampuan perusahaan dalam mendukung kualitas kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat merasakan manfaatnya dari kehadiran perusahaan di

lingkungannya”. Misinya “menjalankan seluruh kegiatan usaha dengan tetap

memperhatikan kesejahteraan komunitas dan dengan menerapkan konsep ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan pengembangan perusahaan yang

berkelanjutan”.

2Catatan gambaran umum CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (2012) berjudul “Pengenalan

(36)

21

Selain itu, visi Departemen CSR PT ITP adalah “menjalin hubungan saling mendukung antara perusahan dan masyarakat, khususnya masyarakat dimana unit operasional perusahaan berdiri melalui keterlibatan yang intens dalam peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dan secara khusus masyarakat lokal, menjadi

masyarakat yang mandiri sehingga dapat tercipta hubungan yang harmonis”.

Departemen CSR PT ITP memiliki sarana komunikasi antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah desa yaitu Bina Lingkungan Komunikasi (Bilikom). Tujuan dari Bilikom adalah menjaring aspirasi masyarakat, membahas perencanaan program, mengetahui permasalah, dan mengetahui keberhasilan program. Selain itu program Departemen CSR PT ITP terdiri atas dua program besar yaitu program 5 pilar dan Sustainable Development Program (SDP).

Program Departemen CSR- Program Community Development (5 Pilar)

Program lima pilar departemen CSR berkaitan dengan Millenium

Develompment Goal’s (MDG’s) yang terdiri atas pendidikan, kesehatan, ekonomi,

sosbudagor, dan kemanan. Kegiatan bidang pendidikan yang telah dijalankan adalah bantuan pembangunan sekolah, program beasiswa, bantuan sarana pendidikan, pendidikan keterampilan praktis untuk usaha kecil, dan perpustakaan mandiri. Selain itu ada juga kegiatan pendidikan operator truk dan alat berat untuk meningkatkan kualitas SDM di desa binaan. Program ini bersifat on the job training yang telah menghasilkan 49 lulusan sampai tahun 2011.

Selain itu, terdapat 7 kegiatan di bidang kesehatan, diantaranya puskesmas keliling dan penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan (PMT), operasi katarak, khitanan masal, pembangunan sarana air bersih (SAB), pembangunan sarana MCK, dan kampanye HIV/ AIDS dan narkoba. Selanjutnya kegiatan bidang ekonomi terdiri atas, pemberian modal kerja bergulir, pemberdayaan tenaga kerja, pemberdayaan UMKM, dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL merupakan program pengembangan UMKM dengan bantuan kredit mikro serta membuat keterhubungan antar UMKM desa binaan untuk membantu pemasarannya.

Keempat adalah kegiatan di bidang sosbudagor yang terdiri atas pembangunan sarana dan prasarana umum, pembinaan olahraga, pembangunan sarana ibadah, program rumah tidak layak huni (Rutilahu). Terakhir adalah kegiatan di bidang kemanan, yang telah menjalankan 3 program. Program tersebut, diantaranya program pembinaan SDM kemanan lingkungan, program pembangunan pos keamanan lingkungan, dan program bantuan seragam dan kelengkapan SDM keamanan lingkungan.

Program Departemen CSR- Sustainable Development Program

Sustainable Development Program (SDP) terdiri atas 6 program, yaitu Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M), Biogas, Flora Energy Crops, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Bengkel Motor Terpadu (BMT), dan rumah seni dan budaya (RSB). Program P3M memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat di bidang pertanian, perikanan darat, dan peternakan.

(37)

Program ini berada di atas lahan eks-tambang dan bekerjasama dengan institusi pendidikan serta dinas terkait. Selain itu, fasilitas yang ada di sana, diantaranya demplot pertanian dan perikanan, greenhouse, gudang dan peralatan, biogas, dan sarana pelatihan. Program kedua adalah pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas. Program ini sebagai alternatif energi bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Kemudian, flora energy crops adalah program yang memanfaatkan tanah marjinal bekas tambang dengan menanami tanaman yang dapat menjadi energi alternatif untuk produksi semen. Beberapa tanaman tersebut diantaranya jarak pagar, trambesi, dan rumput gajah. Selain itu, program ini bertujuan meningkatkan kesuburan tanah, memperluas area resapan air, dan menyerap CO2.

Program lainnya adalah pengelolaan sampah rumah tangga produktif. Program ini fokus pada pengelolaan sampah untuk meningkatkan nilai ekonominya. Produk yang dihasilkan adalah kompos organik, pupuk cair, dan RDF. Khusus untuk RDF dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk produksi semen. Selain itu, di RW 04 Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup terdapat pengeloaan sampah anorganik oleh perempuan melalui bank sampah dan produk kerajinan daur ulang. Program kelima adalah BMT. Program ini merupakan pelatihan yang bersifat on the job training untuk meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang perbengkelan. Harapannya masyarakat yang mengikuti pelatihan ini dapat diserap sebagai tenaga kerja bengkel atau dapat mendirikan usaha bengkel sendiri. Terakhir adalah program RSB. RSB dilakukan sebagai wujud komitmen PT ITP untuk melestarikan budaya setempat. Kegiatan yang telah dilakukan di RSB ini, diantaranya program budaya lokal, program budaya pop, drama, dangdut, program senam kesehatan, program minat baca masyarakat, partisipasi HUT PT ITP, dan lainnya.

Struktur Organisasi Departemen CSR PT ITP Citeureup

Departemen CSR PT ITP Citeureup dipimpin oleh seorang kepala departemen yang bertugas mengkoordinasikan semua kegiatan CSR di 12 desa binaan. Tugas kepala departemen ini dibantu oleh seorang petugas komunikasi CSR. Selain itu, gambar 3 menunjukkan terdapat 2 divisi dalam departemen CSR yaitu divisi perencanaan dan pengontrolan CSR serta divisi implementasi CSR.

Tugas dari divisi perencanaan dan pengontrolan adalah membuat perencanaan program CSR serta melakukan pengontrolan secara berkala. Pada divisi ini terdapat 4 peran yang terdiri atas perencana CSR (kepala divisi), petugas perencana CSR (pembuat perencanaan), inspektur pengembangan masyarakat (petugas kontrol) dan sekretaris (pencatat administratif).

(38)

23

Gambar 3 Struktur organisasi CSR PT ITP Citeureup

Profil Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP

Latar Belakang Program

Salah satu program dari SDP yang dilakukan oleh pendamping CSR PT ITP Citeureup adalah pengelolaan sampah rumah tangga. Program pengelolaan sampah rumah tangga di Desa Gunungsari ini dilakukan oleh warga RW 04 dan Unit Pelayanan Kebersihan (UPK).

Program yang telah berjalan selama 5 tahun ini merupakan inisiasi pendamping CSR PT ITP. Daerah RW 04 Desa Gunungsari dipilih karena kebanyakan warganya masih karyawan PT ITP dan partisipasi serta antusiasme masyarakat khususnya perempuan juga tinggi. Setelah didiskusikan dengan istri ketua RW 04 yang dibantu oleh istri-istri RT yang berjumlah 9 orang, mereka sangat tertarik terhadap program tersebut.

Tujuan dari program antara lain meningkatkan kesadaran warga terhadap lingkungan dan mengelola sampah menjadi produk yang bermanfaat. Kemudian memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat yang terlibat langsung dalam pengelolaan sampah tersebut dan membantu menjalankan program pemerintah untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat.

(39)

Tujuan tersebut, terkait dengan kondisi lingkungan RW 04 yang awalnya kotor dan berantakan. Akhirnya, pada tahun 2009 pendamping CSR PT ITP melakukan kegiatan untuk memperbaiki lingkungan di RW 04 Desa Gunungsari. Sasaran Program

Sasaran program adalah rumah tangga di wilayah RW 04 Desa Gunungsari. Namun yang menjadi peserta program pengelolaan sampah di wilayah ini seluruhnya adalah perempuan. Hal ini karena, para laki-laki di RW 04 sibuk bekerja, sedangkan perempuan lebih banyak memiliki waktu di rumah dan memiliki antusiasme tinggi terhadap program ini. Penjaringan peserta dilakukan oleh satelit atau pendamping masyarakat. Akhirnya, dari hasil penjaringan tersebut didapatkan 30 orang peserta yang merupakan perwakilan dari 9 RT.

Deskripsi Program

Pada awal program, tahun 2009 pendamping CSR PT ITP memberikan penyuluhan tentang pengelolaan sampah rumah tangga. Pada penyuluhan tersebut dijelaskan bahaya dan manfaat sampah. Ternyata sampah dapat didaur ulang menjadi barang yang lebih bernilai. Setelah itu, pendamping CSR PT ITP memberi bantuan berupa tong sampah organik dan anorganik untuk wilayah RW 04. Mereka mengedukasi masyarakat agar peduli terhadap lingkungan serta mulai membiasakan masyarakat untuk memisahkan sampah organik dan anorganik.

Setelah itu, pendamping lebih fokus kepada perempuan untuk mengikuti program pengelolaan sampah. Pendamping mengajak para perempuan di RW 04 terutama para kader untuk melihat pengelolaan sampah yang sudah baik di daerah Jakarta. Mereka yang ikut belajar bagaimana pengelolaan sampah dapat membuat lingkungan lebih bersih dan sehat.

Selanjutnya, mereka juga belajar bahwa pemanfaatan sampah dapat menambah penghasilan. Selain itu, para kader dan peserta lain yang ikut mendapat pelatihan membuat kerajinan tangan dari sampah plastik. Hasil dari kegiatan itu, peserta mendapat pengetahuan tentang manfaat dari pengelolaan sampah yang baik, seperti bank sampah dan mendapat keterampilan membuat kerajinan tangan, seperti dompet dan tas dari sampah plastik.

Para peserta beserta pendamping berusaha mengembangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah plastik dengan mengajarkan perempuan-perempuan lain di RW 04 yang tidak mengikuti pelatihan. Hingga ada 30 orang peserta, mereka akhirnya tidak hanya membuat kerajinan, tapi juga membuat bank sampah di masing-masing wilayahnya. Sebanyak 30 orang perempuan bertugas mengelola sampah untuk masing-masing RT tempat mereka tinggal.

(40)

25

Pada tahun 2009, dibentuklah kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) sebagai wadah untuk memasarkan produk kerajinan daur ulang sampah. Selain itu, CSR PT ITP membantu memasarkan produk tersebut dengan mengajak ke pameran-pameran. Saat ini mereka banyak yang sudah bisa memasarkan sendiri produknya selain difasilitasi PT ITP dan kelompok UPPKS.

Beberapa manfaat telah terasa dari program pengelolaan sampah ini. Pertama persoalan sampah teratasi dengan adanya pengelolaan sampah rumah tangga. Bahkan lingkungan lebih tertata rapi sejak ada program ini. Kemudian dari segi ekonomi, sampah tersebut dapat menambah penghasilan masyarakat dari hasil bank sampah dan produk kerajinan daur ulang sampah. Selain itu dari segi sosial, para ibu yang telah terampil itu telah sering mengajarkan cara mendaur ulang di sekolah-sekolah sekitar Kecamatan Citereup, bahkan sampai di kota-kota lain. Seperti yang dikatakan oleh seorang informan, sebagai berikut:

“…Banyak manfaat yang telah dirasakan dari program ini, mulai dari lingkungan rapi, ada pemasukan tambahan untuk ibu-ibu, sampai ada beberapa ibu-ibu yang sudah bisa mengajarkan keterampilannya kepada orang lain…”- Bapak U (Pendamping CSR PT ITP).

Profil Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Pelita Hati, Desa Gunungsari

UPPKS Pelita Hati merupakan wadah yang sengaja dibentuk untuk memasarkan produk kerajinan daur ulang yang dibuat oleh perempuan RW 04, Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup. Kelompok ini terbentuk sejak tahun 2009, dengan 20 anggota yang semuanya adalah perempuan. Dua puluh anggota tersebut juga merupakan pengurus Dasawisma yang menangani program bank sampah. Masing-masing kelompok Dasawisma di delapan RT mengirimkan minimal 2 sampai 3 orang anggotanya untuk menjadi pengurus kelompok UPPKS.

Sejak tahun 2009 kelompok ini telah banyak menjalankan program. Beberapa program tersebut, diantaranya pembuatan minuman Buah Bunga Belimbing (BBB), pembuatan kripik ubi pedas, dan pembuatan batik khas Bogor. Program batik ini telah dilaksanakan sejak bulan September 2013 dan merupakan program paling baru. Tujuan utama dari kelompok ini adalah memberdayakan perempuan di Desa Gunungsari untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarganya.

Gambar

Tabel 1 Luas wilayah dan persentase alokasi penggunaan lahan di Desa
Gambar 3  Struktur organisasi CSR PT ITP Citeureup
Gambar 4 Struktur kepengurusan UPPKS Pelita Hati
Gambar 10 Persentase tingkat
+4

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik Daun Arbenan ( Duchesnea. indica (Andr.) Focke) Terhadap Staphylococcus aureus Dan

Dalam penelitian yang telah dilakukan Begum et al ., 2010 telah meneliti hubungan pengetahuan tentang perawatan kaki diabetes dan perawatan kaki dengan kejadian

1.1 Merespon makna yang terdapat dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) sederhana secara akurat, lancar, dan berterima

Christina Gloria Permatakasih. Analyse der Nominalphrasen mit mehreren Elementen als Attributiv in Geschäftsbriefen. Bandung: Eine Zulassungsarbeit in der

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah- Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi dengan judul “ PENGEMBANGAN BAHAN AJAR TERCETAK MATA PELAJARAN GAMBAR

Pertama-tama penulis ingin menaikkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang atas berkat, penyertaan dan kasih sayang-Nya maka Penulis dapat menyelesaikan

Komoditas yang mempunyai produksi terbesar adalah padi sawah yaitu dengan rata-rata produksi mencapai 1.079.780,05 ton/tahun atau 95,23% dari seluruh produksi komoditas

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematik hasil observasi terhadap berbagai kegiatan-kegiatan yang diperankan oleh Guru PAI MA Ma’arif NU kota Blitar