• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA CSR PT ITP

Peran Pendamping

Peran pendamping merupakan faktor eksternal dari program pengelolaan sampah rumah tangga di Desa Gunungsari yang berhubungan dengan tingkat keberdayaan perempuan penerima manfaat. Peran pendamping ini dapat digunakan untuk melihat tingkat pendampingan. Tingkat pendampingan dinilai melalui 5 peran pendamping, yaitu fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung.

Fasilitator

Peran fasiltator seperti yang telah didefinisikan oleh Parson, Jorgensen, dan Hernandez (1994) dikutip Suharto (2005) yaitu peran memfasilitasi masyarakat agar mampu melakukan perubahan. Terdapat 12 tugas yang seharusnya dilakukan oleh para pendamping. Namun, menurut hasil wawancara dengan pihak pendamping CSR PT ITP, mereka telah memenuhi 6 peran.

Kegiatan pertama yang harus dilakukan sebagai fasilitator adalah mendefinisikan siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan program. Hal tersebut terkait dengan penetapan kriteria orang yang akan dilibatkan dalam program. Pada program pengelolaan sampah rumah tangga di RW 04 Desa Gunungsari, seluruh peserta merupakan perempuan. Pada awalnya peserta tidak hanya dikhususkan untuk perempuan, namun melihat tingkat antusiasme tinggi dari perempuan akhirnya program ini diperuntukkan untuk perempuan yang berada di wilayah RW 04 Desa Gunungsari. Kriteria lain adalah perempuan yang terlibat adalah mereka yang memiliki banyak waktu luang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan seorang responden sebagai berikut:

“…Kegiatan ini pada awalnya tidak dikhususkan untuk ibu-ibu. Namun, karena bapak-bapak sibuk dan ibu-ibu lebih semangat, akhirnya kegiatan ini hanya diikuti oleh ibu-ibu saja. Nah ibu-ibu yang ikut kegiatan juga punya syarat salah satunya adalah yang punya waktu luang. Biasanya mereka itu yang sudah tidak punya tanggungan mengurus anak kecil…”-Ibu Y (40 tahun), warga RT 01.

Selain itu, fasilitator perlu memfasilitasi pendidikan dengan memberi pengetahuan dan keterampilan. Pada program pengelolaan sampah rumah tangga, peserta difasilitasi pengetahuan melalui penyuluhan. Kemudian, mereka juga diberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mendaur ulang sampah. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang responden sebagai berikut:

“…Sebelum kegiatan ini berjalan, pendamping dari CSR PT ITP mengumpulkan kami di pendopo untuk diberikan penyuluhan terkait sampah. Di sana dikasih tahu segala hal tentang sampah. Mulai dari bahayanya, cara mengelolanya, sampai manfaat dari sampah. Setelah itu, kami diajak ke Mampang untuk melihat gimana warga di sana mengelola sampah di lingkungannya. Di sana, kami juga dapet pelatihan untuk membuat kerajinan dari limbah plastik…”-ER (32 tahun), warga RT 09.

Kegiatan fasilitator ketiga yang telah dilakukan pendamping CSR adalah mendorong peserta untuk melakukan kegiatan kelompok. Pelaksanaan program pengelolaan sampah rumah tangga selalu dilakukan secara berkelompok. Hal ini ditekankan oleh pendamping agar kerja warga dapat lebih efisien dan juga dapat meningkatkan kekompakkan antar warga. Ketika mereka berkelompok, pengajuan bantuan akan lebih mudah dilakukan. Kelompok ini dibagi berdasarkan wilayah RT. Setiap RT terdiri atas beberapa orang yang bertugas mengumpulkan sampah plastik untuk disimpan di bank sampah dan untuk dibuat kerajinan. Dua hal tersebut juga dilakukan berkelompok karena ada pembagian tugas untuk masing-masing peserta kegaitan.

Peran lainnya adalah mengidentifikasi masalah dan merancang solusinya. Menurut keterangan para peserta, pendamping seringkali mengajak warga berdiskusi untuk menceritakan apa kendala dan manfaat dari program lingkungan ini. Hal ini dilakukan agar program dapat berkelanjutan. Setelah diskusi, pendamping biasanya memberikan solusi untuk membantu memecahkan permasalah tersebut. Namun, pihak pendamping lebih menekankan pemecahan solusi menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh peserta sendiri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan rasa memiliki peserta terhadap kegiatan tersebut.

Gambar 10 Persentase tingkat pendampingan (fasilitator) dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 10 menunjukkan sebagian besar (87%) peserta mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran fasilitator masuk dalam kategori tinggi. Artinya para peserta setuju pendamping dari CSR PT ITP telah melaksanakan seluruh aktivitas yang telah dijelaskan sebelumnya.

41

Namun, sebagian (13%) peserta lain mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran fasilitator masuk dalam kategori rendah. Menurut mereka pendamping tidak banyak berinteraksi dengan peserta. Pendamping hanya berdiskusi dengan sebagian peserta, seperti para kader. Hal ini sesuai pernyataan warga sebagai berikut:

“…Kalo yang saya tahu, pendamping itu jarang diskusi sama warga. Paling diskusi sama kader-kader aja. Soalnya saya sendiri belum pernah diskusi soal kendala-kendala kegiatan ini sama pendamping…”-Ibu YK (48 tahun), warga RT 04.

Broker

Peran sebagai broker memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan pelayanan sosial. Pekerjaan utamanya adalah menghubungkan masyarakat dengan barang dan pelayanan serta mengontrol kualitas barang dan pelayan tersebut (Suharto 2005). Pada program pengelolaan sampah rumah tangga, pendamping CSR telah menyediakan kebutuhan-kebutuhan peserta dalam program. Kebutuhan berupa barang tersebut salah satunya tong sampah. Pada program pengelolaan sampah rumah tangga ini, tahap pertama yang dilakukan adalah memisahkan sampah antara organik dan anorganik. Oleh karena itu, pihak CSR menyediakan tong-tong sampah untuk seluruh warga RW 04. Pada pembagiannya, setiap 2 rumah diberi 1 tong sampah. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang responden sebagai berikut:

“…Waktu awal kegaitan pengolaan sampah ini, CSR ngasih banyak sekali tong sampah. Tong sampah ini akhirnya dibagi-bagi per-RT. Akhirnya kebagian setiap 2 rumah 1 tong sampah…”-Ibu SCN (50 tahun), warga RT 07.

Selain itu, peserta juga mendapat pelayanan yang baik selama pendampingan dan pelatihan. Perempuan peserta kegiatan selalu mendapat konsumsi, uang transport, dan lainnya selama pelatihan. Mereka juga selalu mendapat pelatihan dari orang yang memang ahli dibidang tersebut. Selain memberi barang dan pelayanan, pendamping CSR juga rutin melakukan monitoring terhadap kondisi barang dan pelayanan yang mereka berikan. Hal ini diungkapkan oleh seorang responden yang mengatakan bahwa:

“…CSR Indocement selalu hadir untuk monitoring selama pelatihan, biarin dari pagi sampai sore mereka akan tetap mendampingi kami. Selain itu, mereka juga melakukan kontrol rutin untuk mengecek fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh mereka…”-Ibu SW (47 tahun), warga RT 03.

Gambar 11 Persentase tingkat pendampingan (broker) dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 11 menunjukkan responden sebagian besar (93%) mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran broker masuk dalam kategori tinggi. Hal ini sesuai dengan uraian sebelumnya yang mengatakan pendamping telah melaksanakan 3 tugasnya sebagai broker. Namun, masih ada (7%) peserta yang tidak setuju dengan hal itu. Hal ini disebabkan mereka jarang bertemu dengan pihak pendamping CSR, sehingga merasa tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran broker masih rendah. Hal ini seperti yang diukapkan seorang responden sebagai berikut:

“…CSR Indocement waktu itu hanya memberi bantuan tong sampah aja selebihnya saya diajari kegiatan pengelolaan sampahnya dari kader RT. Setelah memberi tong itu, sepertinya saya ga pernah liat CSR dateng lagi untuk memeriksa kondisi barang yang telah diberikan itu. Itu yang saya lihat di lingkungan RT saya, tapi saya kurang tahu mungkin aja orang CSR monitoringnya dengan ibu-ibu di pendopo. Soalnya saya sendiri jarang hadir kalo ada pertemuan di sana…”Ibu V (38 tahun), warga RT 01.

Mediator

Peran pendamping sebagai mediator sangat dibutuhkan ketika ada perbedaan yang mengarah pada konflik. Namun, dalam program pengelolaan sampah rumah tangga ini tidak terdapat konflik. Sehingga, peran sebagai mediator yang telah dilakukan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga ini adalah pihak CSR PT ITP memfasilitasi komunikasi antara perusahaan dan peserta.

Hal tersebut sering dilakukan pendamping pada saat ada acara tertentu, seperti peresmian program dan pameran kerajinan dari hasil daur ulang sampah yang dibuat oleh peserta. Pada acara tersebut, biasanya pihak perusahaan selain CSR berkomunikasi dan menanyakan keluhan-keluhan para peserta tentang kegiatan ini. Hal ini sesuai dengan penuturan seorang responden, berikut:

43

“…Setiap ada event pameran atau peresmian kegiatan biasanya tidak hanya pihak CSR yang datang, tapi bos-bos utamanya juga hadir. Biasanya saat momen itu, kita ditanya tentang keluhan-keluhan kita dari program ini. Mereka juga yang biasanya ngeborong hasil karya kita…”-Ibu EG (46 tahun), warga RT 04.

Adanya komunikasi antara manajer-manajer PT ITP dengan para peserta diharapkan akan menghasilkan kebijakan perusahaan yang lebih berpihak kepada masyarakat. Selain itu, kegiatan mediator adalah berkomunikasi dengan menggunakan cara persuasif. Pendamping CSR menurut peserta tidak pernah memaksa untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah dirancang departemen CSR. Mereka lebih sering menggunakan cara-cara halus untuk membujuk masyarakat. Ketika peserta tidak terlihat antusias pendamping pun tidak akan memaksakan kepentingannya.

Gambar 12 Persentase tingkat pendampingan (mediator) dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 12 menunjukkan sebagian besar (90%) peserta mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran moderator masuk dalam kategori tinggi. Hanya 10 persen peserta yang tidak setuju. Hal ini karena, peserta tidak pernah dijembatani komunikasinya dengan perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang warga yang mengatakan sebagai berikut:

“…Saya belum pernah komunikasi dengan selain orang CSR Indocement. Kebetulan setiap ada pameran saya belum pernah ikut, jadi hanya kenal sama pendamping CSR aja…”-Ibu SP (45 tahun), warga RT 06.

Pembela

Kegiatan pembela dalam program pengelolaan sampah rumah tangga di RW 04 diantaranya adalah melakukan perwakilan luas. Pada kegiatan ini pendamping CSR dituntut untuk membuat keputusan yang mewakili kepentingan peserta dan perusahaan. Menurut keterangan peserta program, pihak pendamping selalu berusaha mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Namun, pendamping tidak dapat langsung memutuskan sendiri, karena mereka juga harus mempertimbangkan kepentingan perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu responden sebagai berikut:

“..Pihak CSR selalu tanya kita butuh apa dari kegiatan ini, tapi kita juga sadar kalo kebutuhan kita ga bisa semuanya dipenuhi sama mereka. Hal ini karena mereka juga harus memikirkan kemampuan dan kepentingan perusahaan…”-Ibu NJ (47 tahun), warga RT 02.

Selain itu, sebagai pembela pendamping harus mendukung partisipasi peserta. Hal ini dilakukan pendamping dengan cara memberi semangat, motivasi dan sering juga dengan memberi reward. Pemberian reward berupa uang ini dilakukan pendamping biasanya pada saat pelatihan dan pameran-pameran yang dilaksanakan di luar lingkungan RW 04. Hal ini dikatakan oleh seorang responden sebagai berikut:

“…Pihak CSR sangat mengapresiasi kalo kita mau ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan mereka. Bukan hanya secara lisan, tapi sering juga dikasih uang setiap

datang pelatihan dan jaga stand saat ada pameran-pameran di luar…”-Ibu TS (44

tahun), warga RT 03.

Gambar 13 Persentase tingkat pendampingan (pembela) dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 13 menunjukkan peserta program pengelolaan sampah rumah tangga sebagian besar (87%) mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran pembela masuk kategori tinggi. Hal ini berarti para pendamping telah melaksanakan seluruh tugasnya dalam peran sebagai pembela. Namun, masih ada (13%) peserta yang mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran pembela rendah. Hal ini karena, mereka merasa pendamping membuat kegiatan yang kurang sesuai dengan minat masyarakat dan hanya mementingkan kepentingan perusahaan. Hal ini dikatakan oleh seorang responden berikut:

“…Kalo menurut saya sih kegiatannya ga selalu sesuai minat masyarakat. Kaya yang ini, kan ga semua orang mau bikin kerajinan daur ulang plastik. Makanya saya sekarang udah kurang aktif…”-Ibu R (42 tahun), warga RT 06.

45

Pelindung

Peran pelindung pendamping CSR PT ITP dilakukan melalui 2 kegiatan. Pertama, pendamping menentukan masyarakat yang paling utama untuk mengikuti program. Seringkali, pendamping mengutamakan peserta kader dahulu yang mengikuti kegiatan. Harapannya kader-kader ini akan mengajarkan kepada para peserta non kader. Hal ini sesuai pernyataan seorang responden sebagai berikut:

“…Biasanya yang diutamain untuk ikut kegiatan terutama pelatihan adalah kader RT atau RW. Nantinya kader-kader itu akan mengajarkan lagi keterampilan yang diperolehnya kepada warga lain…”-Ibu SCN (50 tahun), warga RT 07.

Selain itu, pendamping juga bertugas untuk berkomunikasi dengan seluruh masyarakat yang terpengaruh kegiatan. Hal ini dilakukan pendamping CSR dengan mengumpulkan warga di RSB dibantu oleh Ibu Ketua RW 04 dan kader-kader RT.

Gambar 14 Persentase tingkat pendampingan (pelindung) dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 14 menunjukkan peserta mayoritas (83%) mengatakan tingkat pendampingan yang dilihat melalui peran pelindung masuk kategori rendah. Hal ini karena, sebagian peserta terutama yang bukan kader jarang berkomunikasi dengan para pendamping. Seperti yang dikatakan oleh responden, sebagai berikut:

“…Saya jarang ketemu dan ngobrol bareng CSR, karena saya juga jarang ikut kalo

ada acara di pendopo. Ya yang lebih banyak ketemu hanya kader-kader aja….”-Ibu

SSL, warga RT 01. Tingkat Pendampingan

Tingkat pendampingan dalam kegiatan CSR PT ITP telah dipaparkan sebelumnya melalui masing-masing peran pendamping (fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung). Hasilnya menunjukkan bahwa sebenarnya pendamping telah melakukan kelima peran tersebut. Namun, pada peran pelindung sebagian besar (83%) peserta belum merasakan peran tersebut. Pada sub bab ini, dipaparkan tingkat pendampingan yang dilihat dari akumulasi seluruh peran.

Gambar 15 Persentase tingkat pendampingan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP

Gambar 15 menunjukkan sebagian besar (90%) peserta mengatakan tingkat pendampingan yang dilakukan oleh CSR PT ITP masuk kategori tinggi. Namun, masih ada sebesar 10 persen masyarakat yang mengatakan tingkat pendampingan masih rendah. Hal ini berarti peserta belum merasakan manfaat dari pendampingan. Seperti yang dikatakan oleh seorang responden berikut ini:

“…Kalo saya sih jarang ketemu dan jarang dibantu pendamping dalam program ini yang lebih banyak membantu saya ya bu kader…”-Ibu V (46 tahun), warga RT 01.

Analisis Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Keberdayaan Perempuan dalam Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga CSR PT ITP

Pendampingan menurut Suharto (2005) merupakan salah satu strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Tingkat pendampingan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga dapat dinilai melalui peran pendamping yang terdiri atas fasilitator, broker, moderator, pembela dan pelindung. Sementara itu, keberdayaan perempuan dinilai melalui tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol.

Penelitian ini menghubungkan tingkat pendampingan dengan keberdayaan perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP. Variabel tingkat pendampingan dan keberdayaan perempuan dihubungkan dengan menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman. Seluruh data yang dihubungkan merupakan data dengan skala ordinal.

Pengujian hubungan antar variabel didukung oleh program SPSS 16.00. Adapun ketentuan hipotesis diterima apabila nilai signifikansi (sig-2 tailed) lebih kecil dari α (0.10), sebaliknya jika nilai yang didapatkan lebih besar dari α (0.10),

47

Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Tingkat Kesejahteraan Perempuan Tingkat pendampingan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP dilihat melalui peran pendamping yang terdiri atas fasilitator, broker, mediator, pembela, dan pelindung. Selanjutnya tingkat pendampingan dihubungkan dengan tahapan pertama pada keberdayaan perempuan. Tahapan pertama tersebut adalah tingkat kesejahteraan yang dinilai berdasarkan tingkat kesadaran lingkungan dan pendapatan. Kedua variabel tersebut dihubungkan menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman.

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesejahteraan dan tingkat pendampingan Tingkat Kesejahteraan Tingkat pendampingan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 2 66.7 5 18.5 Tinggi 1 33.3 22 81.5 Jumlah 3 100.0 27 100.0

Tabel 3 menunjukkan terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat pendampingan dengan tingkat kesejahteraan. Selain itu, dari hasil uji korelasi rank

spearman didapatkan nilai α sebesar 0.065 yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini karena nilai α lebih kecil dari nilai signifikansi 0.10. Selain itu, hasil uji korelasi rank spearman menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.342. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel linier positif dan cukup kuat. Hal ini ini berarti semakin tinggi tingkat pendampingan, maka kemungkinan besar semakin tinggi tingkat kesejahteraan perempuan peserta.

Peserta dengan tingkat pendampingan tinggi mayoritas (81.5%) juga memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. Hal ini karena, menurut para peserta pendampingan yang dilakukan oleh pendamping CSR PT ITP telah baik. Pendamping seringkali menjadi teman diskusi peserta terkait dengan program pengelolaan sampah rumah tangga. Selain itu, pendamping juga selalu mengusahakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan peserta yang terkait dengan program. Hal ini menurut peserta sangat membantu mereka untuk mencapai tujuan program. Hubungan peran pendamping dengan tingkat kesejahteraan, seperti yang diungkapkan oleh seorang responden, sebagai berikut:

“…Awal kegiatan ini kita ga langsung disuruh ngelola sampah sendiri. Pendamping memfasilitasi kita dengan memberi penyuluhan tentang pengelolaan sampah terus kita juga diajak untuk melihat pengelolaan sampah di daerah Mampang dan di sana diajari juga cara daur ulang sampah. Kegiatan-kegiatan itu yang membuat kita lebih semangat dalam program pengelolaan sampah. Hasilnya sekarang sudah dapat saya rasakan, lingkungan lebih bersih dan rapi. Selain itu saya juga lumayan dapet penghasilan tambahan dari jual hasil daur ulang sampah plastik. Anak-anak sekolah sering datang minta ajarin, sekali ngajari saya bisa dapet 25ribu…”-Ibu DH (44 tahun), warga RT 06.

Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Tingkat Akses Perempuan

Peran pendamping selanjutnya dihubungkan dengan tingkat akses perempuan pada pendampingan dan pelatihan. Kedua variabel tersebut dihubungkan dengan menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman. Tingkat pendampingan dilihat melalui salah satu peran pendamping yaitu fasilitator. Peran pendamping sebagai fasilitator dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP salah satunya adalah memfasilitasi pendidikan melalui pemberian pengetahuan dan pelatihan. Pada program ini pemberian pengetahuan dilakukan melalui penyuluhan, sedangkan pemberian keterampilan melalui pelatihan.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses dan tingkat pendampingan Tingkat Akses Tingkat pendampingan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 3 100.0 15 55.5 Tinggi 0 0.0 12 44.4 Jumlah 3 100.0 27 100.0

Tabel 4 menunjukkan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara variabel tingkat pendampingan dengan tingkat akses perempuan. Baik tingkat pendampingan rendah maupun tinggi mayoritas (100% dan 55.5%) memiliki tingkat akses rendah. Selain itu, hasil uji korelasi rank spearman menghasilkan nilai α sebesar 0.146 yang

berarti tidak terdapat hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal ini

karena nilai α lebih besar dari nilai signifikansi 0.10.

Tabel 4 menunjukkan mayoritas (55.5%) peserta yang memiliki tingkat pendampingan tinggi memiliki tingkat akses pada pendampingan dan pelatihan rendah. Meskipun mereka berpendapat peran pendamping telah baik, namun karena mereka bukan kader, mereka tidak mendapatkan akses terhadap pendampingan dan pelatihan tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang respondesn sebagai berikut:

“...Pendampingan CSR itu punya peran besar dalam program pengelolaan sampah rumah tangga ini, saya sendiri merasa mendapat manfaat pengetahuan dan keterampilan lebih terkait sampah setelah ada program ini. Namun karena saya bukan kader, saya tidak mendapat pelatihan yang diadakan di Mampang itu. Selain itu, pendampingan juga lebih banyak ditunjukkan untuk kader. Saya sendiri

mendapat manfaat pengetahuan dan keterampilan itu dari bu kader…”-Ibu V (46

tahun), warga RT 01.

Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Tingkat Kesadaran Kritis Perempuan

Kesadaran kritis merupakan tahapan ketiga dari keberdayaan perempuan. Perempuan yang memiliki kesadaran kritis, telah menyadari bahwa peran gender bukanlah suatu yang alami. Peran gender dapat diubah dan dikonstruksi agar lebih setara. Selanjutnya, tingkat pendampingan dihubungkan dengan tingkat kesadaran kritis menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman.

49

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesadaran kritis dan tingkat pendampingan Tingkat Kesadaran Kritis Tingkat pendampingan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 0 0.0 7 26.0 Tinggi 3 100.0 20 74.0 Jumlah 3 100.0 27 100.0

Tabel 5 tidak menunjukkan kecenderungan hubungan antara tingkat pendampingan dengan tingkat kesadaran kritis. Pada program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari, baik tingkat pendampingan rendah maupun tinggi didominasi (100% dan 74.4%) oleh tingkat kesadaran kritis tinggi. Selain itu, hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan nilai α sebesar 0.331. Nilai

tersebut berarti tidak terdapat hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut,

karena nilai α lebih besar dari nilai signifikansi 0.10. Hasil tersebut berarti ada faktor

lain, selain tingkat pendampingan yang mempengaruhi tingkat kesadaran kritis perempuan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP.

Pada kenyataannya, ketidakadilan dalam program pengelolaan sampah rumah tangga CSR PT ITP di Desa Gunungsari ini, bukan antara laki-laki dan perempuan. Melainkan antara sesama perempuan peserta. Ketidakadilan ini menurut penuturan peserta adalah pembedaan antara perempuan kader dan non-kader.

Hubungan Tingkat Pendampingan dengan Tingkat Partisipasi Perempuan

Salah satu tugas dari pendamping adalah pendukungan. Pendukungan berarti mendukung partisipasi dari masyarakat. Tugas tersebut merupakan salah satu peran pendamping sebagai pembela. Pada penelitian ini tingkat pendampingan dihubungkan dengan tingkat partisipasi peserta menggunakan tabel tabulasi silang dan uji korelasi rank spearman.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat pendampingan Tingkat Partisipasi Tingkat pendampingan Rendah Tinggi Jumlah % Jumlah % Rendah 3 100.0 11 40.7 Tinggi 0 0.0 16 59.3 Jumlah 3 100.0 27 100.0

Tabel 6 menunjukkan kecenderungan semakin tinggi tingkat pendampingan,