• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KEADAAN UMUM DESA KAREHKEL KECAMATAN LEUWILIANG

5.3. Karakteristik Petani Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan petani anggota GP3A Mitra Tani. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman dalam usahatani padi dan status

kepemilikan lahan. Karakteritik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani terutama dalam melaksanakan teknik budidaya padi. Karakteristik petani responden anggota GP3A Mitra Tani tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Anggota GP3A Mitra Tani.

5.3.1 Status Usaha

Anggota GP3A Mitra Tani Responden menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama (100 %) dari jumlah responden. Sebagian responden yaitu 53,33 persen dari responden tidak memiliki mata pencaharian lain selain bertani, sisanya yaitu 46,67 persen dari jumlah responden memiliki mata pencaharian sampingan. Namun pendapatan usaha yang diperoleh petani dari usaha sampingan tersebut masih dibawah tingkat pendapatan yang diperoleh dari bertani padi. Mata

Karakteristik Responden Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) 1. Status Usaha a. Utama 16 53,33 b. Sampingan 14 46,73 2. Umur (thn) a. 25-40 12 40 b. 41-55 15 50 c. 56-70 3 10 3. Pendidikan a. SD 24 80 b. SLTP 4 13,33 c. SMU 2 6,67 4. Luas Lahan (m²) a. < 1,500 7 23,33 b. 1,500-3,000 18 60 c. > 3,000 5 16,67 5.Pengalaman bertani (thn) a. 1-10 19 63,33 b. 11-25 4 13,33 c. 26-40 7 23,33

6.Status Kepemilikan Lahan

a. Milik Sendiri 10 33,33

pencaharian sampingan yang dimiliki oleh sebagian petani responden seperti berdagang, berternak, memelihara ikan, menjahit, supir, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang pengumpul beras.

Status usaha petani responden bisa berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Apabila merupakan status usaha utama bagi petani responden, maka petani tersebut akan melakukan kegiatan usahatani semaksimal mungkin dan sangat memperhitungkan setiap kegiatan dan biaya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya. Sedangkan yang menjadikan usahatani padi sebagai sampingan, tidak memperhitungkan setiap kegiatan dan biaya yang dikeluarkan karena mereka harus lebih berkonsentrasi pada pekerjaan utamanya.

5.3.2 Umur

Umur anggota GP3A Mitra Tani responden di lokasi penelitian paling banyak antara 41-55 tahun, yaitu berjumlah 15 orang. Umur antara 25-40 tahun pun tidak jauh beda jumlahnya, yaitu berjumlah 12 orang. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar petani responden adalah orang-orang yang berusia produktif. Biasanya, orang-orang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi.

Namun, ada 3 orang petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 56 tahun) masih tetap bertani. Mereka menganggap bertani merupakan mata pencaharian pokok mereka yang telah turun menurun. Di lain pihak banyak generasi muda tidak ingin bekerja pada sektor pertanian. Mereka menganggap bertani merupakan pekerjaan berat yang membutuhkan tenaga besar, bukan pekerjaan yang cepat menghasilkan uang tunai dan pendapatan yang diperoleh tidak rutin. Hal tersebut dikarenakan pendapatan dari usahatani diperoleh setelah panen yaitu beberapa bulan setelah tanam. Pendapatan yang diperoleh dari usahatani juga tidak rutin setiap bulan, hanya diperoleh dua atau tiga kali dalam setahun. Oleh karena itu, mereka lebih tertarik menjadi tukang ojek, supir angkot atau bekerja di kota.

Umur petani responden bisa berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Petani responden yang berusia produktif tentunya lebih bisa memanfaatkan tenaga dan pikirannya dalam menjalankan kegiatan usahataninya, sehingga dapat

mengurangi biaya tenaga kerja yang dibutuhkan dengan lebih mengandalkan kepada diri sendiri yang masih produktif. Sebaliknya petani responden yang sudah tidak produktif biasanya menggunakan tenaga kerja yang harus mereka bayar, sehingga biaya yang dikeluarkan akan bertambah dan pendapatan yang diperoleh menjadi lebih sedikit.

5.3.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden di lokasi penelitian pernah mengikuti pendidikan formal, Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Sebagian besar petani responden hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) yaitu 80 persen. Hanya sebagian kecil petani yang mencapai tingkatan sekolah lanjut tingkat pertama (SLTP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Biasanya orang yang hanya mengenyam pendidikan rendah lebih cenderung menggunakan teknologi tradisional baik cara maupun alat yang sudah turun temurun dalam mengembangkan usahanya. Hal ini terjadi karena orang-orang yang memiliki pendidikan rendah biasanya akan mengalami kesulitan dalam transfer teknologi. Penyebabnya orang tersebut merasa khawatir dengan resiko yang akan diterimanya jika menggunakan teknologi baru tersebut.

Pendidikan petani responden bisa berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Semakin tinggi pendidikan seorang petani, maka semakin luas juga pengetahuan mengenai kegiatan usahatani yang dilakukan. Sehingga petani – petani tersebut dapat menerapkan ilmunya dan mencari berbagi cara yang efisien guna meningkatkan pendapatan mereka.

5.3.4. Luas Areal Usahatani Padi

Luas areal rata-rata usahatani padi di lokasi penelitian adalah 2.922 m². Sebagian besar responden memiliki luasan areal usahatani 1.500 m² – 3.000 m² yaitu sebanyak 60 % atau berjumlah 18 orang. Hal tersebut terjadi karena lahan yang dimiliki sebagian besar petani merupakan lahan warisan dari orang tua mereka atau merupakan lahan milik orang lain yang hanya digarap oleh mereka.

Dengan demikian lahan yang dimiliki tidak luas karena luas keseluruhan lahan telah dibagi-bagi kepada beberapa orang pewaris atau penggarap lainnya.

Luas lahan petani responden sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Semakin luas lahan yang dimiliki, maka hasil produksi yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga pendapatan usahatani akan lebih besar bila dibandingkan dengan luas lahan yang lebih kecil.

5.3.5. Pengalaman dalam Usahatani Padi

Sebagian besar petani responden telah berprofesi sebagai petani padi kurang lebih selama 10 Tahun. Bertani merupakan usaha turun-temurun dari orang tua mereka. Petani responden berjumlah 19 orang di lokasi telah bertani selama 1-30 tahun. Ada juga petani responden yang telah bertani selama 26-40 tahun, yaitu berjumlah 7 orang.

Pengalaman yang cukup menjadikan petani lebih memahami usahatani yang mereka lakukan dengan lebih baik. Selain pemahaman secara praktik langsung dilapang, petani juga diberi petunjuk oleh petugas PPL (Petugas Penyuluh Lapang) mengenai teknik budidaya yang lebih baik lagi. Bekal pemahaman tersebut dapat diterapkan seefisien mungkin guna meningkatkan pendapatan mereka.

5.3.6. Status Kepemilikan Lahan

Sebagian besar responden yaitu 66,67 persen dari 30 responden petani responden merupakan petani penggarap. petani penggarap pada awalnya mengeluarkan biaya untuk pembelian input usahatani seperti benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Namun setelah panen, hasilnya harus dibagi dua dengan pemilik lahan. Hal tersebut tentunya dapat mengurangi pendapatan petani penggarap.

Sisanya 33,33 persen merupakan lahan milik sendiri, sehingga petani menggunakan modal sendiri dalam melaksanakan usahataninya. Semua biaya seperti biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan biaya lainnya berasal dari modal sendiri. Petani dengan lahan milik sendiri tidak perlu membagi hasil panennya, sehingga pendapatan yang diperoleh tidak berkurang.

Dokumen terkait