• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. PENGAWASAN MUTU TERHADAP PRODUKREJECT

5.2. Karakteristik Produk Reject

Adapun beberapa karakteristik roti tawar biasa maupun klasik yang tidak sesuai dengan mutu dari perusahaan, dapat dilihat pada tabel 4 dan lampiran 2.

Tabel 4.KarakteristikReject Dominan pada Roti Tawar Biasa dan Klasik Karateristik Reject Roti Tawar Biasa 4’ Roti Tawar Klasik

Bantet v v

28

Terlalu Mengembang v -

Tidak Simetris v v

Retak (Permukaan atas) - v

Berkerut v -

Keterangan : v = ya - = tidak

Pada tabel 4., dapat dilihat bahwa terdapat beberapa karateristik yang menandakan produk roti tawar biasa dan klasik tergolong dalam produk reject. Terdapat 6 karakteristik produk reject yaitu bantet, tebal tidak rata/botak, terlalu mengembang, tidak simetris, retak dan berkerut. Produk roti tawar biasa yang

reject lebih sering disebabkan karena bantet, tebal tidak rata/botak, terlalu mengembang, tidak simetris dan berkerut. Pada roti tawaar klasik lebih disebabkan karena bantet, tidak simetris dan permukaan atas yang retak.

29 6. PEMBAHASAN

6.1.Bahan Baku

6.1.1. Tepung Terigu

Tepung terigu dalam pembuatan roti tawar lebih menggunakan tepung terigu tipe tua / kuat dibandingkan dengan tipe muda. Pembeda dari keduanya adalah dari kandungan protein di dalamnya dan daya serap air. Pada tepung terigu tua memiliki/mengandung protein tertinggi yaitu sekitar 11-13% dibanding dengan tipe muda/protein rendah (8-9%). Penggunaan tepung terigu protein tinggi telah sesuai dengan pernyataan dari Mudjajanto et al, (2004) bahwa semakin tinggi protein yang terkandung di dalam tepung terigu maka akan semakin besar potensi pembentukkan gluten yang kuat dan semakin besar pula daya serap air dibandingkan tepung berprotein rendah. Hal tersebut disebabkan karena kadar air yang terkandung di dalam tepung tua maksimal 14%.

6.1.2. Air

Selain penggunaan tepung, ada pun penggunaan air yang sangat penting, karena takaran air sangat berpengaruh besar terhadap hasil akhir dari produk pangan. Tujuan dari penggunaan air sendiri disamping untuk melarutkan gula dan garam juga untuk membantu proses hidrasi antara gliadin dan glutenin menjadi gluten. Air yang digunakan dalam adonan terutama tergantung tingkat penyerapan air oleh tepung. Tepung yang berprotein tinggi akan mampu menyerap air lebih banyak daripada tepung protein rendah. Pengawasan mutu langsung dari QC memang belum ada, namun hal tersebut teratasi dengan melakukan pre-treatment

30

Gambar 8. Peralatan Pre-Treatment Air

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pre-Treatment Airyang dilakukan adalah dengan penyulingan air. Dalam proses penyulingan ini dapat meminimalisasi adanya atau terkandungnya air keras/sadah. Air sadah sangat dihindari oleh seluruh perusahaan roti manapun karena dapat mengganggu proses pembuatan dalam roti. Menurut Effendi (2003), air sendiri terbagi menjadi 3 golongan yakni air keras/sadah, air sedang dan air lunak. Pembeda dari ketiga jenis air ini adalah tingkat kandungan mineral di dalamnya. Air keras dapat memperlambat proses fermentasi dan pengembangan adonan roti, walaupun menggunakan jenis ragi/yeast apapun. Hal tersebut disebabkan karena air keras mengandung kalsium dan magnesium diatas batas/standar yang ada. Air keras ini dapat mengandung lebih dari 300 mg/l CaCO3. Untuk air sedang adalah air yang paling cocok untuk industribakery karena mengandung sebagian garam-garam mineral yang dapat membantu menguatkan gluten dan air lunak merupakan jenis air yang hanya mengandung sedikit sekali garam-garam mineral di dalamnya (Albert & Sumesti, 1984).

6.1.3. Gula, Garam, Ragi, Susu, Improver dan Shortening

Untuk bahan gula digunakan sebagai substrat awal yang digunakan yeast untuk melakukan fermentasi sehingga dapat meningkatkan kecepatan fermentasi (Bennion & Hughes, 1970). Komponen gula pada pembuatan roti tawar membantu memberikan rasa manis dan memperbaiki warna pada permukaan roti ketika pemanasan berlangsung. Apabila penggunaan gula melebihi 25% dari takaran dengan tepung terigu yang digunakan maka akan menciptakan rasa manis

dan tekstur yang lebih empuk ketika fermentasiberlangsung akibat penguraian gula oleh yeast menjadi CO2 dan alkohol sehingga waktu fermentasi harus ditambah (Matz, 1992).

Penggunaan garam di perusahaan tergolong penting karena garam sangat mempengaruhi perkembangan roti dan tekstur yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Koswara (2009) bahwa penggunaan garam sendiri bertujuan untuk meningkatkan rasa dan membantu berlangsungnya proses fermentasi hingga batas tertentu. Selain itu, garam juga membantu memperbaiki pori-pori dan tekstur roti akibat dari kuatnya adonan, mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan serta membantu aktivitias amilase dan menghambat aktivitas protease tepung (menjadi tidak lengket).

Untuk penggunaan Ca (kalsium) sendiri bertujuan untuk membantu memperkuat jaringan gluten dalam menahan gas yang terbentuk. Selain itu, Ca dapat meningkatkan daya serap air, meningkatkan volume roti,memperbaiki tekstur dan meningkatkan keempukan sertamemperpanjang masa simpan roti. Ragi/yeast

adalah organisme hidup yang telahdiinaktifasi selama penyimpanan dan akanmenjadi aktif kembali ketika ditambahkan ke dalam adonan dengan kondisi yang mendukung. Ragi instant ini memiliki kemampuan sebagai pembentuk gas yang baik dan stabil selama penyimpanan (Matz, 1992). Selain itu, ragi instant lebih mudah digunakan selama proses karena telah halus dan tidak perlu dilarutkan. Yeast menghasilkan gas CO2 dan etil alkohol selama proses fermentasi (Fance, 1964). Menurut Horvat et al (2007), dilakukannya penambahan

improverke dalam adonan roti bertujuan untuk memperbaiki kualitas gluten. Setelah ditambahkan dengan improver, diharapkan gluten menjadi lebih elastis, toleran terhadap waktu aduk dan memiliki volume yang lebih besar. Dengan demikian gluten dapat menahan gas secara maksimal (Matz, 1992).

Penggunaan shortening dalam pembuatan roti berperan untuk membantu memodifikasi sifat fisikokimia adonan sehingga adonan menjadi lebih mudah diproses. Struktur internal adonan akan dilumasi oleh shortening sehinggaketika

32

pemanggangan berlangsung, pengembangan adonan akan lebih baik dan tekstur roti yang dihasilkan akan lebih empuk dan lembut. Menurut Potter & Hotckiss (1996), shortening pada adonan memiliki fungsi penting yakni mampu memerangkap udara selama proses mixing/pengadukkan. Shortening sendiri merupakan hidrogenase dari lemak hewan atau sayuran yang dibuat untuk produk olahan roti. Shortening juga berfungsi sebagai pengempuk. Ketika adonan dipanggang, shorteningakan meleleh dan melepaskan uap air (H2O) sehingga dapat membantu proses pengembangan oleh improver. Apabila shortening yang ditambahkan terlalu banyak maka pengembangan adonan akan tertahan karena kandungan air bertambah banyak, sedangkan apabila penggunaan shortening

terlalu sedikit maka akan mempengaruhi tingkat keempukan dari roti dimana roti akan menjadi lebih keras (Matz, 1992). Selain itu, penggunaansusu dalam pembuatan roti tawar berperan sebagai agen untuk memperbaiki warna dari kulit roti sehingga akan tampak lebih cerah, absorbsi air meningkat sehingga air yang ditambahkan akan tertahan pada produk akhir sehingga produk yang dihasilkan lebih empuk, memperbaiki aroma dan rasa roti(Matz, 1992).

Dokumen terkait