• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik responden

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa jenis dagangan yang paling banyak dijual adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Para pedagang biasanya berjualan mulai pukul 06.00-16.00 wib setiap harinya dan terkadang bisa lebih cepat tutup apabila dagangannya sudah habis.

Sebagian besar pedagang telah berjualan selama 20 tahun (23,4%). Menurut penelitian Zafirah (2011) Lamanya waktu usaha dapat meningkatkan tingkat pengetahuan dan pemahaman dari pengalaman-pengalaman yang di dapat yaitu dapat lebih memahami bagaimana menjaga kebersihan kios/los masing-masing, misalnya dengan menyediakan tempat sampah sendiri atau membuang sampah ke TPS setiap hari.

5.2 Sistem pengelolaan sampah pasar

Pada penelitian ini di peroleh hasil bahwa pengelolaan sampah di basement pasar petisah masih belum memenuhi syarat kesehatan karena masih banyaknya ditemukan sampah yang berserakan dan menumpuk di sekitar pasar. Jenis sampah yang dihasilkan basement pasar petisah sebagian besar berupa sampah organik

(sampah yang mudah membusuk) seperti: sisa-sisa sayuran, buah-buahan, kertas pembungkus, dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa basement pasar petisah merupakan penghasil sampah organik paling banyak di samping pasar ini menjual kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, serta kebutuhan dasar lainnya. Melihat keadaan ini jika sampah yang dihasilkan tidak ditangani dengan baik akan menjadi tempat sarang lalat, tikus, dan serangga lainnya.

Menurut Sarudji (2010) sampah organik yang mudah membusuk merupakan media mikroorganisme untuk hidupnya, sehingga dalam pemanfaatan oleh microbial terjadi proses penguraian. Proses ini akan menimbulkan terbentuknya bau yang menarik beberapa vektor penyakit dan binatang pengganggu. Akibat selanjutnya adalah timbulnya sarang lalat atau tikus yang erat kaitannya dengan proses penularan penyakit. Mikroorganisme pathogen dapat juga hidup untuk sementara waktu, manakala sampah terkontaminasi oleh ekskreta atau bahan lain yang bersifat infeksius, sehingga sampah juga berperan sebagai sumber infeksi.

Tempat pembuangan sampah sementara di pasar petisah terdiri dari 3 buah bak penampungan. Sedangkan untuk tempat sampah pada masing-masing kios/los sebagian telah disediakan dari pengelola pasar dan ada beberapa pedagang yang menyediakan tempat sampah sendiri.

Cara pengelolaan sampah di basement pasar petisah yaitu dengan cara dimana sampah-sampah dari masing-masing kios/los disapu dan dibersihkan oleh petugas kebersihan kemudian diangkut dengan sorong dan dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Setelah itu sampah yang telah dikumpulkan di TPS akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dan dibuang ke TPA. Jumlah produksi sampah di pasar petisah 3-4

ton perharinya. Pada tahap pengolahan sampah (composting) di pasar petisah baru 3 (tiga) kali dilakukan selama pasar petisah telah dibangun. Dan dengan sistem ini pihak pengelola mengutip retribusi kebersihan sebesar Rp.2000,- sampai Rp.4000,- kepada pedagang setiap harinya. Petugas kebersihan merupakan orang-orang yang dipekerjakan oleh pengelola untuk menjaga kebersihan pasar. Adapun jumlah petugas kebersihan yang dipekerjakan yaitu sebanyak 24 orang.

Menurut Azwar (1996), suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit.

Sistem pengelolaan sampah pasar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh petugas kebersihan sebelum dibawa ke TPA, dalam hal ini meliputi : 5.2.1 Penyimpanan sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyimpanan sampah di basement pasar petisah berada pada kategori tidak memenuhi syarat kesehatan karena tempat sampah yang dipakai tidak kedap air, mudah dilobangi tikus, tidak mempunyai tutup, dan hanya berupa tumpukan biasa serta mudah berserakan. Tempat sampah di basement pasar petisah sebagian besar berbentuk keranjang, terbuka dan tidak kedap air.

Menurut Chandra (2007) tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan seperti berikut ini: Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor, memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan, dan ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengumpulan sampah di basement pasar petisah berada pada kategori tidak memenuhi syarat kesehatan karena TPS tidak dilengkapi dengan tutup, masih banyak sampah yang berserakan, TPS menimbulkan bau dan tidak dibedakannya tempat sampah yang mudah membusuk dan tidak mudah membusuk. Menurut Chandra (2007) sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.

Dalam melaksanakan pengumpulan sampah petugas dilengkapi dengan alat pengumpul sampah seperti halnya sorong, sekop, sapu lidi, dan keranjang yang jumlah dan kondisinya cukup baik. Agar pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan baik maka dilakukan pembagian kerja yang jelas bagi setiap petugas kebersihan. Pengumpulan sampah dilakukan dengan cara menyapu dan membersihkan sampah yang berserakan sebagai akibat dari banyaknya pedagang yang tidak mempunyai tempat sampah dan masih kurangnya partisipasi pedagang untuk membuang sampah ke tempat sampah.

Petugas kebersihan menyapu dan membersihkan area basement pasar pada saat siang dan sore hari. Sampah dari penyapuan dimasukkan ke dalam keranjang sampah dan diangkat ke luar pasar kemudian di masukkan ke dalam bak tempat pengumpulan sampah sementara, selanjutnya dari bak tempat pengumpulan sampah sementara ini diangkut oleh dinas kebersihan ke tempat pembuangan akhir sampah dengan menggunakan truk sampah yang dilakukan 3 (tiga) kali dalam sehari yaitu pada saat pagi, siang, dan malam hari.

Menurut Azwar (1996), adapun persyaratan tempat pengumpulan sampah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu: Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah, mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain untuk mengeluarkannya, perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat, tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus, tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

5.2.3 Pengangkutan sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengangkutan sampah di basement pasar petisah berada pada kategori tidak memenuhi syarat kesehatan karena sampah yang ada di TPS selalu ada dan truk pengangkut sampah tidak memiliki tutup sedangkan kriteria yang memenuhi syarat yaitu frekuensi pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara ke tempat pembuangan akhir dilakukan 1 (satu) hari sekali. Sedangkan pada pasar Petisah pengangkutan sampah dilakukan 3 (tiga) kali sehari pada saat pagi, siang, dan malam hari dikarenakan sampah yang dibuang di tempat pembuangan sampah sementara bukan hanya sampah yang berasal dari pasar Petisah tetapi juga sampah yang berasal dari rumah-rumah warga yang berada di kecamatan Medan Baru. Hal ini menunjukkan pengangkutan sampah di basement pasar petisah sudah cukup baik.

Pengangkutan sampah harus memenuhi syarat sesuai dengan keputusan Dirjen PPM dan PLP Depkes RI (1989) yaitu: alat pengangkut sampah harus mempunyai wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup, setiap keluar dari TPA sampah, semua kendaraan pengangkut sampah selalu dalam

keadaan bersih, petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan kerja sebagai berikut: Pakaian kerja khusus, sarung tangan yang terbuat dari bahan neopherene, masker, topi pengaman serta boot/lars

5.2.4 Pengolahan sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengolahan sampah di basement pasar petisah berada pada kategori tidak memenuhi syarat kesehatan karena pengumpulan dan penumpukan sampah yang dijadikan bahan pupuk dan proses pematangan pupuk terdapat tempat perindukan serangga dan binatang pengerat serta tidak memperhatikan prinsip estetika.

Menurut keputusan Dirjen PPM dan PLP Depkes RI (1989) Pengumpulan dan penumpukan sampah yang dijadikan bahan pupuk dan proses pematangan pupuk tidak merupakan tempat perindukan serangga dan binatang pengerat serta memperhatikan prinsip estetika.

Pasar petisah merupakan satu-satunya pasar di kota Medan yang melakukan teknik composting. Sehingga pasar petisah dijadikan sebagai pasar tradisional untuk penilaian adipura.

Bak untuk pembuatan pupuk kompos terdiri dari 1 (satu) bak. Dimana proses komposnya menggunakan pupuk kandang kotoran lembu dan gula putih. Pengomposan dilakukan selama 2 bulan. Teknik composting ini jarang dilakukan hanya dilakukan pada saat adanya penilaian atau acara lainnya.

Partisipasi pedagang adalah keikutsertaan pedagang dengan kesadaran sendiri dalam usaha keberhasilan pengelolaan sampah di pasar, dalam hal ini meliputi: 5.3.1 Partisipasi pedagang tentang penyediaan tempat sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada 48,4% pedagang yang tidak mempunyai tempat sampah (tabel 4.10). Alasan mereka tidak mempunyai tempat sampah hampir seluruh pedagang 90,32% mengatakan karena sudah membayar retribusi kebersihan pasar dan adanya petugas yang melakukan kebersihan pasar. Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi dari PD. Pasar tentang peraturan kebersihan pasar. Pihak pasar sendiri sebenarnya sudah memberikan tempat-tempat sampah kepada para pedagang tetapi tempat sampahnya selalu hilang.

Dari 51,6% pedagang yang mempunyai tempat sampah, tempat sampah mereka bersumber dari pihak pasar dan hanya 21,21% tempat sampah yang dibeli sendiri oleh pedagang. Hal ini menunjukkan masih kurangnya partisipasi dari pedagang dalam hal penyediaan tempat sampah. Pada umumnya bentuk tempat sampah di basement pasar petisah adalah keranjang 57,58%. Tempat sampah yang disediakan oleh pihak pasar berbentuk keranjang dan tong plastik, sementara tempat sampah yang disediakan oleh pedagang berbentuk tong plastik dan kantong plastik. Keadaan tempat sampah pedagang 54,55% terbuka dan tidak kedap air. Sedangkan tempat sampah yang tersedia pada umumnya tidak memenuhi syarat kesehatan seperti tidak kedap air, dan tidak punya tutup.

Menurut Suparlan (1988) tempat pengumpulan sampah sementara hendaknya diberi tutup agar tidak mudah dijangkau dan dipakai untuk bersarangnya tikus dan serangga-serangga diantaranya lalat, kecoa, atau oleh binatang-binatang besar seperti

anjing dan kucing yang menyebabkan sampah berserakan dan sampah-sampah yang telah terkumpul tidak mudah diterbangkan angin, disamping itu dapat mengurangi adanya bau.

5.3.2 Partisipasi pedagang tentang pembuangan sampah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis sampah yang paling banyak dibuang pedagang adalah sampah dapur. Pedagang yang mempunyai tempat sampah sering membuang sampah ke tempat sampah, sedangkan pedagang yang tidak mempunyai tempat sampah mereka membuang sampahnya di depan kios/los karena mereka menganggap sudah membayar retribusi kebersihan pasar dan ada petugas kebersihan pasar yang akan membersihkannya. Sikap pedagang jika melihat ada yang membuang sampah di sembarang tempat 95,3% diam saja. Hal ini disebabkan karena apabila di tegur maka akan terjadi pertengkaran. Membuang sampah sembarangan dapat menimbulkan masalah baru di lingkungan.

Menurut Chandra (2007), pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat atau tikus dan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata. Usaha yang paling baik yang dapat kita lakukan adalah membuang sampah pada tempatnya. 5.3.3 Partisipasi pedagang tentang pembayaran retribusi

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa seluruh (100%) dari pedagang membayar retribusi untuk kebersihan pasar, hal ini menunjukkan bahwa tugas PD Pasar dalam pengutipan retribusi sangat baik.

Menurut Santi (2009) retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebagai salah satu jenis retribusi jasa umum dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga masyarakat akan merasakan manfaatnya dan tentunya didukung dengan kesadaran yang tinggi.

Besar retribusi sampah di basement pasar petisah sekitar Rp. 2000 sampai Rp. 4000 setiap hari. Pasar petisah berada pada kelas pasar I-A dengan luas bangunan 34.651,15 meter sehingga menurut Perda kota Medan tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kebersihan kelas pasar I dengan luas bangunan diatas 3000 meter dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 400.000 perhari.

5.3.4 Partisipasi pedagang tentang peraturan kebersihan

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 96,9% pedagang tahu tentang peraturan kebersihan. Tetapi di pasar petisah pihak pengelola pasar tidak ada menerapkan peraturan kebersihan secara tertulis. Peraturan kebersihan di pasar petisah hanya disampaikan secara lisan dan tanpa ada sanksi yang diberikan pihak pengelola pasar. Hal ini menunjukkan karena tidak adanya peraturan secara tertulis dan sanksi dari pihak pasar maka para pedagang membuang sampah tidak pada tempat sampah dan hanya menumpuk sampah tersebut di depan kiosnya hal ini dapat menjadi sarang vektor dan mengganggu estetika.

Menurut Sarudji (2010) sampah baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan kesan tidak estetis dan terdapatnya onggokan sampah yang terkesan tidak terkelola dengan baik akan memberikan nilai negatif bukan hanya ditilik dari segi estetika, melainkan menjurus kepada kepribadian masyarakat yang bersangkutan.

Pada basement pasar petisah tidak pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan dan pengelolaan sampah. Menurut Zulkarnaini (2009) Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan perlu adanya bimbingan dan penyuluhan kepada anggota masyarakat untuk memahami seluk beluk sebuah perencanaan pembangunan. Untuk memudahkan suatu program berjalan dengan baik ada beberapa sarana media yang bisa dikerjakan, salah satunya adalah dengan pembuatan pamflet dan leaflet yang disebarkan dengan sebaiknya.

Dokumen terkait