• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden .1 Sosial Ekonomi Petani Tambak .1 Sosial Ekonomi Petani Tambak

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

5.4 Karakteristik Responden .1 Sosial Ekonomi Petani Tambak .1 Sosial Ekonomi Petani Tambak

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi penelitian ini adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi responden dapat menjadi

41 acuan terhadap penelitian ini. Didalam penelitian ini, peneliti mengambil

responden dengan jumlah 30 orang. Semua responden adalah pemilik tambak serta penduduk asli Desa Karangsong. Adapun kondisi sosial ekonomi yang diperhatikan meliputi usia, jenjang pendidikan formal dan pengalaman dalam budidaya udang vaname. Penjelasan lebih detail terhadap tiga karakteristik tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

5.4.1.1 Usia

Usia responden sangat beragam mulai dari usia 25 tahun hingga usia lebih dari 50 tahun. Sebaran usia responden petani tambak dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 25-30 10 33 2 31-35 7 23 3 36-40 3 10 4 41-45 3 10 5 46-50 1 3 6 >50 6 20

Sumber : Data Primer (diolah), 2016

Sebaran usia responden yang terbesar berada pada usia 25-30 tahun yaitu 33%. Kemudian pada usia lebih dari 50 tahun masih terdapat sebaran usia responden sebanyak 20%. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat telah turun temurun berbudidaya udang vaname secara tradisional. Hal ini terlihat dari sebaran usia responden dimana persentase tertinggi berada pada usia muda dan usia tua.

5.4.1.2 Jenjang Pendidikan Formal

Pada penelitian ini, responden diklasifikasikan terdalam 5 kelompok jenjang pendidikan formal yaitu Tidak Sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Jenjang Pendidikan Formal yang dimiliki oleh petambak akan mempresentasikan tingkat pengetahuan responden. Persentase jenjang pendidikan formal yang dimiliki oleh responden petambak dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

42 Tabel 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Formal

No Jenjang Pendidikan Formal Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 7 23

2 Sekolah Dasar (SD) 5 17

3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 7 23

4 Sekolah Menengah Akhir (SMA) 9 30

5 Sarjana Perguruan Tinggi 2 7

Sumber : Data Primer (diolah), 2016

Sebaran tertinggi pada pengelompokan jenjang pendidikan formal terdapat pada jenjang pendidikan SMA. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petambak sudah memiliki pengetahuan meliputi pengetahuan umum, pengetahuan alam, keorganisasian serta perhitungan matematika yang baik. Kemudian sebanyak 40% dari responden masih belum memenuhi pendidikan yang dianjurkan oleh pemerintah yaitu Wajib Belajar 9 Tahun. Dari hasil wawancara, sebagian besar petambak hanya melanjutkan usaha budidaya yang telah dijalankan oleh keluarganya.

5.4.1.3 Lama Usaha Budidaya

Terdapat salah faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan dalam berbudidaya udang vaname yaitu pengalaman berbudidaya atau lama usaha budidaya. Dalam penelitian ini, peniliti membagi menjadi 4 kelompok. Pembagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Budidaya

No Lama Usaha (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0-2 12 40

2 3-4 6 20

3 5-6 9 30

4 6-8 3 10

Sumber : Data Primer (diolah), 2016

Dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa persentase terbesar berada pada kelompok lama usaha 0-2 tahun yaitu sebesar 40%. Rata-rata responden yang memiliki pengalaman usaha budidaya udang vaname hanya 0-2 tahun adalah lulusan SMA. Hal ini dikarenakan mereka baru menyelesaikan pendidikan mereka. Kemudian mereka melanjutkan usaha yang dimiliki oleh keluarga mereka

43 dengan ilmu pengetahuan yang lebih baik dengan dibantu pengalaman yang

dimiliki oleh keluarga mereka.

5.4.2 Kondisi Sosial Ekonomi dari Buruh Tambak

Buruh tambak adalah salah satu saumberdaya yang sangat diperlukan dalam keberlangsungan usaha. Buruh tambak berfungsi untuk mengolah lahan atau bodem serta melakukan pemanenan. Buruh tambak juga berperan penting dalam perkembangan perekonomi di Desa Karangsong.

Di tempat penelitian, buruh tambak jumlahnya terbatas. Karena sebagian besar masyarakat di Desa Karangsong lebih memilih menjadi nelayan. Karena pendapatan yang didapat jauh lebih besar.

5.4.2.1 Usia Buruh Tambak

Dari hasil wawancara terhadap buruh tambak di Desa Karangsong, memiliki usia yang beragam. Keberagaman usia tersebut akan disediakan didalam diagram lingkaran yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Dari diagram tersebut dapat diinterpretasikan bahwa buruh tambak memiliki presentase terbesar pada usia 20-30 tahun yaitu sebesar 67%. Dari hasil wawancara, sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka hanya melakukan pekerjaan sebagai buruh tambak sebagai sambilan atau sampingan

67% 16% 17% 20-30 Tahun 31-40 Tahun >40 Thaun

Gambar 3 Karakteristik Buruh tambak berdasarkan Tingkat Usia

44 saja. Karena pekerjaan ini hanya dilakukan saat mereka memiliki waktu luang saja

sampai mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. 5.4.2.2 Pengalaman Kerja Buruh Tambak

Pengalaman kerja adalah salah satu faktor yang ditinjau oleh peneliti agar dapat menjadi pertimbangan apakah bekerja menjadi tenaga kerja untuk budidaya udang vaname layak atau tidak untuk dikerjakan. Pengalaman kerja yang dimiliki oleh buruh tambak di Desa Karangsong sangat beragam. Keragaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Dari diagram tersebut dapat disimpulkan bahwa presentase terbesar pengalaman kerja tenaga kerja di Desa Karangsong berada pada 11-15 tahun yaitu sebesar 50%. Dari persentase tersebut dapat dinyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki buruh tambak sangat baik atau sangat berpengalaman. Dari hasil wawancara, para buruh tambak menjadikan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini dikarenakan pendapatan dari pekerjaan sebagai buruh tambak saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian pekerjaan sebagai buruh tambak tergolong musiman sehingga tidak memberikan jaminan pendapatan yang pasti. Namun pekerjaan sebagai buruh tambak tetap memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup buruh tambak. Sehingga perlu perhatikan lagi mengenai kelayakan upah terhadap buruh tambak karena buruh tambak adalah salah bagian terpenting dalam sektor budidaya perikanan.

0% 33% 50% 17% 0-5 Tahun 6-10 Tahun 11-15 Tahun >15 Tahun

Gambar 4 Karakteristik Buruh Tambak berdasarkan Lama Kerja

45 5.5 Kondisi Budidaya Tambak Udang Vaname di Lokasi Penelitian

Desa Karangsong adalah salah satu desa yang membudidayakan udang vaname. Dari data yang didapat dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kecamatan Indramayu adalah salah satu kecamatan yang memiliki luasan tambak yang besar. Namun apabila ditinjau dari segi produksi masih belum optimal apabila dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini dikarenakan metode budidaya yang masih sederhana tanpa didukung oleh teknologi maupun ilmu pengetahuan. Selain udang vaname, di Desa Karangsong juga membudidayakan udang windu dan ikan bandeng. Namun sebagian besar petambak hanya membudidayakan udang vaname karena memiliki masa panen yang relatif lebih cepat dibandingkan komoditas lain.

5.5.1 Sistem Budidaya

Petambak Udang vaname di Desa Karangsong masih mengandalkan metode tradisional. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki masih terlalu kecil. Sehingga para petambak udang hanya bisa berbudidaya dengan metode tradisional. Para petambak hanya menggunakan input seperti pupuk, kapur, probiotik, obat/pertisida serta pakan tambahan. Dalam penerapannya, para petambak tidak memiliki standar baku, mereka hanya mengikuti pengalaman atau pun mengikuti langkah yang dilakukan oleh petambak lain.

Luasan per petak di Desa Karangsong rata-rata adalah 1 Ha. Padat tebaran untuk luasan 1 Ha di Desa Karangsong masih bervariasi antara 5-10 ekor/m2. Sedangkon produktifitas per Ha rata-rata mencapai 344,3 Kg/Ha/musim. Para petambak yang masih mengandalkan metode tradisional sangat bergantung pada cuaca. Udang vaname sangat rentan terhadap kondisi-kondisi seperti perubahan suhu yang tinggi, perubahan salinitas yang tinggi, serta kurangnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air.

Budidaya udang vaname dilakukan di tambak yang berbentuk persegi panjang dengan luasan 10 000 m2 dan memiliki kedalam caren 80-90 cm serta kedalaman pelataran 60-70 cm. Sedangkan lebar caren sekitar 2 m. Untuk budidaya udang vaname yang membutuhkan air payau. Para petambak mengandalakan air pasang laut. Terdapat saluran-saluran air yang terhubung antara lokasi budidaya dengan laut. Salinitas yang biasa digunakan untuk

46 budidaya udang vaname di lokasi penelitian adalah 25-30 ppt. Sedangkan kondisi

optimal. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-32 °C, suhu rata-rata di Kecamatan Indramayu adalah 23-31 °C. Udang berumur 1-2 bulan memerlukan salinitas 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal.

5.5.2 Sistem Pemeliharaan

Pada budidaya udang dengan metode tradisional ada beberapa aspek pemeliharaan seperti persiapan lahan, jumlah tebar benur serta kondisi penebarannya, pemberian pakan, probiotik dan obat-obatan, dan cara pemanen. 5.5.2.1 Persiapan Lahan

Pada tahap persiapan lahan, para petambak melakukan pembersihan atau pensterilan lahan. Pada tahap ini lah, pera petambak melakukan bodem atau nyempe. Bodem atau nyempe bertujuan untuk mengangkat kotoran atau feses udang selama budidaya serta merekonstruksi lahan.

Setelah bodem atau nyempe selesai dilakukan. Para petambak memberikan samponen atau ripcore atau suprasit. Pestisida tersebut bertujuan membunuh hama seperti ikan kecil atau sisa udang yang tertinggal dan membawa penyakit. Setelah pemberian pestisida, lahan dikeringkan selama 10-14 hari. Sebagian petambak menebar pupuk pada tahap ini, guna memperbaiki unsur hara didalam tanah. Setelah proses pengeringan selesai, air dari saluran dimasukkan kedalam tambak. Kemudian menunggu hujan turun agar salinitas menjadi turun sehingga sesuai untuk budidaya udang vaname.

5.5.2.2 Penebaran Benur

Pada tahap penebaran benur, biasanya dilakukan pada pagi hari antara pukul 8-10 pagi. Hal ini bertujuan agar suhu yang didapatkan hangat serta kadar oksigen didalam air tinngi. Sehingga udang dapat lebih mudah beradaptasi. Udang vaname yang ditebar rata-rata memiliki ukuran 9-12 PL atau biasa disebut Oslah. Benur oslah biasanya didapat dari pembenuran udang. Harga udang ukuran oslah berkisar antara Rp30-Rp42 per ekor.

5.5.2.3 Pemeliharaan

Pada tahap pemeliharaan, ada dua hal yang dilakukan yaitu pemberian pakan dan pengaturan salinitas. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan umur

47 udang. Pada umur 4-10 hari udang diberi makan sebanyak 1 kali dan pakan

ditebar pada pagi hari sebanyak 1 Kg. Pada umur 11-20 hari udang diberi makan sebanyak 2 kali dan pakan ditabar pada pagi hari sebanyak 1 Kg dan pada sore hari sebanyak 1 Kg. Kemudian saat umur udang 21-30 hari udang diberi makan sebanyak 3 kali dan pakan ditebar pada pagi hari sebanyak 1 Kg, kemudian pada sore hari sebanyak 1 Kg, dan pada malam hari sebanyak 0,5 Kg. Kemudian saat udang udang berumur lebih dari 30 hari, udang diberi makan 4 kali. Pada saat pagi hari sebanyak 1 Kg, pada saat siang hari sebanyak 1 Kg, pada saat sore hari sebanyak 1 Kg, dan pada saat malam hari 0.5 Kg.

Pada proses pemeliharaan, mengatur salinitas sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan udang bahkan dapat menyebabkan kematian. Salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 25-30 ppt. Sedangkan salinitas yang baik untuk udang adalah 15-25 ppt. Apabila kondisi terlalu terik atau saat musim kemarau, maka salinitas akan naik sehingga perlu dilakukan penambahan air tawar. Kemudian apabila pada musim hujan, salinitas akan turun, sehingga perlu penambahan air laut agar salinitas dapat dipertahankan.

5.5.2.4 Pemanenan

Pemanenan udang vaname biasanya dilakukan pada usia udang 60 hari. Ketika udang berumur 60 hari, udang akan mencapai ukuran 100 ekor per Kg. Proses pemanenan dilakukan pada saat pagi hari. Hal ini dilakukan agar suhu air tidak terlalu panas. Karena proses pemanenan dilakukan dengan cara menguras air hingga air hanya tersisa pada caren saja. Kemudian udang digiring menggunakan jaring menuju wadong. Wadong adalah alat menangkap udang sederhana yang terbuat dari jaring dan berbentuk kerucut. Dengan menggiring udang menuju wadong, maka udang akan terperangkap di dalam wadong. Kemudian udang yang tertangkap dibersihkan dari lumpur. Setelah itu udang dimasukkan ke dalam drum dan ditambahkan balok es agar udang tetap segar. Proses pemanenan biasanya dikerjakan oleh 5 orang pekerja dan dilakukan kurang lebih 5 jam.

5.5.3 Sistem Pemasaran

Di Desa Karangsong, para petambak menjual hasil panennya kepada bakul/tengkulak. Harga yang diberikan untuk ukuran udang 100 ekor per Kg sekitar Rp.50 000 per Kg. Kemudian dari tengkulak, udang-udang hasil panen

48 akan dikirim ke pasar-pasar besar di kawasan Jakarta, Bandung dan pasar-pasar

besar lainnya.

Jalur pemasaran yang dilakukan hanya sebatas kepada tengkulak atau bakul. Hal ini terjadi karena adanya perjanjian tidak tertulis yang telah terjadi antara pemilik tambak dengan tengkulak atau bakul. Perjanjian tidak tertulis ini terjadi karena tengkulak atau bakul memberikan pinjaman kepada para petambak agar dapat melakukan budidaya. Sehingga untuk melunasi hutangnya para petambak harus menjual hasil produksi udangnya kepada tengkulak atau bakul yang memberi pinjaman. Hal ini berdampak pada harga yang diterima para petambak, karena harga yang diberikan biasanya dibawah harga pasar dan para petambak tidak memiliki pilihan untuk bernegosiasi dikarenakan hutang tersebut.