• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik tepung ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis )

4.1 Penelitian Pendahuluan

4.1.2 Karakteristik tepung ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis )

Tahapan pembuatan tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terdiri dari

pencucian dan penyiangan, pemfiletan, perendaman ikan dalam air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8% masing-masing selama 2, 4, dan 6 jam. Tahap selanjutnya adalah pengukusan pada suhu 80 oC selama 10 menit kemudian dilakukan pengepresan selama 10 menit, pengeringan di oven pada suhu 50 oC selama 5 jam, dan penepungan dengan saringan 60 mesh. Bentuk tepung ikan cakalang pada masing-masing kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Tepung ikan cakalang proses perendaman air selama 2 jam (A1); air selama 4 jam (A2); air selama 6 jam (A3); asam asetat 3% selama 2 jam (B1); asam asetat 3% selama 4 jam (B2); asam asetat 3% selama 6 jam (B3); natrium bikarbonat 0,8% selama 2 jam (C1); natrium bikarbonat 0,8% selama 4 jam (C2) dan natrium bikarbonat 0,8% selama 6 jam (C3).

(1) Rendemen tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir (tepung ikan cakalang) dengan bahan baku (ikan cakalang). Rendemen dapat dijadikan sebagai parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk ikan tersebut. Rendemen tepung ikan cakalang yang dihasilkan dengan perendaman dalam media air, asam asetat dan natrium bikarbonat selama 2, 4, dan 6 jam disajikan pada Gambar 6.

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa rendemen tepung ikan cakalang dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan metode perendaman

A1 C3 C2 C1 B3 B2 B1 A3 A2 B

43,95 (a) 42,96 (a) 42,93 (a)

40,06 (a) 41,91 (a) 41,85 (a)

38,79 (b) 38,44 (b) 38,32 (b) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

2 jam 4 jam 6 jam

R e n d e m e n ( % ) Lama perendaman

berbeda (p<0,05), sedangkan lama perendaman dan interaksi antara kedua faktor

tersebut tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

Gambar 6 Histogram rerata rendemen tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada metode perendaman. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan metode perendaman dengan natrium bikarbonat 0,8% dan asam asetat 3% menghasilkan rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan perendaman dalam air. Hal ini dikarenakan air tidak banyak memecah protein dan lemak, sedangkan jenis asam dan alkali dapat mengurangi atau meminimalkan lemak (Nolsoe dan Inggrid 2009). Menurut Rawdkuen et al. (2009) pengurangan mioglobin dan lemak lebih mudah terjadi

dalam proses alkali atau asam dibandingkan proses konvensional (dalam air). (2) Kadar air tepung ikan

Kadar air tepung ikan cakalang dipengaruhi secara nyata (p<0,05) oleh

kombinasi perlakuan metode perendaman dan lama perendaman (Lampiran 5). Kadar air terendah dan tertinggi berturut-turut dihasilkan oleh kombinasi perlakuan metode perendaman asam asetat 3% selama 2 jam sebesar 6,04% dan metode perendaman air selama 2 jam sebesar 16,05% (Gambar 7).

16,05 (a) 11,33(b) 7,96(f) 6,04(h) 10,78(c) 9,38(d) 6,89(g) 8,79(e) 6,15(h) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

2 jam 4 jam 6 jam

K a d a r a ir ( % ) Lama perendaman

Gambar 7 Histogram rerata kadar air tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d, e,f,g,h) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metode perendaman dan lama perendaman.

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan perendaman ikan dalam asam asetat 3% selama 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam asetat 3% sebagai media perendaman dapat menarik air keluar dari sel-sel jaringan ikan sehingga dapat menurunkan kadar air. Menurut Wijaya (2001), perendaman dengan asam asetat mengakibatkan banyaknya ikatan hidrogen yang terputus pada kolagen sehingga ikatan antara asam amino penyusunnya semakin lemah. Hal ini berpengaruh pada banyaknya air yang terjerat pada ikatan tersebut, dimana kekuatan mengikat molekul air berkurang dan mengakibatkan kadar air menurun. (3) Kadar abu tepung ikan

Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral, yaitu kalium, fosfor, natrium, dan tembaga (Winarno 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu tepung ikan yang dihasilkan berkisar antara 1,96% hingga 2,89% (Gambar 8). Kadar abu terendah dihasilkan oleh perlakuan asam asetat 3% dengan lama perendaman 4 jam, sedangkan kadar abu tertinggi merupakan hasil perendaman menggunakan natrium bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman 2 jam. Berdasarkan hasil analisis ragam metode perendaman berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu, sedangkan lama perendaman dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar abu yang dihasilkan (Lampiran 6).

2,54 (b)

2,26 (b) 2,42 (b) 2,80 (b)

1,96 (b) 2,38 (b)

2,89 (a) 2,78 (a) 2,64 (a)

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

2 jam 4 jam 6 jam

K a d a r A b u ( % ) Lama Perendaman 71,46 (e) 75,92 (cd) 74,16 (d) 79,56 (b)77,67 (c) 80,32 (b)78,29 (c) 77,00 (cd) 82,86 (a) 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

2 jam 4 jam 6 jam

K a d a r P ro te in Lama perendaman

Gambar 8 Histogram rerata kadar abu tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada metode perendaman. (4) Kadar protein tepung ikan

Kadar protein pada tepung ikan cakalang dalam penelitian ini berkisar antara 71,46% hingga 82,86% (Gambar 9). Berdasarkan analisis ragam, interaksi antara metode perendaman dan lama perendaman berpengaruh nyata p<0,05

terhadap kadar protein tepung ikan (Lampiran 7).

Gambar 9 Histogram rerata kadar protein tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metode perendaman dan lama perendaman.

Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan metode perendaman natrium bikarbonat 0,8% selama 6 jam mengakibatkan kadar protein tepung ikan lebih tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Subatin (2004), yaitu penggunaan natrium bikarbonat dapat meningkatkan kadar protein. Kadar protein

1,83 a 1,78 a 1,95 a 1,24 b 0,78 c 1,24 b 1,05 b 0,89 c 1,10 b 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

2 jam 4 jam 6 jam

K a d a r Le m a k (% ) Lama Perendaman

meningkat juga dipengaruhi oleh jumlah asam amino dalam bahan. Ikan cakalang memiliki asam amino yang lengkap dan banyak, sehingga semakin banyak asam amino akan meningkatkan kadar protein. Menurut Hawab (2003) nilai gizi protein sangat tergantung pada asam-asam amino penyusunnya.

(5) Kadar lemak tepung ikan

Nilai kadar lemak tepung ikan tertinggi diperoleh dari perendaman air dengan lama perendaman 6 jam yaitu 1,95%. Nilai kadar lemak tepung ikan terendah adalah 0,78% yang merupakan hasil perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 4 jam (Gambar 10).

Gambar 10 Histogram rerata kadar lemak tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metode perendaman dan lama perendaman.

Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara metode perendaman dan lama perendaman berpengaruh nyata (p<0,05) (Lampiran 8), terhadap kadar lemak yang dihasilkan. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar lemak dengan metode perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 4 jam memiliki kadar lemak terendah. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Susanto dan Nurhikmah (2008) sebesar 5,11%. Perbedaan kadar lemak tersebut dipengaruhi oleh adanya penggunaan metode perendaman, dimana sifat asam yang dapat memecah lemak. Nolsoe dan Ingrid (2009) menyatakan bahwa penggunaan asam dan alkali dapat menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak. Penurunan kadar lemak sangat berpengaruh terhadap daya awet bahan, apabila kadar lemak bahan tinggi maka akan mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak (Ketaren 2005).

Berdasarkan karakteristik fisik dan kimia tepung ikan cakalang, maka tepung ikan terbaik adalah tepung ikan yang memiliki kadar protein tinggi dan kadar lemak yang rendah. Kadar protein yang tinggi menunjukkan bahwa proses

deffating dapat digunakan untuk menghasilkan tepung ikan dengan nilai gizi

protein yang tinggi. Kadar lemak juga merupakan parameter penting yang berkaitan erat dengan daya awet produk yang dihasilkan. Berdasarkan kedua parameter tersebut, maka metode perendaman yang dapat menghasilkan tepung ikan dengan spesifikasi terbaik adalah proses deffating menggunakan metode

perendaman natrium bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman 6 jam. Tepung ikan ini memiliki kandungan protein tertinggi 82,86% dan lemak rendah 1,10%. Tepung ikan terbaik yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai bahan fortifikasi dalam produk mie sagu.

Dokumen terkait