• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI IBN KATSIR DAN HAMKA

A. Ibn Katsir

3. Karya-Karyanya

Sepanjang hidupnya Buya Hamka tidak henti-henti menulis dan berpidato. Profesinya itu telah menghasilkan lebih dari 100 buah buku, ratusan makalah, essay dan artikel yang tersebar dalam berbagai media massa. Buya Hamka membangun reputasinya sebagai pengarang yang menulis berbagai hal. Ia juga seorang wartawan dan editor di berbagai majalah, di samping itu menulis cerita pendek dan novel romantis di masa-masa sebelum perang. Hamka adalah satu di antara pengarang terpintar diluar kalangan kesusastraan yang resmi seperti di tulis oleh Prof. A Teeaw. Dikatakan demikian karena

29“Apakah engkau akan menjadi orang alim, gantikan aku atau menjadi tukang cerita,” semprot

ayahnya, ketika pada suatu ketika Hamka tertangkap basah sedang asyik membaca buku cerita silat. Pada masa itu juga, Hamka mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan jiwanya, diatas sebab penceraian ibu dan ayahnya. Lihat Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, h. 63

30 Detik Forum, Buya Hamka Ulama dan Politisi, artikel ini diakses pada tanggal 29 November dari

http://forum.detik.com/buya-hamka-ulama-sastrawan-dan-politisi-t46943.html?t=46943

31 Antara pusat pengajian yang di cita-citakan oleh Hamka, kini berada di Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan, yaitu UHAMKA. Lihat, Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 295.

mulanya muncul dalam majalah Islam, Pedoman Masyarakat dan cerita bersambung.

Karena itu ia disebut sastrawan ”berhaluan Islam” dan menjadikan kesusastraan sebagai

alat dakwah.32

Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal di Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak, di antaranya yang sudah dibukukan tercatat lebih kurang 118 buah, belum termasuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di berbagai media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah atau ceramah ilmiah. Tulisan-tulisan itu meliputi banyak bidang kajian, seperti politik, sejarah, budaya, akhlak, dan ilmu-ilmu keislaman. Antara aktivitas yang lain, selain dalam penulisan Hamka, beliau juga memimpin majalah-majalah Islami antaranya Majalah Pedoman Masyarakat, pada tahun 1936-1942, Majalah Panji

32 Wikipedia bebas, Museum rumah kelahiran Hamka, artikel ini diakses pada tanggal 29 November

Agama), 1950-1953. B. Profil Tafsir Al-Azhar

1. Sejarah Penulisan Tafsir al-Azhar

Hamka dikenal memiliki pendirian yang teguh dan sangat tegas dalam bersikap, sehingga dengan ketegasannya itu kerap kali ia menemui hambatan-hambatan dan tak jarang pula ia difitnah untuk mendeskreditkan dirinya. Karena fitnah ini pula, Hamka pernah merasakan hotel prodeo pada masa rezim orde lama33, rezim Soekarno. Namun, meskipun Hamka di penjara, kegemarannya dalam menulis tidak berhenti begitu saja. Justru, ketika di penjara Hamka mampu menyelesaikan sebuah karya yang monumental yang dikemudian hari menjadi rujukan pemeluk Islam dan sangat berpengaruh. Karya tersebut adalah Tafsir Al-Qur‟an yang diberi nama Tafsir Al-Azhar. Nama tersebut di ambil dari nama Masjid Al-Azhar tempat dimana ia mengabdikan dirinya menjadi Imam dan nama Universitas yang pertama kali memberikan penghargaan Doktor Honoris Causa kepadanya, Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir.34

Tafsir al-Azhar adalah karya utama dan terbesar beliau di antara lebih dari 118 karyanya dalam bidang sastra, sejarah, tasawuf dan agama. Permulaan penafsiran

33 Masa Orde Lama (1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam sejarah kehidupan

kebangsaan Indonesia. Presiden Soekarno mencanangkan Konsepsi Presiden yang secara operasional terwujud dalam bentuk Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan Presiden. Para pemimpin nasional Mochtar Lubis, K.H. Isa Anshari, Mr. Assaat, Mr, Sjafruddin Prawiranegara, Boerhanuddin Harahap, S.H., M. Yunan Nasution, Buya Hamka, Mr, Kasman Singodimedjo dan K.H E.Z. Muttaqin yang bersikap kritis terhadap politik Demokrasi Terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan tanpa proses pengadilan itu ialah pecahnya pemberontakan berdarah G.30.S/PKI. Sesudah seluruh kekuatan bangsa yang anti komunis bangkit menghancurkan pemberontakan tersebut, datanglah zaman baru yang membawa banyak harapan. Yaitu era Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pada masa inilah, para pemimpin bangsa yang dipenjarakan oleh rezim Orde Lama dibebaskan. Lihat http://www.legalitas.org/?q=Konfigurasi+Politik+pada+Era+Orde+Lama+dan+Orde+Baru%3A+Suatu+Tel aahan+dalam+Partai+Politik artikel ini diakses pada tanggal 29 November 2010.

34 Disarikan dari buku Ensiklopedia tokoh Muhammadiyah dan Majalah Suara Muhamadiyah no

jamaah masjid al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, di mulai dari surat al-Kahfi, juz XV. Pada hari Senin 12 Ramadhan 1383, bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memberikan pengajian di hadapan lebih kurang 100 orang kaum ibu di Mesjid al-Azhar, ia di tangkap oleh penguasa Orde Lama, lalu dijebloskan dalam tahanan. Sebagai tahanan politik, Hamka ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan puncak yaitu Bungalow Herlina, Harjuna, Bungalow Brimob Megamendung dan Kamar Tahanan Polisi Cimacan. Di rumah tahanan inilah Hamka mempunyai kesempatan yang cukup luas untuk mengarang Tafsir al-Azhar.35

Kesehatan Hamka pada ketika itu semakin mulai menurun, dan disebabkan ketidaksehatan, Hamka dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan Rawamangun Jakarta. Walaupun keadaan kesehatan Hamka belum pulih sepenuhnya, dengan semangat yang kental Hamka meneruskan penulisannya terhadap Tafsir al-Azhar selama masa perawatan di rumah sakit.

Akhirnya, setelah kejatuhan Orde Lama, kemudian Orde Baru bangkit di bawah pimpinan Soeharto, lantas kekuatan PKI pun tumpas, Hamka dibebaskan dari tuduhan. Pada tanggal 21 Januari 1966, Hamka kembali dengan penuh kebebasan setelah mendekam selama dalam tahanan selama lebih kurang dua tahun, dengan tahanan rumah dua bulan, dan tahanan kota dua bulan. Dengan kesempatan yang luas ini, Hamka mempergunakan waktunya untuk memperbaiki serta menyempurnakan Tafsir al-Azhar yang sudah pernah ditulis di beberapa rumah tahanan sebelumnya.

35 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2003), cet ke

pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh Pembimbing Masa, merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.36

Dokumen terkait