• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel Perbandingan Penafsiran Ibn Katsir dan Hamka

BIOGRAFI IBN KATSIR DAN HAMKA

D. Tabel Perbandingan Penafsiran Ibn Katsir dan Hamka

No Penafsiran Ibn Katsir Penafsiran Hamka

1. Malaikat adalah hamba Allah yang sangat dimuliakan di sisi-Nya yang menempati kedudukan yang tinggi serta memiliki tingkat kemuliaan yang luhur. Mereka berada pada puncak ketaatan kepada-Nya baik dalam perkataan maupun perbuatan, mereka tidak mendahului-Nya dalam satu perkara pun, dan tidak pula menentang apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka. Mereka senantiasa bersegera melaksanakan perintah-Nya. Dia-lah Allah Yang Mahatinggi, yang pengetahuan-Nya meliputi mereka. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya perkara apa pun dari mereka. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di hadapan para Malaikat dan apa-apa yang di belakang mereka (Malaikat). Para Malaikat tidak diberi kewenangan untuk memberi syafaat kepada orang melainkan orang yang diridhai oleh Allah, lalu siapakah orang yang diridhai oleh

Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang bertambah tinggi perhambaannya, bertambah pula kemuliaannya, dan selalu setia melaksanakan perintah. Kemuliaan ini dilihat dari penugasan Malaikat oleh Allah sebagai duta-duta istimewa dalam memelihara dan mengatur wahyu. Selalu mengucapkan tasbih siang malam tanpa henti. Hamka dalam tafsirnya mengatakan bahwa Wali Allah adalah orang yang diberi

izin oleh Allah untuk mensyafa‟atinya.

Allah untuk diberikan syafa‟at oleh

Malaikat? Ibn katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Muhammad yang Allah

izinkan untuk mendapatkan syafa‟at

terbesar tersebut.

2. Allah menyebutkan ada tiga ucapan yang berkaitan dengan Malaikat, semuanya merupakan puncak kekafiran dan kedustaan. Pertama, Mereka menjadikan para Malaikat sebagai anak perempuan Allah, maka dengan itu mereka telah menetapkan Allah memiliki anak, Mahasuci dan Mahatinggi Dia. Kedua, mereka menjadikan anak itu berjenis perempuan. Ketiga, lalu mereka menyembah para Malaikat itu selain daripada Allah, Mahatinggi dan Mahasuci Dia. Semua itu sudah cukup untuk menjadkan mereka kekal di Neraka Jahannam.

Bahwa kalangan musyrikin Quraisy Arab adalah pembohong besar, karena mereka mengatakan bahwa Malaikat itu adalah anak perempuan Allah. Bagaimana mungkin ketika semua tanggung jawab yang besar pada seluruh alam ini dibebankan kepada anak-anak Allah yang perempuan, apakah anak Allah tidak ada yang laki-laki? Mereka dalam mengatakan itu semua hanyalah bohong belaka, karena yang demikian itu bukan timbul dari ilmunya, bukan timbul dari akalnya, melainkan dikarang-karangnya saja.

3. Malaikat adalah utusan-Nya. Dia memilih Malaikat tertentu untuk menyampaikan apa saja yang dikehendaki-Nya berupa syari‟at

dan ketetapan-Nya.

Bahwa dari antara Malaikat yang banyak itu ada yang dipilih Tuhan menjadi Rasul, artinya menjadi utusanNya.

4. Malaikat maut mencabut nyawa orang-orang zhalim dengan sangat menakutkan, para Malaikat datang kepada orang zhalim tersebut dengan tangannya sambil memukul mereka, dan orang-orang zhalim tersebut sekarat dan merasa kesusahan menjelang

kematiannya. Kata ”Ghamratul maut”

artinya sekarat dan kesusahan menjelang kematian. Sedang para Malaikat menggerakkan tangannya, yakni dengan memukul mereka hingga jiwa keluar dari raganya.

Bagaimana Malaikat datang kepada orang-orang yang zhalim seraya mengulurkan tangannya yang ngeri dan menakutkan. Kata Ghamaratil-maut diartikan dengan orang yang telah berada dalam suasana huru-hara maut.

5. Bahwa Adam sangat dimuliakan oleh para Malaikat. Ini merupakan permuliaan Allah yang sangat agung bagi Adam yang juga dianugerahkan kepada anak keturunannya, di mana Allah mengabarkan bahwa Dia memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada Adam. Sifat Malaikat pada ayat ini adalah bahwa Malaikat senantiasa

Sikap sujud Malaikat kepada Adam adalah sebagai sikap hormat dan memuliakan Allah atas apa yang diperintahkan-Nya.

patuh atas apa yang diperintahkan Allah kepadanya, sujudnya Malaikat kepada Adam adalah bentuk perwujudan rasa patuh kepada Allah

6. Sifat Malaikat adalah Malaikat itu tidak pernah menyombongkan diri dalam beribadah kepada-Nya, dan juga tidak pernah bosan, itu semua mereka lakukan dengan niat dan amal yang dilandasi dengan ketaatan kepada perintah-Nya.

Malaikat-malaikat itu diberi kemuliaan oleh Tuhan. Di sini disebut ”Siapa yang berada disisiNya,” yang terdekat kepada Allah karena tugasnya yang berat melaksanakan iradat ilahi. ”Mengerjakan apa yang diperintahkan” – ”hamba-hamba yang

dimuliakan.” Mereka itulah yang selalu beribadat kepada Allah dengan tidak mengenal letih dan payah, sebab luas daerah. Bagaimana mereka akan merasa payah atau letih, padahal malaikat bukan terdiri daripada tulang, darah, dan daging. Malaikat adalah rohani semata-mata.

7. Rombongan yang bershaff-shaff dengan sebenar-benarnya adalah Malaikat dan rombongan yang melarang dari perbuatan maksiat adalah Malaikat. Hal ini karena sifat dari Malaikat tersebut yang selalu membuat barisan-barisan di atas langit dan selalu melarang untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat.

Bahwasanya malaikat itu berbaris sebenar berbaris. Bagaimana cara barisannya, tidaklah dapat kita memastikan. Namun berbaris sebenar berbaris menunjukkan kewaspadaan. Guna barisan malaikat itu ialah guna mencegah gangguan dari roh-roh jahat yang akan dapat membahayakan. 8. Malaikat itu senantiasa selalu patuh kepada

Allah atas apa yang telah dibebankan tugas kepada mereka, dan tak pernah letih untuk selalu bertasbih kepada-Nya.

Bahwa demi ketinggian dan keagungan Tuhan, sesungguhnya dengan qudrat dan iradatNya langit ketujuh itu sewaktu-waktu bisa belah. Ayat ini adalah peringatan bagi manusia bahwa bagi Allah membelah langit itu adalah perkara mudah. Apalah lagi dalam bumi yang kecil. Mengapa langit nyaris belah dari sebelah atasnya? Ialah kalau kebatilan dan kedurhakaan manusia lebih bersimaharajalela di bumi ini. Syukurlah di bumi yang menerima petunjuk Ilahi masih ada doa-doa yang khusyu‟ yang menjulang

ke langit. Dan di langit sendiri pun ada Malaikat-malaikat yang selalu bertasbih, berbakti beribadat memuji Tuhan, dan di dalam rangka buktinya itu mereka pun selalu memohonkan agar makhluk yang beriman kepada Ilahi diberi ampun jika mereka terlalai. Dan Tuhan Allah pun, di samping

sifatNya yang murka kepada yang durhaka, adalah senantiasa bersedia memberikan maghfirat dan ampun berlimpah-limpah kasih-sayangNya kepada hamba-hambaNya yang taat dan patuh.

9. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat

al-Anbiya‟ ayat 26 – 29 mengaitkannya dengan surat al-Zukhruf ayat 81 dan surat az-Zumar ayat 65.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas dengan mengaitkan surat Yunus ayat 62 –

64. 10. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat

ash-Shaffat ayat 149 – 160 mengaitkannya dengan surat an-Nahl ayat 58, 21, 22 dan surat az-Zukhruf ayat 19.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas hanya menggunakan nalarnya saja.

11. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat al-Hajj ayat 75 mengaitkannya dengan surat

al-An‟am ayat 124.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas hanya menggunakan nalarnya saja.

12. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat

al-An‟am ayat 93 mengaitkannya dengan surat

al-Anfal ayat 31.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas dengan mengaitkan surat an-Nahl ayat 16, ayat 68, dan ayat 69.

13. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 34 mengaitkannya dengan surat al-Kahfi ayat 50 dan surat Yusuf ayat 100.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas dengan mengaitkan surat al-Hajj ayat 22, surat an-Nahl ayat 49, surat ar-Ra‟ad ayat 16

dan surat ar-Rahman ayat 6. 14. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat

al-Anbiya‟ ayat 19 – 20 mengaitkannya dengan surat an-Nisa‟ ayat 172 dan surat at -Tahrim ayat 6.

Hamka yang menafsirkan ayat di atas dengan menggunakan nalarnya saja.

15. Dalam penafsirannya Ibn Katsir menggunakan berbagai sumber yaitu Sumber Riwayah dan Sumber Dirayah.

penafsiran Hamka menggunakan sumber Riwayah (Tafsir al-Ma‟tsur) dan pemikiran (Tafsir Ra‟yi).

16. Ibn Katsir dalam menafsirkan ayat-ayat tentang Malaikat banyak mengutip hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan (memiliki korelasi).

Hamka dalam menafsirkan ayat tentang Malaikat sama sekali tidak mengutip hadis-hadis yang berkaitan dengan hakikat Malaikat, sifat Malaikat, dan tugas-tugas Malaikat.

17. Ibn Katsir sedikit sekali menggunakan nalar dalam menafsirkan ayat-ayat tentang Malaikat.

Hamka banyak menggunakan nalarnya dalam menafsirkan ayat-ayat tentang Malaikat

18. Ibn Katsir dalam menafsirkan surat asy-Syura ayat 5 mengaitkannya dengan surat al-Mu‟min ayat 7.

Hamka menafsirknannya hanya dengan menggunakan nalarnya saja.

Penutup A. Kesimpulan

Berdasar atas penelitian yang telah penulis lakukan sebelumnya dalam Tafsîr al-Qu'ran al-Azîm, karya Ibn Katsir dan Tafsîr al-Azhar karya Hamka. Ada tiga hal yang penulis bandingkan mengenai pengambaran Malaikat dalam al-Qur‟an antara lain hakikat Malaikat, tugas Malaikat, dan sifat Malaikat yang perlu digaris bawahi sebagai kesimpulan:

1. Hakikat Malaikat menurut penafsiran Ibn Katsir: Malaikat adalah hamba Allah yang sangat dimuliakan di sisi-Nya yang menempati kedudukan yang tinggi serta memiliki tingkat kemuliaan yang luhur.

2. Hakikat Malaikat menurut penafsiran Hamka: Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang bertambah tinggi perhambaannya, bertambah pula kemuliaannya, dan selalu setia melaksanakan perintah. Kemuliaan ini dilihat dari penugasan Malaikat oleh Allah sebagai duta-duta istimewa dalam memelihara dan mengatur wahyu. 3. Tugas Malaikat menurut penafsiran Ibn Katsir: Malaikat maut mencabut nyawa

orang-orang zhalim dengan sangat menakutkan. Kata ”Ghamratul maut” artinya

sekarat dan kesusahan menjelang kematian.

4. Tugas Malaikat menurut penafsiran Hamka: Bagaimana Malaikat datang kepada orang-orang yang zhalim seraya mengulurkan tangannya yang ngeri dan menakutkan. Kata Ghamaratil-maut diartikan dengan orang yang telah berada dalam suasana huru-hara maut.

tidak pernah menyombongkan diri dalam beribadah kepada-Nya, dan juga tidak pernah bosan, itu semua mereka lakukan dengan niat dan amal yang dilandasi dengan ketaatan kepada perintah-Nya, senantiasa bertasbih siang malam tiada hentinya, dan selalu bershaff-shaff yang selalu melarang dari perbuatan maksiat. 6. Sifat Malaikat menurut penafsiran Hamka: Mereka itulah yang selalu beribadat,

dan selalu bertasbih kepada Allah dengan tidak mengenal letih dan payah. Bahwasanya malaikat itu berbaris sebenar berbaris guna mencegah gangguan dari roh-roh jahat yang akan dapat membahayakan.

B. Saran

Setelah penulis merampungkan penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan:

1. Untuk peneliti berikutnya, diharapkan dapat menggunakan ayat-ayat seputar hakikat Malaikat, tugas Malaikat, dan sifat Malaikat yang lebih banyak sehingga akan lebih tampak perbedaan antara penafsiran Ibn Katsir dan Hamka.

2. Untuk peneliti berikutnya, penelitian yang telah penulis selesaikan ini dapat dipraktikkan dengan tafsir yang berbeda, karena tidak menutup kemungkinan hal ini terjadi pula pada karya tafsir tersebut.

3. Bagi yang ingin mengkaji lebih jauh tentang tafsir Tafsîr al-Qu'ran al-Azîm, karya Ibn Katsir dan Tafsîr al-Azhar karya Hamka dapat dilakukan penelitian baru berupa studi kitab rujukan tafsir Tafsîr al-Qu'ran al-Azîm, dan Tafsîr al-Azhar Penelitian ini bertujuan untuk melihat kecenderungan Ibn Katsir dan Hamka dalam menggunakan kitab rujukannya.

Al-Qurân

al-„Aqil, Muhammad bin „Abdul Wahhab, “Menyelisik Alam Malaikat Rukun Iman Kedua yang Sering Disalahpahami dan Dilupakan Banyak Orang”,

Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2010, cet pertama.

al-Asyqar, Umar Sulaiman, “Misteri Alam Malaikat dan Mengenal Lebih Dekat

Satu Persatu Malaikat”, Jakarta: Inas Media, 2009, cet pertama.

al-Musayyar, Muhammad Sayyid, “Buku Pintar Alam Gaib”, Jakarta: Zaman,

2009, cet pertama.

al-Qattan, Manna Khalil , “Studi Ilmu-ilmu Qur‟an”, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2000, cet kelima.

al-Syafi‟I, Jalaluddin As-Suyuthi, “Misteri Makhluk Bersayap Menjelajah Alam

Malaikat”, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008, cet pertama.

al-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad ibn Jarir, “Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wil Âyi al-Qurân” (Ttp: Syarikah Iqâmah al-Din, tth), Jilid III

Amrullah, H.Abdul Malik Abdul Karim, Prof., Dr., (Hamka), “Tafsir Al-Azhar”,

Jakarta, Pustaka, Panjimas, 1983.

An-Naysaburi, Muslim bin Hajaj, ”Shahih Muslim”, Beirut: Dar Ihya at-Tiratsi

al-Arabi Bab Ahadis Mutafariqah Juz 4.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada Sarana

Pustaka, 2005, cet pertama.

Departemen Agama RI, “al-Quran dan Terjemahnya”, Semarang: PT Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-I.

Furi, Syaikh Shafiyyur al-Mubarak, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka

Ibnu Katsir, 2010, jilid ke-6 cet. Ke-3.

Harahap, Hakim Muda, ”Rahasia Al-Qur‟an Menguak Alam Semesta, Manusia,

Malaikat, dan Keruntuhan Alam”, Jakarta: Darul Hikmah, 2007, cet

Jilid I

Ibn Katsîr, Abû Fidâ Ismâîl, “Tafsîrul Qurânil „Azîm”, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1986) Jilid II

Ibn Katsîr, Abû Fidâ Ismâîl, “Tafsîrul Qurânil „Azîm”, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1986) Jilid III

Ibn Katsîr, Abû Fidâ Ismâîl, “Tafsîrul Qurânil „Azîm”, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1986) Jilid IV

Nasution, Harun, “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya”, Jakarta: UI Press, 2005, Jilid I, cet kedua.

Shihab, Muhammad Quraish, “Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Yang Tersembunyi

Dalam Al-Qur‟an, As-Sunnah, serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu

dan Masa Kini”, Ciputat: Lentera Hati, 2007, cet kedua.

Shihab, Muhammad Quraish, “Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian

Al-Quran”, Jakarta : Lentera Hati, 2002.

Smith, Huston, “Agama-agama Manusia”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2001, cet keenam.

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004)

Tamara, Nasir dkk, (ed) Hamka di Mata Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) Skripsi:

Abdul Gofur Rojali, “Studi Sanad dan Matan Hadis Nabi Tentang Qorin dari

Golongan Jin dan Malaikat,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Artikel / Website:

Dokumen terkait