• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

1) Kasus purse seine

Upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik purse seine terangkum dalam status penyelesaian konflik yang disajikan pada Tabel 18. Langkah pertama yang dilakukan oleh masyarakat nelayan mini purse seine di Kotabaru yaitu dengan berinisiatif menemui wakil dari pihak lawan untuk melakukan negosiasi secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Tabel 18 Status penyelesaian konflik pada kasus purse seine

No Status penyelesaian konflik Teknik resolusi

konflik 1 Surat pernyataan kesepakatan antara nelayan

Pekalongan vs nelayan Kotabaru (tahun 2004)

Negosiasi

2 Surat pernyataan kesepakatan antara nelayan Tegal vs nelayan Kotabaru (tahun 2005)

Fasilitasi

3 Tindak lanjut kesepakatan yang diwakili seluruh stakeholder dilakukan di Surabaya tahun 2005

Fasilitasi

4 Masih beroperasinya kapal purse seine sekitar 40 buah berada di selat makasar maka dilakukan tindak lanjut kesepakatan/ penyelesaian konflik yang diwaliki seluruh stakeholder dilakukan di Makasar tahun 2007

Fasilitasi

Konflik antara nelayan Kotabaru dan nelayan Pekalongan (1 April 2004) dapat diselesaikan dengan membuat surat pernyataan dari pemilik kapal purse seine. Terdapat 4 (empat) point dalam surat pernyataan tersebut, yaitu: (1) Tidak akan melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Kabupaten Kotabaru dengan menggunakan cahaya lampu (2) Sebisa mungkin bias cahaya lampu tidak terlihat dari perairan Kabupaten Kotabaru sejauh 12 mil dari pulau terluar (3) Tidak akan merapat ke pelabuhan Kabupaten Kotabaru untuk mengisi bahan bakar, air dan es serta tidak menjual ikan kecuali dalam keadaan darurat (4). Apabila dikemudian hari ditemukan oleh nelayan melanggar surat pernyataan ini maka pihak nelayan Kabupaten Kotabaru dapat melakukan tindakan-tindakan tanpa ada tuntutan dari pihak nelayan purse seine.

Dalam upaya ini masih mengalami kegagalan karena masih bersifat parsial, tidak tersosialisasikan terhadap pengguna lain. Melalui teknik neogosiasi tersebut, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kesepakatan yang dibuat hanya mengandalkan moral. Pengguna purse seine semakin banyak melakukan eksploitasi di sekitar perairan Kotabaru, sehingga terjadi tuduhan pelanggaran kesepakatan.

Penanganan konflik ditindaklanjuti dengan menghubungi pihak ketiga yaitu Dinas Perikanan daerah untuk memohon dilakukan intervensi berupa fasilitasi. Penggunaan teknik fasilitasi ini merupakan bentuk perhatian pemerintah dan memiliki kekuatan hukum terhadap pelanggaran kesepakatan, namun kesepakatan tersebut harus diwakili langsung oleh stakeholder yang berkepentingan. Pada tanggal 16 Juni 2005 bertempat di Departemen Kelautan dan Perikanan berisi 14 poin kesepakatan yaitu:

(1) Mewujudkan iklim usaha penangkapan ikan yang nyaman, kondusif dengan keamanan yang terjamin. Upaya ini melibatkan seluruh stakeholders, termasuk Dinas Perikanan dan Kelautan di setiap daerah serta Departemen Kelautan dan Perikanan.

(2) Mencegah kerusakan sumberdaya ikan dari kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan dan alat tangkap yang dilarang, pelanggaran jalur penangkapan ikan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

(3) Untuk sementara, sambil menunggu hasil kajian BPPI semarang tentang pengaruh intensitas cahaya lampu purse seine, kapal purse seine dapat beroperasi dengan jarak sedikitnya 20 mil laut dari batas surut terendah dari setiap pulau pada malam hari

(4) Untuk sementara, kekuatan lampu (intensitas cahaya) kapal purse seine maksimal 12.000 watt di atas kapal

(5) Hasil penangkapan ikan kapal purse seine tidak dipasarkan di pasar lokal. Dalam hal pemasaran agar dapat melakukan kerjasama dengan nelayan setempat

(6) Merintis upaya kemitraan antara nelayan perikanan tangkap Provinsi Jawa Tengah dengan provinsi Kalimantan Selatan

(7) Untuk melakukan peningkatan teknologi penangkapan ikan dalam upaya mengatasi kesenjangan teknologi dibawah koordinasi Dinas Perikanan dan

Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan

(8) Dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kesepakatan yang telah ditetapkan

(9) Jika terjadi perselisihan perihal pelaksanaan kesepakatan diatas maka akan dilakukan musyawarah yang melibatkan unsur-unsur yang terlibat yang difasilitasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah (10) Segera melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada nelayan Jawa Tengah dan Kotabaru Kalimantan Selatan yang akan dimotori oleh Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi masing-masing daerah

(11) BPPI segera melakukan pengkajian terhadap efektifitas penggunaan lampu pada kapal purse seine. Kajian ini melibatkan perwakilan HNSI, Dinas Perikanan dan Kelautan serta perwakilan nelayan Kotabaru dan Jawa Tengah

(12) Kesepakatan ini berlaku mulai ditandatangani sampai keluarnya keputusan pemerintah pusat mengenai aturan penggunaan lampu

(13) Bagi pihak-pihak yang melanggar kesepakatan ini, akan dikenai sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

(14) dengan ditandatanganinya kesepakatan ini, maka kesepakatan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku

Namun bedasarkan hasil kesepakatan tersebut masih belum bisa menyelesaikan konflik, masih terdapat ketidakpuasan terhadap kesepakatan tersebut dan purse seine masih beroperasi di selat makasar wilayah perairan Kotabaru. Nelayan Kotabaru melakukan protes ke DPRD dan Bupati Kotabaru. Kemudian membentuk AMNES (Aliansi Masyarakat Nelayan Saijaan). Konflik semakin berkembang setelah adanya pengakuan nelayan purse seine yang tidak melanggar UU Jalur-jalur penangkapan dan dimiliki surat izin penangkapan ikan dari pusat, menyebabkan amarah nelayan lokal. Penyelesaian konflik mendapat tanggapan serius dari pemerintah dengan melakukan tindak lanjut terhadap kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada tanggal 24–25 Januari

2006 di Surabaya dilakukan pertemuan dipimpin oleh DKP Provinsi, diperoleh suatu rumusan evaluasi resolusi konflik purse seine yaitu:

1 Evaluasi perkembangan konflik purse seine

1) Sebagian nelayan Kotabaru belum dapat menerima sebagian hasil kesepakatan yang dicapai di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2005 dan sebagian nelayan Balikpapan belum dapat menerima sebagian hasil rumusan yang dicapai di Semarang pada tanggal 17 Januari 2006 2) Proses koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi telah

berlangsung termasuk nelayan yang terlibat konflik.

3) DKP telah melakukan koordinasi dengan TNI AL dan POLRI untuk mencegah berkembangnya konflik dengan mengerahkan kapal ke kawasan konflik

4) Proses sosialisasi rumusan hasil pertemuan masih belum dilakukan secara optimal oleh semua pihak.

5) Untuk menghindari terjadinya konflik lebih lanjut, Kadiskamlut Provinsi Jateng telah membuat surat edaran agar nelayan Jateng untuk sementara tidak menangkap ikan di Selat Makasar.

6) Pemerintah provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah kota Balikpapan bekerjasama dengan Muspida, unsur nelayan serta LANAL Balikpapan dan POLDA Kal-Tim telah melakukan pertemuan dengan masyarakat nelayan dalam rangka mencegah tindakan anarkis lebih lanjut.

7) Pemerintah Kabupaten Kotabaru telah melakukan koordinasi dengan Muspida dan masyarakat nelayan untuk meredam dan mencegah berkembangnya konflik

8) Masih terjadinya pembakaran kapal nelayan Jawa Tengah di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan.

9) Proses hukum sedang berjalan dan pihak kepolisian akan mengundang saksi ahli. Hal yang sama agar dilakukan untuk penyelesaian kasus pembakaran kapal di pulau Kerayaan Kab. Kotabaru Kalimantan Selatan

2 Rencana tindak lanjut jangka pendek (s.d. pertengahan Pebruari 2006) 1) Kapal Pengawas DKP supaya tetap dipertahankan di wilayah selat

Makasar untuk mencegah berkembangnya konflik

2) Masing-masing Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi bersama Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten/Kota setempat melakukan sosialisasi hasil kesepakatan dan rumusan hasil pertemuan dengan melibatkan antara lain tokoh masyarakat, tokoh agama, DKP, DPRD, organisasi nelayan (HNSI), dan penegak hukum (TNI AL dan POLRI)

3) Nelayan Jateng untuk sementara tidak menangkap di selat makasar. 4) Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan DPP HNSI agar segera

memberikan perhatian dan bantuan kepada korban konflik nelayan

5) Dilakukan pertemuan tentang penanganan konflik nelayan antar daerah dengan melibatkan unsur pemilik, punggawa, penegak hukum, tokoh masyarakat nelayan, tokoh agama dan HNSI setempat untuk proses asimilasi/naturalisasi pada tanggal 14–15 Pebruari 2006 dan tempat akan ditentukan kemudian.

3 Rencana tindak lanjut jangka menengah dan panjang

1) Seluruh pihak menindaklanjuti hasil kesepakatan dan rumusan hasil pertemuan sebelumnya

2) Perlu dibentuk kelompok kerja (POKJA) Penanganan Konflik nelayan di setiap daerah dan tingkat Pusat, Provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota 3) Perlu konsistensi dalam penegakkan dan tindakan hukum secara tegas 4) oleh penegak hukum. Perlu dilakukan identifikasi dan kajian status

sumberdaya ikan, musim penangkapan, jumlah armada penangkapan, jenis alat tangkap, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dan produksi di wilayah perairan Selat Makasar oleh Departemen Kelautan dan Perikanan

5) Dalam rangka mendukung terlaksananya pengendalian konflik nelayan antar daerah secara cepat dan tepat DKP perlu menyusun Pedoman Umum Penanganan Konflik Nelayan antar Daerah

6) DKP diharapkan membuat program modifikasi kapal Purse Seine Pelagis Kecil menjadi kapal Purse Seine Pelagis Besar dan pola pembiayaannya berupa fasilitas pinjaman.

7) Peningkatan teknologi penangkapan untuk nelayan di daerah potensi konflik untuk mengatasi kesenjangan nelayan

8) DKP segera menetapkan aturan penggunaan lampu untuk kapal Purse Seine dan alat tangkap lainnya yang menggunakan lampu sebagai alat Bantu penangkapan

Hasil kesepakatan Surabaya dianggap tidak mewaliki nelayan Kotabaru, karena wakil HNSI yang telah ditunjuk untuk mewakili nelayan Kotabaru adalah bukan dari golongan nelayan, tetapi dari pengusaha, sehingga aspirasinya tidak mewakili nelayan sesungguhnya. Dan akhirnya nelayan tetap ngotot untuk tidak mau mengikuti surat kesepakatan yang dibuat. Adanya kapal purse seine sebanyak 40 unit masih berada di selat makasar/sekitar perairan Kotabaru membakar amarah nelayan dan melakukan pembakaran kapal purse seine pada tahun 2006.

Kawatir konflik akan meluas, maka dilakukan tindak lanjut kesepakatan/ penyelesaian konflik yang diwaliki seluruh stakeholder dilakukan di Makasar tahun 2007. Pemerintah mengundang nelayan bertemu di Makasar. Pemerintah mengantisipasi konflik, dan merencanakan berbagai upaya: (1) dengan menyetop pengeluaran izin baru untuk kapal jenis purse seine (2) mengalihkan sebagian jenis kapal-kapal itu ke wilayah perairan yang lain.