• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODAL SOSIAL PROGRAM CSR PT PERTAMINA

Kotak 01. Kasus responden YA, 42 tahun

YA merupakan salah satu responden yang mengikuti program peternakan. Ia sehari-hari hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan yang diterima dari suami terkadang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari misalnya makan dan keperluan belanja. Adanya program peternakan ini awalnya sudah ia ketahui, tetapi ia belum berminat mengikuti program ini pada awalnya. Pada sekitar tahun 2014 saya melihat ternak pak Wasir yang semakin hari ternak entognya berkembang menjadi banyak. Selain itu di daerah Indramayu ini terkenal dengan makanan khasnya yakni pedesan entog, sehingga pada saat itu ternak entog memiliki nilai jual yang tinggi. Dari sinilah saya percaya ingin ikut ternak entog ini dikarenakan keuntungan yang lumayan yang diperoleh. Ibu yati pun bertanya kepada Pak WSR bagaimana cara ia dapat mengikuti program ternak entog ini. Persyaratan yang cukup mudah membuat Bu YAi semakin yakin mengikuti program ini dan ditambah Ibu YAi juga tidak diharuskan mengeluarkan uang yang cukup banyak, karena kandang untuk entog dan anak-anak entog yang akan dipelihara sudah disediakan oleh pihak penyelenggara kegiatan.

Kepercayaan ini tumbuh pada responden itu sendiri setelah melihat keberhasilan dari responden lainnya. Berdasarkan kasus Ibu YA terlihat bahwa tingkat kepercayaan dapat tumbuh pada responden responden itu sendiri setelah program ini berjalan beberapa bulan. Persyaratan yang tidak menyulitkan semakin mempermudah responden untuk mengelola program ini secara mandiri dengan melaporkan kemajuan kegiatannya.

Tingkat Norma

Norma adalah nilai yang berkembang dalam suatu budaya jika responden menghormati nilai budaya bersama maka akan timbul adanya kebersamaan di lingkungaan ini. Norma yang terbangun di responden pada program CSR timbul dari adanya kegiatan program CSR ini.Norma yang dijalankan pada program ini yaitu, responden wajib membayarkan biaya iuran bulanan kelompok usaha.

bersama(KUB).

Kotak 02. Memberikan gambaran mengenai norma yang dimiliki responden kegiatan Program CSR PT Pertamina. Berdasarkan kasus ini terlihat bahwa Pak KAM merasakan adanya kemudahan dari aturan yang telah dibuat oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB). Kemudahan yang diterima oleh Pak KAM dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari hasil panen lelenya.

Kotak 02 Kasus responden Pak KAM, 52 tahun

Bapak KAM adalah responden yang mengikuti program CSR sejak awal hadirnya program ini.Program yang diikutinya yaitu program budidaya lele.pekerjaan sehari hari Pak KAM sebagai buruh proyek yang penghasilannya tidak menentu, terkadang ketika banyak panggilan proyek penghasilan yang diperoleh cukup tetapi ketika tidak ada pekerjaan penghasilan yang diperoleh hanya dari budidaya lele. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya lele ini termasuk cukup, karena semua responden diberikan modal awal dengan gratis. Adapun aturan yang dibuat yakni semua responden program CSR tergabung kedalam Kelompok Usaha Bersama. Aturan yang dibuat pada program ini yaitu sumbangan untuk biaya angkut penjualan lele ketika panen. Sebelum adanya aturan ini Pak KAM memerlukan kendaraan sewa yakni mobil bak untuk menjual panen lelenya kepada tengkulak. Tetapi setelah ditetapkan bersama, bahwa semua responden berhak menggunkan kendaraan tossa miliki KUB untuk menjual hasil panennya. Hasil panen tersebut diharuskan dipotong Rp1000,- hingga Rp2000,- per kilo lele tergantung dari hasil panennya. Potongan ini digunakan untuk biaya bensin motor tossa dan sisanya dimasukkan ke KAS KUB. Aturan yang dibuat dapat mengurangi biaya kotor penjualan lele pasca panen dan kemudahan dalam bertransaksi karena pak Kamali sudah menyerahkan hasil panennya ke pada KUB dan keuntungan yang diperoleh sesudah dikenakan biaya pemotongan diserahkan kepada Pak KAM.

Tabel 10 Jumlah dan Persentase Tingkat Norma Pelaksanaan Program CSR PT Pertamina, Kelompok Usaha Bersama di Desa Balongan Kecamatan Indramyu No Tingkat Norma Program Pangan (individu) Program Lele (Individu) Program Ternak (Individu) Jumlah Individu Persentase 1 Tinggi 2 1 - 3 8,1 2 Sedang 9 10 12 31 83,8 3 Rendah - 1 2 3 8,1 Total 37 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 3 atau 8,1 persen responden memiliki tingkat rendah, sebanyak 31 atau 83,8 persen responden memiliki tingkat norma sedang, dan sebanyak 3 atau 8,1 persen responden memiliki tingkat norma tinggi. Mayoritas responden program pelaksana ini tergolong pada tingkat norma sedang. Hasil ini dipengaruhi karena umumnya responden program CSR masih mentaati aturan yang telah dibuat. Misalnya pada pembuatan pengolahan bahan pangan, ketika diberikan pinjaman modal awal lalu responden sedikit demi sedikit telah melunasi uang pinjaman lainnya.

Adapun penuturan Pak (DRS, 40 Tahun) “Saya membayar iuran sebesar 50.000 ketika saya memiliki panen sebesar 50 kilogram ikan lele, uang yang saya bayarkan ini untuk membayar motor tossa yang digunakan untuk mengangkut ikan lele setelah saya panen”

Gambar 4 Bantuan motor tossa dari PT Pertamina untuk memudahkan pengangkutan hasil panen lele Desa Balongan Kecamatan Balongan, Kabupaten

Indramayu tahun 2015.

Bantuan motor tossa ini diberikan dari dana hibah PT Pertamina. Adanya kendaraan ini digunakan untuk kegiatan distribusi pengangkutan hasil lele pasca panen. Kelompok Usaha Bersama (KUB) Desa Balongan sebelumnya melakukan adanya aturan yang dibuat bersama, yakni aturan penggunaan motor tossa. Bagi

Responden yang ingin menggunakannya maka dikenakan biaya bensin dan biaya admistrasi yang harus dikeluarkan, sehingga responden yang merasa diuntungkan dengan adanya aturan ini karena mereka tidak perlu menyewa mobil bak untuk membawa hasil panen mereka yang membutuhkan biaya yang relatif banyak.

Pada program pengolahan bahan pangan seperti terasi maupun program pengolahan kue, responden program menjalankan aturan dalam peminjaman uang tanpa bunga dari pihak pendamping program. Responden program merasa dimudahkan dari adanya pinjaman ini dan mereka dapat mengembalikannya degan cara angsuran. Aturan pada responden program ini dilakukan oleh seluruh responden dan apabila ada salah satu responden yang tidak membayar pinjaman tersebut, maka responden tersebut juga akan menerima sangsi yang diberikan.

“ Ya dek ibu mah ngikut-ngikut aja kalo ada pinjaman buat modal usaha ini, kalo ada rejeki juga dek ibu pasti ngembaliin pinjaman yang ibu pake, kan itu juga tanggung jawab ibu dek”Bu (MAY,47 Tahun)

Program peternakan aturan yang diterapkan yakni pada pembuatan kandang entog yang telah ditentukan dari pendamping program. Kandang ini ditentukan batasan wilayahnya dan material apa saja yang digunakan. Adanya kesamaan dalam pembuatan kandang entog ini bertujuan untuk menghindari entog dari penyakit dan faktor cuaca yang dapat menyebabkan kematian pada entog. Masing-masing responden juga diharuskan membersihkan kandang agar entog yang dipelihara juga dapat tumbuh secara sehat.

“ Ibu kemaren dek ngerasain entog pada mati banyak, soalnya tiba-tiba cuaca berubah kadang ujan atau kadang panas. Makannya dek sekarang entognya ibu masukin kandang yang dikasih atap, jadi alhamdulillah sekarang entog ibu sedikit-sedikit bisa nyesuaian dari adanya perubahan cuaca”(Ibu EM, 56 Tahun.)

Aturan yang dibuat bersama responden CSR tentunya memudahkan responden CSR dalam menjalankan programnya masing-masing. Karena perumusan aturan ini awalnya didiskusikan dengan beberapa elite desa dan akademisi dari P4W IPB. Aturan yang dibuat dari awalnya karena adanya masalah-masalah yang dihadapi oleh responden program CSR.

Tingkat Jaringan

Tabel 11 Jumlah dan persentase tingkat jaringan pelaksanaan program CSR PT Pertamina, di Desa Balongan, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu Tahun 2015 No Tingkat Jaringan Program Pangan (Jiwa) Program Lele (Jiwa) Program Ternak (Jiwa) Jumlah (Jiwa) Persentase % 1 Tinggi 1 2 1 4 10,8 2 Sedang 8 9 12 29 78,4 3 Rendah 2 1 1 4 10,8 Total 37 100

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 atau 10,8 persen pada kategori tingkat jaringan tinggi, sebanyak 29 responden atau 78,4 persen berada pada kategori sedang dan 4 responden atau 10,8 persen berada pada kategori sedang.

Jaringan yang dibangun pada program CSR termasuk pada penjualan produk hasil olahan pangan maupun hasil dari budidaya. Pada program pengolahan bahan pangan, jaringan yang dibuat yaitu dengan mendirikan kios yang bernama cengkir. Kios ini didirikan untuk memudahkan pemasaran produk yang telah dibuat. Selain adanya kios cengkir ini pendamping program juga menjual hasil produk prgram pengolahan bahan pangan ini ke kios-kios yang berada di sekitar Indramayu lainnya dan menjalin relasi dimana kita menyediakan bahan dan mereka menyediakan tempat untuk pemasaran produk ini. Keuntungan yang diperoleh juga dibagi secara rata atas perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Gambar 5 Kios cengkir yang menjual hasil produksi pengolahan bahan pangan seperti kue, terasi dan keripik program CSR PT Pertamina Indramayu, Kecamatan

Balongan tahun 2015.

Jaringan yang dibangun pada program budidaya lele yaitu pada pemasaran lele yang telah siap panen. Pendamping program berusaha mencarikan harga jual lele yang lebih besar dari hasil penjualan lele ke tengkulak. Pendamping program berusaha mencari kemanakah para tengkulak ini menjual lele yang telah dibeli sebelumnya. Hasilnya pendamping program menemukan pengepul lele di daerah Losarang.

Kotak 03. Studi Kasus Pak ROH, 43 Tahun.

Pak ROH adalah responden program budidaya lele yang diberikan kepercayaannya dalam mengoperasikan motor tossa milik KUB. Sehari-hari pak Rohman memiliki kesibukan sebagai buruh angkut barang hasil produksi bagi responden lain di KUB. Pak ROH bersama Mas ARS (P4W IPB) berusaha mencari penjualan hasil lele dengan harga yang tinggi. Awalnya Mas Aris bertanya-tanya kepada tengkulak bagaimana mereka memasarkan hasil panen lele. Setelah itu Pak ROH dan Mas ARS mencari bakul besar yang berada di Losarang, berdasarkan info yang diperoleh dari tengkulak. Alhasil ternyata harga yang ditawarkan disana memenag lebih tinggi, sehingga setelah adanya bakul ini penjualan semakin meningkat.

Kotak 03. Memberikan gambaran mengenai jaringan yang dibangun pada program Budidaya lele. Berdasarkan kasus tersebut dapat dilihat bahwa apabila telah ada jaringan yang tepat dalam pemasaran produk lele ini, maka dapat meningkatkan harga jual hasil panen lele itu sendiri.

“Kalau buat yang jual kue, sekarang udah ada kios buat nyetok barang, adanya kios ini mempermudah jualan kita dek soalnya kita engga perlu mikir mau dijual kemana produk kita ini dek” (SRY, 35 Tahun).

Program peternakan entog pendamping program memberikan solusi pada penyakit yang dialami oleh entog responden CSR. Solusi ini diperoleh dari beberapa ahli pada bidang peternakan yang mengerti bagaimana merawat entog agar tetap dalam kondisi sehat. Sedangkan untuk pemasaran jaringan produk entog peserta program hanya menjual kepada beberapa tengkulak yang biasanya menawar ternak entog di beberapa daerah desa Balongan. Jaringan yang terbangun di program peternakan ini belum seluas program budidaya lele, dikarenakan sulitnya mencari pembeli entog yang berani menual dengan harga yang tinggi.

Ikhtisar

Modal sosial pada responden dapat menumbuhkan adanya keingin responden dalam melakukan kegiatan program CSR dengan bersungguh-sungguh. Adanya modal sosial juga dijadikan sebagai pendorong responden lain dalam melaksanakan program CSR ini. Adanya kepercayaan, jaringan dan norma semakin mempermudah pelaksanaan program CSR. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan merupakan aspek yang tertinggi daripada tingkatan norma dan tingkat jaringan, kepercayaan ini merupakan modal awal yang harus dimiliki dan tanpa adanya rasa saling percaya maka pelaksanaan program CSR akan mengalami kesulitan dalam menjalankannya.

Kepercayaan yang dibangun dari penyelenggara program menjadikan responden program ini semakin yakin untuk mengikuti CSR ini, karena dari bantuan yang diberikan baik dari materi maupun saran yang diperoleh ketika responden memiliki permasalahan sangatlah membantu. Norma pada masyarakat ini juga tergolong pada tingkatan yang kuat, misalnya norma yang diterapkan pada KUB dapat membantu responden dalam menjaga kekerabatan antar respondennya karena satu sama lain dapat saling membantu. Pada Jaringan yang dibangun oleh pendamping program juga mempermudah responden dalam menjual produk hasil program CSR mereka, jaringan yang ada ini juga memiliki tujuan agar program CSR yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan.

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TINGKAT

Dokumen terkait