• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Katalog Induk Nasional (KIN) Online

Pembentukan katalog induk nasional (KIN) bermula saat Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1975 - 1980) menerbitkan KIN pada tahun 1980. Pusat Pembinaan Perpustakaan dahulu merupakan Kantor Bibliografi Nasional (1952-1975) yang memang bertugas menghimpun Bibliografi Nasional yang terdapat di Indonesia. Masa transisi antara Pusat Pembinaan Perpustakaan yang dilebur menjadi Perpustakaan Nasional RI melahirkan sebuah literatur sekunder dalam bentuk buku tercetak yang memuat intisari data buku yang diterbitkan oleh penerbit nasional dengan tujuan agar masyarakat luas dapat mengetahui buku-buku apa saja yang ada di perpustakaan dan di mana buku-buku dapat diketemukan. Di dalam buku tersebut juga diakui bahwa untuk membangun sebuah katalog induk tingkat nasional yang lengkap tidaklah mudah. Perlu waktu, tenaga dan biaya untuk menghasilkan katalog tingkat nasional, sehingga penyusun KIN tersebut hanya mencakup 27 perpustakaan yang terdapat di DKI Jakarta.

Awal penyusunannya, masing-masing perpustakaan peserta mengirimkan kartu-kartu entri (entry catalogue) berdasarkan pengadaan tahun 1970 – 1977 (restropektif) yang diutamakan buku dalam bidang ilmu sosial dan humaniora (walaupun ada yang mengirimkan sains dan teknologi), menggunakan sistem ISBD (International Standard Bibliographic Description) dalam deskripsi setiap entri serta disusun menggunakan abjad.

Seiring berjalannya waktu berbagai usaha telah ditempuh Perpustakaan Nasional RI untuk membangun KIN yang bertaraf nasional dengan mengadakan lokakarya dan sosialisasi tentang pentingnya KIN tersebut sehingga awal tahun 1980, mulai bermunculan katalog induk daerah (KID) di beberapa propinsi.

Tahun 1995, Perpustakaan Nasional RI sebenarnya sudah menerapkan Sistem Informasi Perpustakaan yang dikenal sebagai VTLS (Virginia Tech

Library System) yang menjadi cikal bakal otomasi perpustakaan di tingkat pusat

dan daerah dimana pada saat itu masing-masing propinsi diberikan bantuan MicroVTLS untuk didistribusikan ke beberapa propinsi dengan harapan akan membangun sistem katalog elektronik yang kuat disetiap daerah. Namun seiring berjalannya waktu dan perawatan yang sangat mahal akhirnya program tersebut terhenti di tengah jalan.

Tahun 2008, Berdasarkan Undang-Undang Perpustakaan No. 43 tahun 2007 disebutkan dalam BAB IV tentang koleksi perpustakaan, pasal 13 ayat (1) menegaskan bahwa ”Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk nasional (KIN) dan didisribusikan oleh Perpustakaan Nasional”. Pada ayat (2) juga menegaskan ”Koleksi nasional yang berada di daerah diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk daerah (KID) dan didisribusikan oleh perpustakaan umum daerah”. Dalam penjelasan pasal 13 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa ”penerbitan katalog induk nasional dan daerah dilakukan baik secara tercetak (hardcopy) maupun secara terdigitalisasi (softcopy)”.

Menindaklanjuti amanat Undang-Undang Perpustakaan dan pembangunan

World Digital Library (WDL) yang dibahas dalam UNESCO Experts Meeting on the World Digital Library pada tanggal 1 Desember 2005 di mana secara tegas

perpustakaan digital untuk Indonesia maka Perpustakaan Nasional RI memutuskan untuk membuat sebuah rencana induk membangun jejaring perpustakaan dalam kegiatan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia (PDNI) yang didalamnya berisi KIN online di mana seluruh tahapannya termuat di dalam

Grand Design E-Library 2010 – 2014 Perpusnas. Rencana tersebut memiliki 3

tahapan :

1. Tahap 1 (satu) adalah menyediakan sarana dan prasarana bagi perpustakaan mitra di masing-masing ibukota propinsi. Berdasarkan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi tahun 2008 tahap satu tersebut dinyatakan dalam kegiatan Penyediaan Perangkat Keras dan Lunak E-Library. Dengan adanya sarana perangkat keras dan lunak serta prasarana yang seragam menggunakan standar pengolahan dan format metadata yang sama (IndoMARC), diharapkan akan menghasilkan pemahaman yang sama tentang pentingnya membangun jejaring perpustakaan.

2. Tahap 2 (dua) adalah menyiapkan hubungan antarperpustakaan daerah melalui saluran fisik yang termuat dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi tahun 2009 yang dinyatakan dalam kegiatan Penyediaan Jaringan VPN (Virtual Private

Network) dan internet Perpustakaan Mitra E-Library. Di satu sisi

Perpustakaan Nasional RI sebagai induk akan menyiapkan infrastruktur untuk menghimpun seluruh koleksi metadata yang terdapat di seluruh perpustakaan daerah.

3. Tahap 3 (tiga) adalah proses pemasukan data, baik metadata maupun full

text yang termuat dalam situs Pusaka Indonesia oleh Pustakawan di tiap

propinsi seiring bantuan tahap 1 dan 2. Perpustakaan Nasional RI juga melakukan evaluasi untuk menguji sampai sejauh mana efektifitas dan efisiensi dari pembangunan sistem yang telah berjalan melalui kegiatan pembinaan, supervisi, bimbingan teknis dan evaluasi setiap tahunnya dari 2008 dan direncanakan berakhir tahun 2014.

Setelah kegiatan berjalan sejak tahun 2008, kondisi perkembangan rencana induk pembangunan perpustakaan digital nasional indonesia terkait KIN cukup bervariasi (Isyanti 2011) :

1. Perpustakaan mitra yang belum memiliki sistem komputer (sistem informasi manajemen perpustakaan), umumnya berpartisipasi dalam pembangunan KIN online dengan berkontribusi mengirimkan data bibliografisnya. Permasalahan utama timbul karena masalah finansial, kurangnya perhatian pimpinan terkait, konflik internal dan lambatnya mengirimkan data bibliografis karena pengoperasiannya dibebankan kepada seseorang atau sekelompok unit kerja yang tidak ada kaitannya dengan KIN online.

2. Perpustakaan mitra yang telah memiliki sistem komputer (sistem informasi manajemen perpustakaan) buatan sendiri namun tidak mengikuti standar metadata IndoMARC yang dipakai oleh KIN online. Dalam kasus ini perpustakaan mitra ada yang segera beralih ke program yang diberikan oleh Perpustakaan Nasional RI yang telah berstandar MARC, ada yang tidak mau bergabung dengan alasan telah menanamkan investasi yang begitu besar dan menganggap standar IndoMARC cukup merepotkan serta ada pula yang tidak segera mengambil keputusan.

3. Perpustakaan mitra yang telah memiliki sistem komputer (sistem informasi manajemen perpustakaan) yang ada di pasaran namun tidak atau belum sepenuhnya mengikuti standar metadata IndoMARC yang dipakai oleh KIN online, sehingga kasus yang terjadi mirip dengan Perpustakaan mitra yang telah memiliki sistem komputer (Sistem Informasi manajemen perpustakaan) buatan sendiri.

Isyanti (2011) juga menegaskan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam membangun katalog induk diantaranya :

1. Katalog yang akan disumbangkan pada katalog induk harus memiliki standar nasional maupun internasional;

2. Setiap perpustakaan yang berpartisipasi harus memiliki komitmen untuk membuat katalog baru (original cataloging) untuk digunakan bersama dan

memanfaatkan cantuman katalog yang sudah dibuat sesuai kebutuhan dan bersifat segera;

3. Keinginan yang kuat untuk berbagi sumberdaya lokal dengan pihak lain dan sebaliknya

4. Anggaran yang memadai.

Melihat kondisi yang ada di beberapa perpustakaan, sebagian besar perpustakaan mitra mulai melihat manfaat yang dimiliki oleh KIN online. Seiring waktu kegiatan pemasukan data telah dilakukan oleh pustakawan dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah melalui komputer personal. Cantuman metadata diharapkan akan membentuk katalog induk daerah online. Gambar 2 merupakan contoh masukan cantuman dari pustakawan propinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 2 Tampilan hasil cantuman MARC pada KIN online.

Hasil pemasukan data katalog di masing-masing perpustakaan daerah akan menghasilkan KIN dalam bentuk KIN online /online union catalog (http://kin.pnri.go.id) yang mulai dipublikasikan pada tahun 2008. Namun seiring dengan bertambahnya koleksi yang masuk dan semakin mudahnya akses ke

perpustakaan mitra melalui virtual private network (VPN) untuk menghubungkan pangkalan data katalog pusat dan daerah, pemanfaatan dalam bentuk akses pada KIN online Perpustakaan Nasional RI masih memprihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan akses pengguna yang mengunjungi kin.pnri.go.id kurang dari 20 hit per harinya. (September 2011)

2.5 Orientasi Tingkat Keterpakaian Pengguna Dan Kepuasan Pengguna

Dokumen terkait