• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2. Katarak Senilis

2.2.1 Definisi dan epidemiologi katarak

Katarak merupakan kekeruhan pada lensa mata yang mengenai satu atau kedua mata dan dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, metabolik, traumatik dan proses degenerasi (Ilyas, 2001). World Health Organization (WHO) melaporkan kurang lebih 37 juta penduduk dunia mengalami kebutaan, dan 47,8% dari jumlah tersebut disebabkan oleh katarak (Tabin dkk., 2008; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a;). Berdasarkan survei nasional pada tahun 1993-1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari total jumlah penduduk dan merupakan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara. Dari hasil survei tersebut, katarak merupakan penyebab kebutaan yang terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 0,78% (Gsianturi, 2004).

Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan. Pasien katarak senilis diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus katarak (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena proses degenerasi dan biasanya mulai timbul pada usia di atas 50 tahun (Ilyas, 2001; Sihota dan Tandan, 2007).

2.2.2 Etiologi dan patofisiologi katarak senilis

Etiologi katarak bersifat multifaktorial dan sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya katarak antara lain umur, genetik, diabetes melitus, kekurangan gizi antara lain defisiensi vitamin A,C,E, pemakaian obat-obatan tertentu serta faktor lingkungan seperti paparan sinar ultraviolet dan merokok.

Faktor terpenting yang mempengaruhi terjadinya kekeruhan lensa pada katarak senilis adalah usia (Sihota dan Tandan, 2007). Namun secara spesifik sangat sulit menentukan faktor yang paling berperan dalam etiologi katarak (Beebe, 2003; Beebe dkk., 2010).

Kejernihan lensa dihasilkan dan dipertahankan oleh struktur sel serat lensa yang teratur, kadar protein kristalin yang tinggi, keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme aerob yang minimal dan sistem reduksi oksidasi untuk mengatasi stres oksidatif dalam lensa. Katarak dapat terjadi karena disorganisasi struktur seluler serat lensa dan protein lensa, serta terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi peningkatan volume air pada lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa (Sihota dan Tandan, 2007; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Proses terbentuknya katarak ditandai dengan terjadinya hidrasi akibat perubahan tekanan osmotik atau perubahan permeabilitas kapsul lensa serta denaturasi protein yang ditandai dengan peningkatan protein tidak larut air sehingga terjadi kekeruhan lensa (Sihota dan Tandan, 2007).

Salah satu teori tentang etiologi katarak senilis yang banyak berkembang belakangan ini adalah mekanisme stres oksidatif. Lensa mata sangat sensitif terhadap terjadinya stres oksidatif. Seiring bertambahnya usia dan adanya paparan yang terus-menerus oleh agen dari luar, akan menyebabkan gangguan mekanisme proteksi antioksidan lensa mata. Namun tidak dapat ditentukan secara pasti pada umur berapa mulai timbulnya katarak dalam hubungannya dengan stres oksidatif karena banyak faktor yang berpengaruh dan berbeda-beda pada masing-masing individu (Spector, 1995; Ates dkk., 2010; Cekic dkk., 2010). Hasil akumulasi dari

stres oksidatif menyebabkan gangguan fungsi metabolisme lensa, agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak larut air (water insoluble protein) sehingga menyebabkan gangguan transparansi lensa dan terjadi katarak (El-Ghaffar dkk. 2007; Cekic dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

2.2.3 Stadium dan gradasi katarak senilis

Katarak senilis secara klinis dapat dibagi menjadi empat stadium berdasarkan maturitasnya yaitu stadium insipien, imatur, matur dan hipermatur. Pada katarak senilis stadium insipien kekeruhan terjadi pada permulaan dan hanya tampak bila pupil dilebarkan. Kekeruhan tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indek refraksi yang tidak sama pada semua lensa. Pasien dengan katarak senilis stadium insipien biasanya tanpa keluhan dan sering ditemukan pada pemeriksaan rutin mata. Visus dengan koreksi masih bisa mencapai 6/6. Stadium selanjutnya adalah imatur. Pada katarak senilis stadium imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh bagian lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks karena meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif, mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan indek refraksi dimana mata akan cenderung menjadi lebih miopia dan juga mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga sudut bilik mata depan akan lebih sempit. Tes bayangan iris serta reflek fundus pada keadaan ini positif. Pada katarak senilis

stadium matur, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Hal ini terjadi karena proses degenerasi berjalan terus sehingga terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegritas melalui kapsul lensa. Dalam stadium ini, lensa akan berukuran normal kembali. Bila dilakukan tes bayangan iris dan reflek fundus akan terlihat hasil negatif. Stadium terakhir adalah stadium hipermatur, dimana terjadi proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa mengeriput dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, maka korteks memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai nukleus lensa tenggelam disebut katarak morgagnian. Lensa yang mengecil menyebabkan bilik mata depan menjadi dalam. Tes bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif (Ilyas, 2001; Sihota dan Tandan, 2007).

Tingkat kekeruhan lensa pada katarak senilis dapat dibagi menjadi lima gradasi berdasarkan klasifikasi Buratto. Gradasi 1 biasanya ditandai dengan visus yang masih lebih baik dari 6/12, lensa tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan, dan refleks fundus masih dengan mudah dapat dilihat. Gradasi 2 ditandai dengan nukleus yang mulai sedikit berwarna kekuningan, visus antara 6/12 sampai 6/30, dan refleks fundus juga masih mudah diperoleh. Katarak Gradasi 3 ditandai dengan nukleus berwarna kuning dan korteks yang berwarna keabu-abuan, visus antara 3/60 sampai 6/30. Gradasi 4 ditandai dengan nukleus yang sudah berwarna kuning kecoklatan, dengan usia pasien biasanya sudah lebih dari 65 tahun, dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60. Gradasi 5 ditandai dengan nukleus berwarna coklat hingga kehitaman, visus biasanya 1/60 atau lebih jelek (Sihota dan Tandan, 2007).

2.3 Stres Oksidatif