• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

6.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 58 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu dibagi menjadi 29 pasien katarak senilis imatur dan 29 pasien katarak senilis matur. Subjek penelitian kemudian dilakukan pengambilan darah vena untuk mengukur kadar MDA serum. Karakteristik subjek penelitian dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

Berdasarkan umur, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah kasus katarak senilis meningkat sesuai dengan peningkatan umur (Sihota dan Tandan, 2007; Beebe dkk., 2010). Di Amerika Serikat, prevalensi katarak senilis meningkat dari 5% pada usia 65 tahun menjadi 50% pada penduduk usia 70 tahun ke atas (Beebe dkk., 2010). Goyal dkk. (2010) menemukan rerata umur pasien katarak senilis adalah 66,6±7,83 tahun. Penelitian Deepa dkk. (2011) di India menemukan rerata umur pasien katarak senilis matur adalah 64,73±8,39 tahun sedangkan pada pasien katarak senilis imatur adalah 62,25±7,49 tahun. Penelitian ini didapatkan rerata umur yang lebih tinggi pada kelompok pasien katarak senilis matur yaitu 65,3±9,4 tahun sedangkan pada katarak senilis imatur adalah 63,3±8,0 tahun.

Umur merupakan faktor risiko terpenting untuk terjadinya katarak senilis. Katarak senilis umumnya mulai terjadi pada umur di atas 50 tahun dan terdapat kecenderungan peningkatan umur diikuti pula dengan peningkatan maturitas atau gradasi katarak senilis (Sihota dan Tandan, 2007; Kaur dkk., 2012). Lensa mata

mengalami perubahan sesuai dengan peningkatan umur, pada lensa akan terjadi mekanisme komplek yang menyebabkan perubahan formasi serat lensa dan lensa juga akan lebih rentan mengalami stres oksidatif sehingga kejernihan lensa menurun dan terjadi katarak senilis (Kisic dkk., 2009; Cekic dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Ates dkk. (2010) mendapatkan sebesar 61% pasien katarak senilis adalah laki-laki sedangkan sisanya sebesar 39% adalah perempuan. Penelitian Miric dkk. (2012) menemukan baik katarak senilis matur maupun katarak senilis imatur lebih banyak ditemukan pada laki-laki yaitu 60% dan 58%. Penelitian ini didapatkan pasien laki-laki dengan katarak senilis matur sebesar 58,6% dan perempuan sebesar 41,4% sedangkan pada katarak senilis imatur, 55,2% ditemukan pada laki-laki dan 44,8% pada perempuan. Penelitian-penelitian lain yang dilakukan di berbagai negara mendapatkan hasil yang berbeda-beda mengenai predileksi jenis kelamin pada pasien katarak senilis.

Katarak senilis matur maupun imatur pada penelitian ini didapatkan lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan karena laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan. Negara tropis dengan karakteristik intensitas paparan sinar matahari yang lebih tinggi, aktivitas di luar ruangan dihubungkan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang dialami. Semakin lama aktivitas di luar ruangan akan menyebabkan semakin besar paparan sinar ultraviolet yang didapat (Katoh dkk., 2001; Valero dkk., 2007). Suatu penelitian epidemiologi di Jepang menemukan jumlah pasien katarak senilis yang lebih tinggi pada pasien laki-laki yang bekerja di luar ruangan selama lebih

dari 5 jam perhari tanpa menggunakan alat pelindung (Nishikiori dan Yamamoto, 1987).

Penelitian Sabanayagam dkk. (2011) di Singapura dan Malaysia menemukan katarak senilis lebih banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan primer (sekolah dasar) atau lebih rendah yaitu sebesar 74,4%. Noran dkk. (2007) menemukan sebagian besar pasien katarak senilis memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebesar 63,5%. Penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien pada kelompok katarak senilis matur memiliki status pendidikan tidak bersekolah yaitu sebesar 51,7%, demikian juga pada katarak senilis imatur sebagian besar pasien memiliki status pendidikan tidak bersekolah yaitu sebesar 31,0%.

Beberapa peneliti menghubungkan tingkat pendidikan pasien katarak senilis dengan pemahaman pasien tentang penyakitnya, pengobatan yang dicari, higieni, gaya hidup, status sosial ekonomi, dan yang terpenting adalah status nutrisi (Leske dkk., 1997; Lindblad, 2008; Wu dkk. 2010). Rendahnya asupan nutrisi seperti vitamin C, E, A, riboflavin dan β karoten atau terjadinya defisiensi nutrisi pada periode kehidupan dapat memicu timbulnya katarak senilis yang lebih cepat dan juga dapat mempercepat progresivitas maturitas katarak senilis (Nirmalan dkk., 2004; Noran dkk., 2007; Lindblad, 2008). Selain itu, tingkat pendidikan juga dihubungkan dengan kecepatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih cepat mencari pelayanan kesehatan sehingga katarak senilis lebih banyak ditemukan pada stadium yang lebih awal, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan rendah

sebagian besar katarak senilis ditemukan sudah dalam stadium matur sehingga lebih berisiko untuk terjadi komplikasi baik sebelum maupun pada saat dilakukan tindakan pembedahan katarak (Tabin dkk., 2008; Kisic dkk., 2009).

Nirmalan dkk. (2004) di India menemukan sebesar 90% pasien dengan katarak senilis bekerja di bidang pertanian. Penelitian Leske dkk. (1997) menemukan sebesar 23% pasien katarak senilis bekerja di bidang pertanian. Ziaulhak (2007) di Kalimantan Timur menemukan kasus katarak senilis meningkat pada pasien dengan aktivitas di luar ruangan lebih dari 5 jam perhari dalam 10 tahun terakhir. Katoh dkk. (2001) menemukan individu yang melakukan aktivitas di luar ruangan lebih dari 5 jam perhari pada dekade 2-3 masa kehidupannya akan memiliki risiko terjadi katarak senilis 2,8 kali lebih besar dibandingkan yang tidak melakukan aktivitas di luar ruangan. Penelitian ini didapatkan sebagian besar pekerjaan pasien adalah petani yaitu sebesar 44,8% pada katarak senilis matur dan 37,9% pada katarak senilis imatur.

Beberapa peneliti menghubungkan pekerjaan dengan lamanya pasien melakukan aktivitas di luar ruangan yang selanjutnya dihubungkan dengan lamanya paparan sinar ultraviolet yang dialami (Valero dkk., 2007). Paparan sinar ultraviolet pada lensa akan mencetuskan reaksi oksidatif yang menghasilkan radikal bebas berlebihan. Radikal bebas yang tidak dapat dikompensasi oleh sistem antioksidan dalam lensa, baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan kerusakan komponen lensa sehingga kejernihan lensa menurun dan terjadi katarak (Cekic dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Usia juga dikatakan memiliki pengaruh pada sensitivitas lensa

terhadap paparan sinar ultraviolet. Paparan sinar ultraviolet yang reguler selama aktivitas pekerjaan akan dapat memicu terjadinya stres oksidatif yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit termasuk katarak senilis (Nirmalan dkk., 2004; Valero dkk., 2007).