• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3.4 Stres oksidatif pada katarak senilis

Tanpa disadari, didalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus menerus dan dengan meningkatnya usia, pembentukan radikal bebas juga semakin meningkat. Lensa mata sangat sensitif terhadap terjadinya stres oksidatif sebagai akibat rendahnya kandungan oksigen pada lensa. Pada sel epitel lensa dan sel serat lensa superfisial, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme aerob melalui siklus krebs. Metabolisme aerob pada lensa ini dapat menghasilkan radikal bebas endogen seperti superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH-). Terbentuknya radikal bebas yang berlebihan melebihi kemampuan sistem pertahanan antioksidan lensa akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif sehingga dapat mengganggu fungsi fisiologis lensa (Spector, 1995; Ates dkk., 2010; Cekic dkk., 2010).

Senyawa radikal bebas dalam tubuh termasuk dalam lensa, dapat merusak membran sel yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda. Reaksi radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh ganda pada membran sel terjadi melalui proses peroksidasi lipid. Asam lemak tidak jenuh ganda ditemukan didalam sel sebagai gliserilester dalam bentuk fosfolipid atau trigliserida. Membran sel lensa mengandung fosfolipid terutama dihidrospingomyelin dalam konsentrasi tinggi dan kolesterol (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b). Peroksidasi lipid merupakan salah satu faktor penyebab dan patogenik pada katarak. Babizhayev (1985) menyatakan peroksidasi lipid terjadi pada tahap awal dalam patogenesis katarak. Peroksidasi lipid dapat menyebabkan kerusakan membran sel lensa secara langsung dengan mengakibatkan peningkatan

permeabilitas membran atau menghambat pompa ion membran. Sedangkan secara tidak langsung atau sekunder menyebabkan kerusakan membran sel lensa melalui dekomposisi aldehid. Hidroksiperoksidasi lipid bersifat tidak stabil dan dapat di dekomposisi menjadi aldehid seperti malondialdehyide (MDA). MDA merupakan aldehid yang reaktif dan hasil produksi sekunder mayor dari peroksidasi lipid. Reaksi radikal bebas dengan lipid membran sel lensa dan protein akan menyebabkan cross-linking lipid dan protein, agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak larut air (water insoluble protein) sehingga menyebabkan kejernihan lensa menurun dan terjadi katarak (El-Ghaffar dkk. 2007; Cekic dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Beberapa peneliti juga menduga stres oksidatif berperan dalam perkembangan maturitas katarak senilis (Spector, 1995; Ates dkk.,2010).

Mekanisme perbaikan dan regenerasi sebagai akibat radikal bebas dikatakan aktif terjadi pada epitel lensa dan korteks superfisial, namun mekanisme tersebut hampir tidak ditemukan pada korteks lensa bagian dalam dan pada nukleus. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada protein lensa dan membran lipid bersifat ireversibel (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).

Lensa mata manusia yang normal dilengkapi perlindungan dan sistem antioksidan yang komplek untuk melawan stres oksidatif. Antioksidan tersebut antara lain superoksid dismutase, katalase, glutation peroxidase, asam askorbat, vitamin E dan karotenoid. Pada siklus reduksi oksidasi glutation, GSSG dikonversi menjadi glutation (GSH) oleh enzim glutation reduktase melalui

pyridine nucleotide NADPH yang disediakan oleh HMP shunt sebagai reducing pathways. GSH bertindak sebagai mayor scavenger dari senyawa oksigen reaktif

di lensa. Lensa mata manusia yang masih muda, mengandung GSH dalam konsentrasi tinggi, yang awalnya disintesis di epitel kemudian bermigrasi ke kortek dan nukleus. Semakin bertambah umur terjadi penurunan konsentrasi GSH secara signifikan pada lensa terutama di nukleus. Beberapa studi mengindikasikan bahwa terdapat barier kortikal nuklear pada lensa matur yang menghambat aliran GSH ke nukleus, sehingga disimpulkan dengan semakin bertambahnya umur maka nukleus lensa akan lebih mudah mengalami kerusakan akibat stres oksidatif dan terjadi katarak. Vitamin E dan C juga terdapat pada lensa sebagai antioksidan yang bersama GSH dan siklus reduksi oksidasi glutathione bekerja melindungi lensa dari stres oksidatif. Vitamin E dan karotenoid sebagai antioksidan dikatakan dapat menghambat proses autooksidasi peroksidasi lipid dengan cara yang berbeda. Jika peroksidasi lipid sudah terbentuk, antioksidan glutation peroksidase dapat mendegradasi atau mereduksinya dengan bantuan selenium sebagai kofaktor. Namun jika proteksi oleh glutation peroksidase tidak aktif, maka radikal bebas yang terbentuk akan lebih banyak. Mekanisme antioksidan pada lensa dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Ates dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).

Gambar 2.3 Mekanisme proteksi antioksidan pada lensa (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b)

Beberapa studi mendukung stres oksidatif berperan penting pada patogenesis dari katarak senilis. Penelitian El Saygili dkk. (2010) didapatkan kadar total oksidan yang lebih tinggi pada pasien katarak diabetik (11,34±5,27 µmolH2O2 Eq/l) dibandingkan pada katarak senilis (8,07±2,52 µmolH2O2 Eq/l). Cekic dkk. (2010) menemukan terjadinya peningkatan kadar MDA dalam darah pasien dengan katarak senilis (20,24±8,12 µmol/L) dibandingkan tanpa katarak senilis (8,73±2,53µmol/L). Penelitian El-Ghaffar dkk. (2007) didapatkan terjadinya peningkatan kadar MDA dalam darah pasien dengan katarak senilis tipe kortikal dan nuklear. Widowati dkk. (2004) menemukan kadar MDA pada pasien katarak komplikata yang mendapatkan tetes mata sodium diclofenac 0,1% sebelum operasi lebih rendah dibandingkan tanpa tetes mata sodium diclofenac 0,1%. Penelitian Lienderiwati (2013) menemukan kadar MDA serum pasien katarak senilis imatur dengan diabetes melitus lebih tinggi daripada tanpa diabetes melitus. Deepa dkk. (2011) di India, didapatkan terjadinya penurunan aktivitas

antioksidan pada pasien dengan katarak senilis. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa kadar MDA serum pasien katarak senilis stadium matur (6,830±0,451 µmol/L) lebih tinggi daripada katarak senilis stadium imatur (5,35±0,939 µmol/L). Penelitian Kisic dkk. (2009) di Serbia menemukan kadar MDA lensa pada pasien katarak senilis stadium matur lebih tinggi dibandingkan pada katarak insipien. Hal yang berbeda ditemukan pada penelitian Miric dkk. (2012) dimana tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar MDA serum pada pasien katarak senilis matur dan imatur. Di Bali sebelum pernah dilakukan penelitian mengenai kadar MDA pada populasi normal, sehingga belum terdapat data kadar MDA pada populasi normal serta data mengenai perbedaan kadar MDA pada pasien katarak senilis stadium matur dan imatur.

BAB III