• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teori

2. Kategori Industri Menurut Departemen Perindustrian

Departemen perindustrian menggolongkan kategori – kategori industri sebagai berikut (Thee Kian Wee, 1994 : 56) :

a. Industri Modern

Industri ini meliputi kriteria – kriteria sebagai berikut : 1) Menggunakan teknologi proses madya

2) Mempunyai skala produksi yang terbatas 3) Tergantung pada industri besar

4) Dilibatkan dalam sistem produksi besar dan menengah serta dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.

5) Menggunakan mesin khusus dan peralatan modal lainnya. b. Industri Tradisional

Industri ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut : 1) Menggunakan teknologi sederhana

2) Mesin dan perlengkapan modal yang digunakan sederhana 3) Lokasinya di pedesaan

4) Akses pasar masih terbatas madaya, atau bahkan sudah menggunakan teknologi proses produksi maju. Industri ini didirikan oleh keinginan untuk meningkatkan pendapatan dan

commit to user

memperluas kesempatan kerja juga menjadi faktor pendorong diadakannya industri ini.

c. Industri Kerajinan Kecil

Industri jenis ini meliputi berbagai ragam mulai dari industri yang menggunakan teknologi proses produksi yang sederhana, madaya, atau bahkan sudah menggunakan teknologi proses produksi maju. Industri ini didirikan oleh keinginan untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja juga menjadi faktor pendorong diadakannya industri ini.

3. Teori Pengembangan UMKM

a. Teori Klasik Perkembangan UMKM

Jenis UMKM yang digunakan sebagai acuan umumnya dalam kajian teoritis perkembangan teori UMKM adalah jenis usaha UMKM yang outputnya merupakan barang konsumsi dan/atau bahan baku pendukung industri. UMKM memiliki diferensiasi produk dibandingkan dengan industri besar. Oleh karena itu, secara alamiah UMKM mampu menciptakan ceruk pasar bagi mereka (Tambunan, 2006). Dalam teori klasik perkembangan UMKM lebih banyak disebabkan oleh adanya spillover dari sektor industri manufaktur. UMKM dalam teori ini terbentuk secara alamiah disebabkan oleh kemampuan kewirausahaan UMKM dalam melihat ceruk pasar baru baik barang konsumsi maupun barang pendukung serta sebagai industri manufaktur. Perkembangan teori UMKM berawal dari artikel

commit to user

Stanley dan Morse dalam Mulyaningsih (2009), studi yang dilakukan di negara maju dan berkembang ini berhasil mengidentifikasi tiga faktor dominan pembentuk UMKM antara lain yaitu: faktor lokasi, proses produksi dan pasar output. Perbedaan faktor-faktor tersebut mempengaruhi perbedaan kondisi setiap UMKM di setiap subsektor pada sektor-sektor tertentu. Sementara, Penandiker dalam Mulyaningsih (2009) menjelaskan bahwa dua faktor alamiah yang menyebabkan perbedaan skala bisnis adalah pasar dan teknologi.

Hoselitz dalam Mulyaningsih (2009) melihat kunci sukses kemampuan bertahan UMKM adalah karakteristik UMKM yang memiliki biaya produksi yang rendah. Sementara Parker dan Anderson dalam Mulyaningsih (2009) melihat tipologi perkembangan UMKM secara konsisten sejalan dengan perkembangan fase pembangunan ekonomi. Fase pertama merupakan tahapan dimana sebagian besar UMKM bergerak di sektor agraris serta industri rumah tangga. Lokasi perdesaan merupakan letak sebagain besar UMKM ini berkembang. Fase kedua, pada tahapan terjadi pergeseran skala usaha ke arah skala yang lebih besar. Pada umumnya UMKM pada fase ini merupakan UMKM penunjang industri besar. Steel dalam Mulyaningsih (2009) menyebutkan bahwa urbanisasi merupakan faktor kunci pergeseran UMKM dari fase pertama ke fase kedua. Fase terakhir merupakan fase UMKM meninggalkan kategorisasi UMKM menjadi industri besar yang memiliki struktur organisasi yang lebih

commit to user

mapan. Perkembangan usaha, manajemen, pemasaran serta alur distribusi usaha sudah terkoordinasi dengan baik. Dalam fase ini akses terhadap infrasruktur keuangan, sistem insentif, subsidi serta berbagai komitmen pemerintah merupakan faktor utama penggeraknya.

b. Teori Modern Perkembangan UMKM

Dalam teori ini isu yang mengemuka tentang perkembangan UMKM adalah perkembangan teori spesialisasi fleksibel. Perkembangan teori ini dilatarbelakangi respon terhadap kondisi perekonomian global. Piore dan Sobel dalam Mulyaningsih (2009) mengidentifikasi bahwa terdapat empat ciri utama spesialisasi fleksibel antara lain yaitu:

1)Spesialisasi fleksibel: UMKM dalam komunitas dapat beradaptasi pada teknik produksi tetapi tetap berspesialisasi pada satu jenis barang tertentu

2)Keterbatasan masuk pasar

3)Inovasi dengan tingkat kompetisi tinggi 4)Tingkat kerjasama yang baik antar UMKM

Faktor utama pengubah paradigma teori klasik ke teori modern adalah globalisasi. Globalisasi berimbas pada perubahan metode organisasi proses produksi, tenaga kerja dan pasar. Globalisasi menyebabkan pergeseran dari produksi masal (fordist) ke arah produksi khusus (Piore dan Sabel, 1984; Scott, 1988; Harvey, 1990).

commit to user

Dalam kondisi ini ceruk pasar yang dapat dimanfaatkan semakin besar. Bukti empiris di banyak negara UMKM memanfaatkan ceruk pasar ini sebagai outputnya (Tambunan, 2006). Di sisi lain kemampuan mengorganisasi dengan cara yang baru dalam memaksimalkan kondisi ini sejalan degan konsep kewirausahaan (Lembing dan Kuehl dalam Mulyaningsih (2009).

4. Arti Penting dan Keunggulan UMKM

UMKM merupakan sektor yang memiliki peranan penting di dalam perekonomian Indonesia. Kemampuannya untuk tetap bertahan di masa krisis ekonomi merupakan bukti bahwa sektor UMKM ini merupakan bagian dari sektor usaha yang cukup tangguh. Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UMKM (Berry dalam makalah simposium kebudayaan indonesia-malaysia ke-x, 2007 : 4-7). Alasan pertama adalah karena kinerja UMKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua,sebagai bagian dari dinamikanya, UMKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UMKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. Kuncoro (2002) juga menyebutkan bahwa UMKM di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga.

commit to user

Pentingnya usaha skala mikro, kecil dan menengah dalam suatu perekonomian harus dapat dilihat lebih jauh sebagai manifestasi dari pasar bebas di suatu negara (Llyod dalam makalah simposium kebudayaan indonesia-malaysia ke-x, 2007 : 4-7).

Menurut Moolman (1993), secara umum diketahui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai urutan yang sangat penting dalam suatu perekonomian dan hubungannya dengan karakteristik sosial, diantaranya : a. Usaha mikro, kecil dan menengah dapat dilihat sebagai generator dari

pembukaan kesempatan lapangan pekerjaan.

b. Usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai sifat yang unik dalam eksistensinya, yang mendorong penemuan dan inovasi dari para pelaku usahanya (entrepreneur).

c. Usaha mikro, kecil dan menengah mendukung secara dominan akan kebutuhan di masyarakat.

d. Usaha mikro, kecil dan menengah dapat membantu menciptakan kestabilan dan distribusi aktivitas ekonomi yang lebih merata serta kesempatan di dalam perekonomian

e. Usaha mikro, kecil dan menengah dapat dilihat sebagai pintu masuk menuju usaha/bisnis skala besar di dalam suatu perekonomian.

Menurut Hoselitz (1959), Sektor UMKM di negara berkembang merupakan sektor yang labor intensive sehingga sektor ini diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran di negara berkembang. Selain

commit to user

ekonomi, banyak sisi kebaikan yang dapat diambil dari UMKM khususnya dalam mendorong pembangunan di negara-negara berkembang. UMKM mempunyai ciri khusus yakni sifat mereka yang: memiliki keterampilan (skill) dan teknologi khusus, kontribusi dan kewirausahaan akan pembangunan, dan memiliki keterkaitan dengan berbagai industri (industrial linkages). UMKM memberikan prospek yang cerah di masa depan untuk menciptakan tenaga kerja dengan skala yang besar dan kesempatan mendapatkan pendapatan dengan biaya yang relatif rendah khususnya pada daerah desa atau pinggiran kota (rural) yang akan mendukung kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dan berkeseimbangan, yang merupakan syarat untuk memicu dan keluar dari kemiskinan dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya (Ahmed dalam makalah symposium kebudayaan Indonesia-Malaysia ke-x, 2007 : 4-7).

Penelitian Beck dalam makalah symposium kebudayaan Indonesia-Malaysia ke-x, 2007 : 4-7),menyimpulkan bahwa UMKM memiliki peranan di dalam menurunkan pengangguran, meningkatkan pendapatan pekerja, dan mengurangi kemiskinan. Walaupun demikian ternyata jika kemudian dianalisis lebih lanjut mengenai peranannya di dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, penelitiannya menyimpulkan bahwa peranan industri tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu menurutnya kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi terhadap seluruh sektor ekonomi dan perusahaan kemudian harus dikaji lagi dengan

commit to user

tepat. Menurut Hayashi dalam makalah symposium kebudayaan Indonesia-Malaysia ke-x, 2007 : 4-7), pembangunan UMKM dapat sejalan dan sejajar dengan proses industrialisasi perusahaan-perusahaan besar dan beberapa sektor ekonomi seharusnya diberikan kontribusi lebih di dalam meningkatkan pembangunan ekonomi karena karakteristik pertumbuhan dan kemampuan penyerapan tenaga untuk setiap sektor ekonomi berbeda-beda.

Menurut Irsan Azhari Saleh, (1986 : 5), UMKM mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam perekonomian.UMKM memberi manfaat sosial (social benefit) yang sangat berarti bagi perekonomian Indonesia. Manfaat pertama, UMKM dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif murah. Manfaat kedua, UMKM turut mengambil peranan dalam meningkatkan dan memobilisasi tabungan domestik. Ini dimungkinkan dengan kenyataan bahwa UMKM cenderung memiliki atau memperoleh modal dari si pengusaha sendiri, dan tabungan keluarga atau dari kerabatnya. Manfaat ketiga, UMKM mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri sedang dan besar, karena UMKM menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana yang bisa dihasilkan oleh industri sedang dan besar.

Alasan–alasan yang mendukung pentingnya perkembangan UMKM adalah : pertama, masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya, dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Kedua, relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya

commit to user

integrasi kegiatan pada sektor–sektor yang lain. Ketiga, peranannya dalam jangka panjang sebagai basis bagi terciptanya kemandirian pembangunan ekonomi, karena UMKM ini umumnya diusahakan oleh pengusaha dalam negeri dengan menggunakan kandungan impor (Import content) yang rendah (Irsan Azhary Saleh, 1986 : 125).

Tetapi ada beberapa alasan yang kuat yang mendasari resistensi dari keberadaan industri dan UMKM dalam perekonomian Indonesia. Alasan – alasan itu antara lain sebagai berikut :

a. Sebagian lokasi industri dan UMKM berlokasi di daerah pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah pertanian yang relatif sempit atau berkurang maka industri adalah merupakan jalan keluar yang terbaik. b. Beberapa kegiatan UMKM banyak menggunakan bahan baku dari

sumber – sumber terdekat. Disamping itu tingkat upah yang murah telah menyebabkan biaya ditekan rendah.

c. Harga jual yang relatif murah atau rendah serta tingkat pendapatan kelompok bawah yang rendah sesungguhnya merupakan suatu kondisi menjawab tersendiri yang memberikan peluang bagi industri dan kerajinan rumah tangga untuk tetap bertahan.

d. Tetap adanya permintaan terhadap beberapa jenis komoditi yang telah diproduksi secara maksimal, yang merupakan salah satu aspek pendukung yang kuat (Irsan Azhary, Saleh, 1986 : 11). Selain hal yang

commit to user

telah disebutkan di atas, industri juga mempunyai keunggulan khusus antara lain :

1) Hubungan yang lebih pribadi dengan langganan, pensuplai dan karyawan

2) Hubungan interpersonal yang lebih erat 3) Lebih efisien dalam berbagai hal

4) Sumber inovasi, termasuk fleksibilitas dalam berbagai tindakan 5) Faktor pengontrol bagi perusahaan besar yang cenderung

mengembangkan monopoli

6) Kehidupan bermasyarakat yang lebih luas 7) Produksi atau pengembangan pemimpin

5. Permasalahan UMKM di Indonesia

Dalam proses perkembangannya, UMKM kadang mengalami permasalahan yang bisa menghambat kegiatan usahanya seperti nilai penurunan persentasi atau jumlah dari UMKM yang terus menerus turun drastis dari tahun ke tahun. Sektor UMKM memiliki kelemahan akan faktor-faktor eksternal seperti: iklim ekonomi, politik dan legislatif, tingginya biaya perawatan, praktek diskriminasi yang sering dilakukan terhadap industri. Masalah lain yang dihadapi adalah fungsi internal yang belum memadai seperti,kemampuan manajemen, pendanaan/pembiayaan, pemasaran, dan SDM.

Masalah UMKM yang sering muncul menurut Nurimansyah Hasibuan (1992 : 2) antara lain:

commit to user a. Mutu produk yang rendah dan tidak standar b. Teknologi produksi yang tradisional

c. Kekurangan modal usaha d. Pasar yang terbatas

e. Motivasi produksi terbatas pada tingkat subsistem f. Keterampilan yang kurang

g. Cara kerja yang masih terkena kultur agraris

Permasalahan pokok yang sering muncul dan dialami oleh UMKM adalah sebagai berikut :

a. Iklim diskriminatif yang bersumber dari sikap dan tindakan pemerintah. Terciptanya iklim diskriminatif ini pada pokoknya disebabkan oleh berbagai praktek dan peraturan yang dilakukan oleh pemerintah, terutama yang langsung menyangkut UMKM. Hal ini yang relatif menonjol adalah upaya mengaitkan nilai insentif fiskal itu dengan investasi, sehingga pada gilirannya membawa akibat bahwa hanyalah usaha – usaha yang berskala besar (dari segi investasi) saja yang dapat memetik manfaat lebih besar dan juga berbagai alasan berupa kemudahan administrasi, efisiensi dalam pelaksanaan pembeliannya pemerintah itu dilakukan melalui tender yang selektif dan dalam skala yang relatif besar, sehingga UMKM tidak mempunyai cukup peluang untuk turut serta didalamnya.

b. Relatif terbatasnya akses untuk memperoleh kredit dari bank komersial. Untuk keterbatasan akses bagi UMKM untuk memperoleh

commit to user

kredit pada dasarnya dapat diletakkan sebagai iklim diskriminatif yang bersumber pada sektor swasta karena langkanya kredit institusional yang berasal dari lembaga keuangan resmi bagi pengusaha kecil, sehingga mayoritas pengusaha kecil yang bersangkutan cenderung menggantungkan pembiayaan perusahaan pada modal sendiri, ataupun sumber – sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara bahkan rentenir. Padahal pembiayaan yang bersifat noninstitusional biasanya relatif lebih mahal daripada pembiayaan yang bersumber dari kredit institusional. Ada dua alasan kuat yang melatarbelakangi timbulnya keengganan lembaga kepentingan untuk memberikan pinjaman atau kredit kepada pengusaha kecil, yaitu : pertama kurang menguntungkan karena disamping biaya pemberian pinjaman yang relatif tinggi juga dibayangi resiko yang relatif besar, kedua, karena lembaga keuangan sangat sulit memperoleh informasi yang cukup memadai dari industri dan perusahaan kecil sebagai pemohon kredit. c. Berapa premis yang secara asasi merupakan kendala tersendiri bagi

perkembangan UMKM. Masalah premis UMKM adalah persoalan permanen yang telah menjadi bagian yang melekat dari eksistensi UMKM itu sendiri. Masalah yang cukup menonjol adalah bahan mentah, kesulitan pemasaran hasil produksi serta masalah lokasi dan fasilitas produksi. Permasalahan yang lebih jauh adalah kesulitan pengembangan usaha, tingkat efisiensi yang relatif rendah dan

commit to user

semakin menurun serta ketidakmampuan mengakomodasi selera konsumen (Irsan Azhary Saleh, 1986 : 5-9).

Sedangkan menurut Irsan Azhary Saleh, kelemahan UMKM adalah : a. Kurangnya kemampuan dalam megelola akibat kurangnya latihan

pengembangan

b. Lemahnya daya finansial c. Posisi bersaing yang kuat

d. Kurang koordinasinya produksi dengan penjualan e. Sistem pencatatan kurang sempurna

f. Teknik pemasaran yang kurang efektif

g. Meningkatkan kompleksitas operasi (Irsan Azhary Saleh, 1986 : 13). Secara lebih spesifik dari hasil rangkuman laporan penelitian yang pernah dilakukan oleh Advisory Group In Economics Industry and Trade

dalam Mandala Harefa (2008: 4) masalah dasar yang dihadapi UMKM adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap UMKM.

commit to user

Menurut PERMAC (2002), Secara umum UMKM mempunyai kebutuhan yang hampir sama yaitu: bantuan dan solusi akan masalah internal yang dihadapi, bantuan peningkatan produktifitas dan persaingan usaha, akses yang mudah kepada penggunaan teknologi yang efektif dan efisien, akses yang mudah kepada penggunaan manajemen bisnis yang lebih baik, akses yang mudah kepada pemasaran dan penggunaan teknik pemasaran yang lebih baik, peningkatan mutu SDM peningkatan sumber-sumber daya dan input

Kementerian Koperasi dan Industri di dalam mengembangkan UMKM harus berdasarkan kepada sembilan prinsip di bawah ini:

1. Pendekatan joint venture antara skala besar dengan usahan skala kecil 2. Tingkat efisiensi dari usaha skala kecil harus berdasarkan kepada

pemenuhan standar sosial dan keuangan

3. Sisi permintaan dan penawaran dari usaha kecil harus dibangun 4. Praktek-prekatek ilegal (black economy) harus dihapuskan

5. Program pemerintah harus diprioritaskan dan disesuaikan dengan pendanaan masyarakat (public funding)

6. Program pemerintah harus diprioritaskan dan ditargetkan berdasarkan aplikasi dari dana publik

7. Institusi-institusi yang memberikan dukungan terhadap usaha kecil harus direkstukturisasi untuk mendapatkan dukungan dan kepercayaan, sehingga dapat diimplementasikan

commit to user

8. Departemen perindustrian dan perdagangan harus dapat menjadi penghubung dan dasar dari semua strategi nasional

9. Perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi bisnis, dan bantuan/donor luar negeri, memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan dari aktifitas kehidupan industri secara berkesinambungan.

Ahmed (2001) menyimpulkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja berbeda-beda untuk setiap sektor usaha. Sektor-sektor yang memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja yang tinggi, pengembangan kemampuan kewirausahaan, dan memiliki keterkaitan dengan bisnis lainnya harus menjadi “sektor prioritas” dan setiap kebijakan pemerintah yang proaktif harus ditujukan kepada sektor-sektor tersebut. Kebijakan ini sangat penting karena hanya sektor prioritas tersebut terutama dalam jangka pendek mampu berperan dalam mengurangi pengangguran.

6. Pembangunan dan Pengembangan UMKM di Indonesia

Untuk lebih membangun dan mengembangkan keberadaan UMKM yang ada, maka perlu adanya pembinaan yang lebih intensif dari instansi atau lembaga yang terkait khususnya Departemen Perindustrian yang bersifat program bantuan teknis, antara lain :

a. Pembinaan Manajemen

b. Pembinaan peningkatan Teknologi Produksi

c. Pemasyarakatan standarisasi sistem manajemen yang mengacu ISO d. Pembinaan kewiraswastaan

commit to user

Dengan demikian pentingnya UMKM dalam perekonomian, keberadaan UMKM semakin mendominasi dunia usaha. Sehingga perlu adanya peningkatan keberadaan jiwa, semangat, dan sikap mental wiraswasta pada pengusaha kecil. Adapun tujuan diadakannya pembinaan ini adalah :

a. Membentuk pola pikir wiraswasta yang sukses b. Menumbuhkan keinginan kerjasama antar wiraswasta c. Untuk lebih mengenal kemampuan sumber daya pengusaha

Pengembangan UMKM menurut Jannes Situmorang (2008 : 13 – 14) a. Peningkatan Kualitas SDM

Upaya ini dapat dilakukan sendiri oleh UMKM antara lain adalah dengan belajar sendiri-sendiri (otodidak) atau ikut magang pada usaha sejenis yang telah ada sebelumnya.

b.Perijinan Usaha UMKM

Satu-satunya solusi yang dapat disarankan adalah dengan membangun kelompok atau koperasi, karena UMKM tidak dapat melakukan upaya apapun selain biaya (yang relatif tinggi) untuk mengatasi masalah perijinan ini.

c. Pengembangan Pasar UMKM

Untuk mengembangkan pasar kegiatan yang dapat dilakukan oleh UMKM secara mandiri (tanpa bantuan stakeholder) adalah kegiatan promosi dan pembentukan jaringan usaha. Kegiatan ini

commit to user

ternyata cukup efektif dalam mendukung perkembangan pemasaran produk.

Dengan adanya strategi pemberdayaan UMKM, diharapkan UMKM dapat tetap eksis dalam menjalankan usaha baik pada saat krisis maupun tidak pada saat krisis. Studi monitoring dampak krisis terhadap UMKM antara lain dilakukan oleh Akatiga bekerja sama dengan Asia Foundation dalam Susilo (2004), hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pada awal krisis UMKM juga sangat terpukul oleh krisis ekonomi yang terjadi, namun jika dibandingkan dengan usaha formal, UMKM lebih dahulu memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Selain itu, dampak krisis terhadap usaha kecil juga beragam. Faktor penentu kinerja atau ketahanan UMKM di masa krisis adalah kombinasi dari dua unsur, yaitu (Sri Susilo, 2004): (1) faktor permintaan pasar, dan (2) kenaikan harga input dan kelangkaan barang input. Dari sisi faktor permintaan kinerja usaha akan bertahan atau membaik jika pangsa pasarnya tidak terpengaruh krisis atau bahkan meningkat karena krisis. Kinerja usaha dapat bertahan atau membaik juga dapat disebabkan oleh harga input yang digunakan terpengaruh oleh krisis ekonomi atau tidak.

7. Pengertian Pendapatan dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya