• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAYANGAN “PENYEJUK IMANI KATOLIK” SEBAGAI BAHAN KETEKESE AUDIOVISUAL

B. Katekese Audiovisual

1. Pengertian Katekese secara Umum

Katekese pada umumnya dipahami sebagai suatu kegiatan pengajaran iman. Katekese berasal dari kata Catechein (kata kerja) dan Catechesis (kata benda) yang berarti pengajaran atau pendidikan iman. Directorium Catechisticum Generale (DCG) yaitu suatu dokumen Gereja hasil dari keputusan Kongregasi Suci Para Klerus, tanggal 11 April 1971, mengungkapkan pengertian katekese sebagai satu bentuk pelayanan sabda yang bertujuan membuat iman umat semakin hidup, mendasar, dan semakin

aktif melalui pengajaran (DCG, art. 17). Gereja juga menegaskan bahwa pelaksanaan katekese mampu menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DCG, art. 21).

Hal lain juga diungkapkan oleh Sumarno Ds, (2004: 61) katekese merupakan tempat untuk mengungkapkan imannya pada Tuhan dengan sesama orang beriman. Di sini komunikasi iman terjadi sebagai salah satu usaha umat untuk saling meneguhkan, mengembangkan dan mengarahkan iman. Dari sini dapat disimpukan bahwa katekese adalah salah satu bentuk komunikasi iman. Komunikasi iman yang dimaksud adalah orang saling mengungkapkan pengalaman imannya atau terjadinya komunikasi dua arah. Katekese juga sering diartikan banyak orang Kristiani sebagai suatu pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman yang secara khusus mencakup penyampaian ajaran Kristen yang sistematis dengan tujuan menghantar umat untuk memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).

2. Dasar Katekese dalam Kitab Suci

Menurut pandangan teologis, bahan katekese bersumber dari Alkitab, Liturgi, Tradisi dan Kesaksian iman orang-orang kristiani. Namun berbeda halnya menurut pandangan antropologis yang mengatakan bahwa bahan katekese berpangkal dari pengalamaan hidup manusia seutuhnya dan kebudayaan. Oleh sebab itu katekese merupakan suatu proses pendidikan iman yang bertolak dari tradisi/ajaran kristiani maupun pengalaman hidup umat seutuhnya dan pada akhirnya pengalaman itu akan dihayati secara lebih

mendalam Gereja berusaha mewujudkan kesetiaannya kepada Allah dan kepada manusia serta menimba kebenaran-kebenaran ajaran Allah lewat sabda-sabdanya yakni melalui pelaksanaan katekese (DV, art. 24). Dasar-dasar katekese yang ada di dalam Kitab Suci antara lain:

a. Lukas (Luk 1:4)

Diungkapkan bahwa ”Supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”.

b. Kisah Para Rasul (Kis 18:25)

Perikop ini menjelaskan bahwa pada jaman dahulu sudah ada pengajaran dalam jalan Tuhan dan pengenalan tentang Yesus Kristus. Gereja dipanggil untuk melanjutkan tugas Yesus sebagai Sang Guru, dan diutus menjadi pengajar iman dengan dijiwai oleh Roh Kudus.

c. Matius (Mat 28:19-20)

Dalam perikop ini diceritakan bahwa Yesus mengutus para rasul untuk pergi dan menjadikan semua bangsa menjadi muridNya. Yesus meminta para rasul untuk membaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan mengajarkan seluruh bangsa segala sesuatu yang telah Ia perintahkan kepada mereka. Pada jaman dahulu tugas para rasul adalah memberikan pewartaan awal kepada orang yang belum mengenal Tuhan, pengajaran kepada para katekumen, dan pengajaran kepada orang yang telah menjadi anggota Gereja

agar iman mereka lebih mendalam. Dalam injil ini terlihat jelas bahwa pada jaman dahulu Yesus telah mewartakan sabdanya melalui katekese.

d. Kisah Para Rasul (Kis 21:21)

Dalam perikop ayat ini mengungkapkan bahwa ”Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita”.

e. Roma (Rm 2:18)

Diungkapkan bahwa ”Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh”.

f. Kisah Para Rasul (Kis 14:19)

Dari perikop Kitab Suci ini diungkapkan bahwa ”Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh”. Dari kelima perikop Kitab Suci di atas ini terlihat bahwa katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar iman kristiani semakin dewasa dan mendalam. Oleh karena itu katekese memiliki peranan penting dalam perkembangan iman umat dan Gereja.

3. Bahasa, Bahan dan Isi Katekese

Salah satu hal yang terpenting dalam pelaksananaan katekese adalah penggunaan bahasa, pemilihan bahan, dan isi ketekese. Ketiga unsur ini merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam sebuah proses katekese. Berikut ini hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahasa, pemilihan bahan serta isi dalam berkatekese:

a. Bahasa dalam Pelaksanaan Katekese

Bahasa yang digunakan dalam katekese adalah bahasa yang disesuaikan dengan usia, latar belakang sosial dan kebudayaan setempat peserta katekese. (DV, art. 8). Hal ini bertujuan supaya para peserta/umat mampu menangkap dan memahami apa yang disampaikan dari proses katekese yang dilaksanakan.

b. Bahan dan Isi Katekese

Katekese merupakan kegiatan pewataan Kabar Gembira Keselamatan Allah dalam Yesus Kristus dan bertujuan untuk memperdalam dan mengembangkan iman umat. Menurut Sumarno (2004: 50-53) isi dan tema yang diberikan harus selalu sesuai dengan kebutuhan dan situasi umat. Segala permasalahan dan kebutuhan dari umat yang mendesak harus menjadi perhatian bagi katekese. Isi katekese dapat bersumber dari Tradisi, Kitab Suci, refleksi iman dari para teolog dan bacaan-bacaan hari Minggu. Pendapat lain tentang isi katekese juga dikemukakan oleh Suroso (2010: 2) yang mengatakan bahwa secara garis besar isi dan bahan katekese meliputi:

1) Sejarah Keselamatan dalam Perjanjian Lama

Seluruh sejarah manusia dalam Perjanjian Lama menjadi sejarah keselamatan, sebab pengalaman hidup manusia diyakini bahwa Allah ikut berperan mengatur perjalanan hidup manusia. Oleh sebab itu seluruh perencanaan maupun pelaksanaan sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama merupakan bahan dan isi katekese. Secara garis besar bahan dan isinya meliputi: penciptaan, dosa, panggilan Abraham, panggilan Musa dan Israel, dsb.

2) Sejarah Keselamatan Perjanjian Baru

Dalam Sejarah Keselamatan Perjanjian Baru diceritakan bahwa berlangsung secara terus menerus dengan Kristus sebagai poros, kunci, sekaligus tonggak batasnya. Atas iman akan pribadi Yesus Kristus itulah maka umat dan Gereja menata serta mengembangkan hidupnya terus menerus. Sebagai bahan dan isi katekese dalam sejarah Keselamatan Perjanjian Baru secara garis besar meliputi: Yesus Kristus, Gereja (Umat) Perdana, Gereja Kristus, dsb.

3) Ajaran Pokok Pewartaan Kristiani

Ajaran pokok pewartaan kristiani juga merupakan bahan dan isi dari katekese. Hal ini disebabkan karena ada banyak ajaran pokok pewartaan kristiani antara lain: Allah Tritunggal Maha Kudus, Pengetahuan tentang Allah dan Cinta KasihNya, Yesus Kristus Juru Selamat, Manusia Baru, Gereja, dsb.

4) Sakramen-sakramen

Sakramen adalah suatu tanda dan sarana keselamatan yang berasal dari Allah bagi manusia melalui Gereja. Sakramen menjadi tanda dan sarana dimana manusia berada dalam hubungan secara khusus dengan Allah. Dengan menerima sakramen berarti manusia itu memperoleh kebahagiaan, keselamatan dan dapat bersatu dengan Allah. Adapun sakramen-sakramen yang menjadi isi dan bahan katekese adalah sakramen baptis, sakramen krisma, sakramen ekaristi, sakramen tobat, sakramen pengurapan orang sakit, sakramen imamat, dan sakramen perkawinan.

5) Pengalaman manusia yang dihayati sebagai karya penyelamatan Allah. Roh dan cinta kasih Allah selalu berkarya dalam semua ciptaan, dan mengundang manusia pada setiap saat dan setiap tempat untuk diselamatkan. Allah selalu hadir dan membimbing manusia dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar itulah, pengalaman manusia dalam seluruh hidupnya merupakan isi dan bahan katekese.

4. Pengertian Katekese Audiovisual

Katekese audiovisual berasal dari dua kata yakni “katekese” dan “audio visual”. Katekese adalah suatu bentuk komunikasi pengalaman iman umat dan audio visual getaran pribadi seseorang yang merupakan perpanjangan elektronik seluruh pengalaman seseorang. Jadi katekese audiovisual dapat diartikan sebagai suatu bentuk komunikasi iman umat yang berupa

penyampaian pengalaman pribadi sebagai seorang kristiani dan pengalaman iman akan Yesus Kristus (Adisusanto, 1977: 8).

Menurut Adisusanto (1977: 9-11), ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila kita akan menggunakan audiovisual sebagai sarana pewartaan, yakni dalam penyampaian pesan iman berupa ajaran-ajaran kristiani jangan dianggap sebagai suatu ceramah/penyampaian doktrin, tetapi sebagai suatu pertemuan rohani. Iman harus dikomunikasikan melalui perasaan dan getaran pribadi bukan hanya melalui kalimat-kalimat yang seragam, selain itu juga dituntut adanya komunikasi iman timbal balik antara katekis dan anggota kelompok/peserta katekese. Kita harus mampu membuka topeng/membuka diri kita sendiri: bagaimana kita mampu menghayati iman dalam hati.

Katekis sebagai seorang fasilitator hendaknya juga memperhatikan bahan/materi yang akan diberikan dalam proses pelaksanaan katekese. Bahan yang dapat digunakan dalam katekese audiovisual adalah bahan yang sesuai dengan keadaan yang dialami oleh umat yaitu yang dapat menyampaikan pengalaman seseorang dalam hubungannya dengan Allah. Perlu diperhatikan juga bahwa pemilihan bahan/materi harus relevan atau bersifat up to date sesuai dengan keadaan peserta saat ini dan perkembangan jaman. Tentunya materi/bahan juga dapat membantu para peserta agar dapat lebih mudah menyampaikan apa yang dialami mereka dalam hubungannya dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Agar proses katekese audiovisual ini dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan katekis harus terampil dalam memanfaatkan sarana-sarana audiovisual yang mendukung, seperti slide,

gambar, kaset, musik yang sesuai, film, tayangan televisi, video, dsb. Apabila sarana-sarana katekese tersebut tidak dapat difungsikan dengan baik maka proses katekese akan menjadi terganggu.

Dalam pelaksanaan katekese audiovisual hendaknya katekis juga harus memperhatikan tempat yang akan digunakan dalam katekese. Tempat mempunyai peran yang sangat penting dalam proses kegiatan. Tempat yang baik harus didukung dengan kapasitas peserta yang mengikuti kegiatan. Tempat yang dapat dijadikan sebagai tempat berlangsungnya pertemuan katekese adalah keluarga, lingkungan, kring, stasi, maupun sekolah.

5. Dasar Biblis Katekese Audiovisual

Dasar biblis dari katekese audiovisual adalah ”Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya Yesus Kristus” (1 Yoh 1:3). Dari sini terlihat bahwa dasar katekese audiovisual sangat berkaitan dan sangat berhubungan dengan tujuan katekese audiovisual sendiri dimana katekese audiovisual bertujuan untuk memperoleh persaudaraan dengan kelompok yang percaya akan Kristus (Adisusanto, 1977: 8).

6. Tujuan Katekese Audiovisual

Gereja merupakan suatu persekutuan atau komunitas umat beriman. Dalam membentuk suatu persekutuan itu, umat mempunyai peranan yang

sangat besar. Masing-masing umat pasti mempunyai pengalaman-pengalaman yang unik tentang pribadi Yesus Kristus. Pengalaman iman akan pribadi Yesus kristus dapat diperoleh dari sekitar kita, misalnya pengalaman dari keluarga, tempat kita beraktifitas, serta lewat perjumpaan dari sesama. Dari berbagai macam pengalaman umat ini bagaimana menghubungkannya dengan ajaran Gereja. Salah satu bentuk, usaha, cara untuk menyatukan berbagai macam pengalaman dengan ajaran yang ada adalah dengan mengadakan katekese. Salah satu bentuk katekese itu adalah katekese audiovisual. Katekese audiovisual bertujuan untuk membangun persekutuan antar umat beriman, menjalin persekutuan kristiani dengan cara mengkomunikasikan pengalaman tentang pribadi Yesus Kristus dan tentunya yang tidak bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik (Adisusanto, 1977: 8).

7. Kelebihan dari Katekese Audiovisual

Terkadang dalam proses katekese secara umum, kenyataan yang terjadi dalam suatu proses katekese adalah partisipasi peserta/umat sangatlah kurang dan sangat pasif. Orang merasa enggan dan malu untuk mengungkapkan atau mensharingkan iman, pengalaman hidup, niatnya untuk melakukan suatu perubahan. Kelebihan dari katekese audiovisual adalah dengan media audiovisual pewartaan itu lebih menimbulkan iman dari pada menjelaskan, media yang ada mengajak kelompok untuk berbicara, menyapa setiap hati, memanggil kita untuk bertobat secara terus menerus serta mendorong untuk bertindak (Adisusanto, 1977: 8).

8. Kekhasan Katekese Audiovisual.

Kekhasan katekese audiovisual bukan hanya gagasan yang diungkapkan dalam gambar dan musik, tetapi kekhasannya juga terletak pada penyampaian pengalaman pribadi seorang kristiani. Seorang kristiani pasti mempunyai suatu pengalaman yang unik tentang Yesus Kristus. Bagaimana pengalaman yang unik akan pribadi Yesus Kristus itu disatukan dengan ajaran Gereja. Kesatuan dengan ajaran Gereja bukan hanya terletak pada ungkapan-ungkapan, kata-kata, gerak-gerik tetapi pada kenyataan/fakta komunio yang ada antara kita dan doa bersama dalam kalangan kita (Adisusanto, 1977: 8).

9. Katekese Audiovisual menurut Pandangan Gereja Katolik

Gereja adalah suatu persekutuan, komunitas umat beriman yang mengimani pribadi Yesus Kristus. Peranan Gereja adalah mengembangkan iman umat serta serta pelayanan yang melihat situasi umat dan dunia. Dalam perkembangannya, Gereja memiliki empat fungsi karya pastoral Gereja itu adalah: Koinonia, Diakonia, Leitorgia, dan Kerygma (Suroso, 2010: 3-4).

Salah satu fungsi itu adalah kerygma yakni tugas pewartaan Injil (Kabar Gembira) keselamatan bagi umat manusia. Gereja menjalankan fungsi mewartakan injil ini, salah satunya melalui pelaksanaan katekese audiovisual yang merupakan komunikasi iman umat dengan menggunakan media komunikasi audiovisual ini. Pada hakikatnya katekese audiovisual ini merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi kerygma tersebut. Bapa Suci Paus Paulus VI menjelaskan peranan katekese yakni

sebagai salah satu bentuk pelayanan Sabda yang dilakukan oleh Gereja dengan tujuan untuk memperdalam iman umat baik perorangan maupun kelompok akan Yesus Kristus, serta menginisiasikan atau mengantar umat ke dalam kehidupan Gereja.

10.Model-model yang digunakan dalam Katekese Audiovisual

Banyak cara/model-model yang dapat dilakukan saat kita melakukan katekese/pendalaman iman. Salah satu model katekese yang dapat digunakan adalah model katekese audiovisual. Model katekese audiovisual sangat mendukung dan mempermudah, membantu katekis dalam memimpin atau menjadi fasilitator dalam katekese. Dengan model-model katekese audiovisual proses katekese menjadi lebih bervariasi dan tidak monoton, menghidupkan suasana katekese/pendalaman iman. Selain itu model-model katekese audio visual juga mampu membantu para peserta semakin menghayati dan membangkitkan imannya akan Yesus Kristus. Beberapa bentuk model/cara yang sering digunakan dalam katekese audiovisual, antara lain:

a. Naratif Eksperiensial

Dari asal katanya Naratif Eksperiensial berasal dari dua kata yakni naratif yang berasal dari kata sifat berarti cerita dan eksperiensial yang berarti pengalaman hidup (Hofmann, 1994: 1). Jadi naratif eksperiensial adalah salah satu metode katekese audiovisual yang menggunakan cerita sebagai sebuah cermin untuk melihat dan memahami kenyataan hidup yang dialami oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam metode naratif eksperiensial ini

biasanya pemimpin/katekis sebagai fasilitator memanfaatkan cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai religius, sosial, budaya, keluarga, dll. Tentunya cerita yang digunakan dalam proses katekese audiovisual ini merupakan cerita yang utuh. Cerita yang digunakan dalam pola naratif eksperensial adalah cerita kanonis, cerita rakyat, cerita pengalaman. Cerita kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi Gereja, misalnya: cerita Kitab Suci. Cerita rakyat adalah cerita yang merupakan bagian dari warisan budaya yang diturunkan dari nenek moyang. Salah satu alasan mengapa kita perlu belajar dan memasukkan cerita rakyat dalam katekese adalah yang pertama kerena Yesus sendiri sangat senang menggunakan cerita rakyat dalam pewartaannya mengenai kerajaan Allah. Cerita rakyat yang digunakan Yesus berasal dari buku-buku Perjanjian Lama, dan juga berasal dari nenek moyangNya yang diturunkan lewat lisan (Hofmann, 1994: 17).

Sedangkan cerita pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan, dan sesuatu yang sungguh-sungguh benar dialami. Tujuan mengapa cerita kehidupan dibutuhkan dalam katekese adalah supaya para peserta katekese semakin mampu untuk menceritakan cerita mereka sendiri, baik menceritakan diri mereka, keluarga mereka, maupun masyarakat dengan membandingkannya dengan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann, 1994: 21).

b. Group Media

Group Media berasal dari dua kata yakni group yang berarti suatu kelompok, rombongan atau regu (Badudu, 1996: 112) dan media yang berarti

suatu alat yang berguna untuk berkomunikasi, alat perantara/penghubung (Badudu, 1996: 189). Group media adalah suatu model dalam katekese audiovisual yang dapat membantu suatu kelompok baik dalam jumlah kecil maupun besar untuk dapat saling bertukar pikiran maupun pengalaman baik itu pengalaman hidup sehari-hari maupun pengalaman perjumpaan dengan Allah. Adapun tujuan dari model group media ini adalah membantu para peserta untuk saling memperkaya dan melengkapi antar anggota kelompok. Menurut Olivera (1989: 16) dalam buku yang ia tulis dengan judul Group Media, ada beberapa unsur yang harus diperhatikan apabila kita akan menggunakan model ini dalam katekese audiovisual. Unsur-unsur tersebut antara lain:

1) Kelompok orang

Idealnya jumlah anggota kelompok adalah maksimal terdiri dari 12-15 orang. Jumlah ini dilihat sangat ideal jika dibandingkan dengan jumlah anggota kelompok yang lebih banyak. Jumlah anggota yang banyak akan menghabiskan waktu yang lama dalam berdiskusi/sharing pengalaman. Di dalam kelompok semua orang yang terlibat diharapkan dapat ikut serta mengambil bagian/berpartisipasi untuk diskusi/sharing, mendengarkan atau mendengarkan, menerima maupun memberikan masukan serta saling melengkapi antar anggota kelompok satu dengan yang lainnya (Olivera, 1989: 16).

2) Tempat yang cocok

Tempat merupakan salah satu penentu keberhasilan dan merupakan suatu sarana penunjang dalam suatu proses katekese. Bila tempat yang

digunakan untuk proses katekese itu menciptakan suatu suasana yang nyaman, maka peserta Sebuah tempat ideal yang dapat digunakan dalam katekese adalah suatu ruang dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah peserta keseluruhan dalam kelompok. Selain itu juga hal yang harus diperhatikan adalah tempat yang cukup tenang dengan sarana yang lengkap (Olivera, 1989: 17).

3) Dokumen yang menarik

Dokumen merupakan salah satu hal yang pokok dalam suatu katekese. Dokumen dalam group media dapat dikatakan menarik apabila dokumen itu mampu dimengerti, berkesan, dan mampu menghipnotis seseorang sehingga mampu menciptakan kesan yang tak terlupakan. Dokumen yang dapat digunakan dalam group media contohnya seperti: film, surat kabar, potongan majalah, poster, dll. Dalam pemilihan suatu dokumen harus memperhatikan juga keadaan peserta, permasalahan-permasalahan yang terjadi, sesuai dengan minat peserta, bervariasi dan bermakna, enak didengar, membahas sifat-sifat dasar manusia, mutunya baik, diamati dan dibaca (Olivera, 1989: 18).

4) Perlengkapan yang tepat

Dalam pemilihan perlengkapan yang akan dipakai dalam pertemuan katekese harus disesuaikan bahan, tempat pelaksanaan serta mempunyai tujuan yang baik. Misalnya, apabila seorang moderator memfotocopy suatu teks cerita maupun Kitab Suci yang akan dibagikan kepada para pesera, tentunya fotocopy tersebut harus bisa dibaca oleh para peserta (Olivera, 1989: 19).

5) Seorang moderator (pengarah)

Kehadiran seorang moderator/pengarah dalam suatu pertemuan katekese merupakan suatu yang penting. Hal ini disebabkan karena seorang moderator memiliki tugas untuk mempermudah proses dialog antar para peserta, membantu si pemalu untuk ikut serta dalam proses katekese, mengendalikan orang yang paling berpengaruh, memperkenalkan materi dengan memberikan beberapa panduan pertanyaan, dan mampu merangkum dari keseluruhan proses katekese tersebut (Olivera, 1989: 20).

6) Metode

Salah satu model group media yang yang dapat dipakai dalam berkatekese adalah salah satunya adalah model SOTARAE. Menurut Manuel Olivera dalam bukunya yang bejudul Group Media, metode SOTARAE merupakan sebuah metode yang memberikan suatu petunjuk untuk mempermudah menganalis dan mengkaji sebuah dokumen (Olivera, 1989: 30). Berikut ini adalah berbagai macam cara untuk menganalisa sebuah dokumen melalui metode SOTARAE. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

(a) Situasi (menjajahi kesan para peserta)

Dalam langkah pertama ini dimulai dengan menanyakan kesan pertama apa yang muncul setelah para peserta membaca cerita/menyaksikan tayangan yang diputar oleh fasilitator. Para peserta diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kesan-kesan mereka. Dalam hal ini katekis/pemimpin katekese model SOTARAE memberikan panduan beberapa pertanyaan bantuan

untuk mempermudah para peserta mendalami cerita/tayangan yang telah disaksikan bersama (Olivera, 1989: 30). Pertanyaan itu antara lain meliputi:

• Apa yang dirasakan, pengalaman, atau ingatan apa yang ditimbulkan dari cerita/tayangan yang akan ditampilkan?

• Bagaimana kesan yang muncul setelah membaca cerita/menyaksikan film tersebut?

(b) Menemukan Fakta-fakta objektif.

Setelah para peserta mengungkapkan kesan-kesan terhadap cerita/tayangan yang sudah ditampilkan, maka tahap selanjutnya yang dilakukan oleh fasilitator/pemandu adalah mencari dan menemukan fakta-fakta objektif dari dokumen yang sudah ditampilkan. Pada tahap ini dokumen dibagi menjadi beberapa bagian dengan sedetail-detailnya. Langkah- langkahnya pada tahap ini yakni; menelusuri ceritanya secara mendetail, pokok demi pokok terutama apabila dokumen itu kontroversial sifatnya (Olivera, 1989: 30). Dengan cara ini maka empat mata akan lebih baik dari pada hanya dua mata. Pada langkah ini pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan bersifat objektif dan anggapan pribadi yang bersifat subjektif dikesampingkan. Dalam langkah ini untuk mencapai interpretasi dengan tepat diperlukan penyelidikan yang seksama (Olivera, 1989: 30).

Tujuan yang ingin dicapai pada langkah ini adalah untuk mengembangkan kemampuan dalam mengobservasi, dapat mengungkapkan kepada orang lain apa yang anda dilihat dan anda didengar, dan menyediakan

waktu yang cukup untuk mengendapkan buah-buah pikiran, sehingga penilaian yang tergesa-gesa dapat dihindari.

(c) Merumuskan Tema

Setelah para peserta telah menemukan dan mengungkapkan fakta-fakta secara obyektif dari tayangan/cerita yang ditampilkan, langkah selanjutnya adalah pemandu mengelompokkan langkah sebelumnya dari hal-hal yang sudah diringkas dan hasil-hasil observasi dengan merumuskan tema-tema