• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAYANGAN “PENYEJUK IMANI KATOLIK” SEBAGAI BAHAN KETEKESE AUDIOVISUAL

A. Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” 1.Pengertian Tayangan Televisi 1.Pengertian Tayangan Televisi

Tayangan televisi menurut Darwanto (2007: 336) dalam bukunya yang berjudul Televisi sebagai Media Pendidikan adalah suatu bentuk acara baik yang disiarkan secara langsung maupun yang direkam terlebih dahulu, yang disiarkan oleh jaringan stasiun televisi dalam berbagai format seperti drama, musik, aneka pertunjukan, dokumenter, berita, dsb. Acara televisi mampu mempengaruhi kehidupan manusia. Dalam tayangan televisi ini bahasa yang digunakan adalah bahasa yang penuh dengan cerita dan gambar, bukan kata-kata belaka. Feeling is The First! Demikian diungkapkan oleh Pierre Babin (Iswarahadi, 2003: 31). Cerita dan gambar merupakan kesatuan yang paling pokok dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

2. Pengertian Tayangan ”Penyejuk Imani Katolik”

Tayangan televisi “Penyejuk Imani Katolik’ yang disingkat dengan PIK adalah salah satu bentuk program/acara yang disajikan oleh media televisi yakni stasiun TV Indosiar. Tayangan Penyejuk Imani Katolik ini merupakan suatu bentuk pewartaan dengan menggunakan media audiovisual yang berisi acara-acara rohani keagamaan dan ajaran-ajaran keagamaan. Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” ini bertujuan salah satunya demi perkembangan iman umat kristiani.

Media televisi menjadi suatu media yang sangat digemari dan paling banyak dimiliki oleh masyarakat. Tidak hanya sebagai sumber informasi akan tetapi media televisi juga menjadi sarana hiburan bagi hampir setiap orang di dunia. Hal ini nampak bahwa banyak dari kalangan masyarakat yang menghabiskan waktu 35 jam/minggu atau 5 jam/hari dan 55 % dari anak-anak SMA gemar menonton televisi lebih dari 2 jam/hari (Wirodono Sunardian, 2005: ix). Adanya kebebasan penuh bagi para pemirsa setia televisi untuk menonton berbagai macam acara televisi membuat banyak masyarakat menonton dengan bebas memilih acara. Media televisi ini diharapkan mampu memberikan pengaruh positif bagi masyarakat.

Oleh karena itu Gereja dalam surat pastoral Aetatis Novae menganjurkan agar semua orang aktif dan kreatif menjalin kerja sama dengan media dalam menyiarkan program-program yang bermutu dan mengandung pesan kristiani, namun juga dapat menjalin kerjasama dan komunikasi dengan umat beragama lain lewat media televisi (AN, art. 3). Pernyataan tersebut

mendorong Studio Audio Visual Pusat Kateketik (SAV PUSKAT) yang terletak di Desa Sinduharjo, Jln Kaliurang km: 8,5 Yogyakarta untuk menciptakan sebuah program acara televisi rohani yang diproduksi secara khusus dengan tujuan membantu umat agar semakin menghayati dan memperkembangkan iman mereka. Tayangan televisi rohani tersebut dinamakan tayangan “Penyejuk Imani Katolik”. Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan iman umat agar semakin menghayati dan berkembang dalam iman.

Efektivitas tayangan “Penyejuk Imani Katolik” ini ditentukan dari segi isi dan strategi dalam komunikasi, teknis, manajemen SAV Puskat Yogyakarta, dan akses pemirsa atas program ini. Lembaga Studio Audio Visual Puskat adalah salah satu lembaga perancang program pewartaan Injil dan menanamkan nilai-nilai religius kepada pemirsa melalui media televisi. Kalau tayangan “Penyejuk Imani Katolik” ini berjalan efektif dan banyak ditonton oleh para pemirsa, sebagai umpan balik/feed back-nya program ini berfungsi sebagai sumber informasi, korelasi, kontinuitas, hiburan dan mobilisasi, sarana pertobatan serta penanaman nilai-nilai religius kristiani (Iswarahadi, 2002: 6).

3. Visi dan Misi Tayangan “Penyejuk Imani Katolik”

Menurut Iswarahadi (2002: 11) direktur Studio Audio Visual PUSKAT (SAV PUSKAT) tayangan “Penyejuk Imani Katolik” bertujuan sebagai salah satu bentuk pewartaan injil melalui media audiovisual yang dikemas dalam suatu program acara televisi guna menanamkan nilai-nilai keagamaan dan

ajaran Kristiani demi perkembangan dan penghayatan iman para pemirsa Kristiani. Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” yang bertujuan untuk memperkembangkan iman umat tidak hanya berisi ajaran-ajaran kristiani/ajaran Gereja saja,

Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” ini memiliki visi dan misi yang tidak jauh beda dengan visi serta misi lembaga SAV Puskat sebagai lembaga pendiri dan pengelola program ini. Adapun visi dan misi dari tayangan “Penyejuk Imani Katolik” tersebut antara lain (Iswarahadi, 2002: 11).

a. Menggali inspirasi dari tradisi-tradisi kebudayaan dan spiritual demi kebahagiaan semua manusia jaman sekarang.

b. Membangun terbentuknya masyarakat religius-plural yang cinta damai, dan berkeadilan.

c. Melestarikan alam semesta dan budaya lokal. d. Mengangkat martabat rakyat kecil.

e. Masyarakat hidup terbebas dari kekerasan dan hidup damai dalam kebhinekaan.

4. Susunan Acara dan Isi Acara dalam Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” Secara umum susunan acara PIK dapat dilihat dari pengamatan yang

dilakukan oleh penulis. Berikut ini merupakan susunan acara tayangan “Penyejuk Imani Katolik” yang berhasil penulis analisis. Proses analisis dilakukan terhadap tayangan “Penyejuk Imani Katolik” yang disiarkan di stasiun televisi Indosiar pada hari Minggu tanggal 21 Maret 2010 pada pukul

05.30 WIB. Tema yang dikupas adalah “Puasa dan Pengendalian Diri”. Susunan acara tersebut antara lain terdiri dari:

a. Lagu pembukaan

Tayangan “Penyejuk Imani Katolik” diawali dengan lagu pembukaan. Lagu pembukaan tersebut langsung dinyanyikan oleh pembawa acara sendiri yaitu Sr. Hetwika JMJ, dan Rm. L. Heri Purnawan MSF. Lagu tersebut berjudul “Kasih Yang Sempurna”.

b. Salam pembukaan dari pembawa acara

Pada sesi kedua yang berisi salam pembuka, pembawa acara langsung mengawali PIK dengan menyapa para pemirsa dan menyebutkan tema yang akan diangkat pada Minggu tersebut. Adapun tema yang diambil pada tanggal 21 Maret 2010 tersebut adalah “Puasa dan Pengendalian Diri”.

c. Informasi dari narasumber yang pertama

Dalam tayangan ”Penyejuk Imani Katolik” tanggal 21 Maret 2010 ini yang menjadi narasumber utama adalah Rm. Dr. Hartono Budi, SJ. Dalam pengantarnya beliau menerangkan arti puasa dalam Gereja Katolik. Menurut beliau, puasa bagi seorang kristiani adalah suatu bentuk pelatihan diri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, atau sering dikenal sebagai suatu usaha banting setir untuk mengarahkan diri kepada Tuhan. Oleh karena itu kita sebagai seorang kristiani harus mempersiapkan diri untuk merayakan

kebangkitan Tuhan. Rm. Hartono juga memberikan suatu peneguhan tentang arti puasa menurut Kitab Suci. Hal ini dapat dilihat pada Injil Yohanes 13, di mana dalam Injil itu diceritakan perjamuan terakhir Yesus bersama para muridNya. Terlihat dalam perjamuan itu para murid Yesus mendekatkan diri kepadaNya. Puasa bukanlah suatu aturan agama, tetapi puasa adalah sikap kembali lagi kepada Tuhan. Relevansi puasa untuk jaman sekarang adalah Gereja mempunyai usulan tetapi kita harus mempunyai pilihan, dan pilihan itu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yaitu tobat atau kembali kepada Allah. Dalam melaksanakan puasa kita ditantang untuk dapat jujur terhadap diri kita sendiri, serta dapat memilih jalan-jalan yang kiranya akan membantu kita kembali kepada Allah. Sikap kreatif sangat dibutuhkan untuk menemukan Tuhan dan mengendalikan diri kita. Dalam berpuasa tidak dapat dinilai dengan berat dan ringannya puasa tersebut, tetapi bagaimana kita dapat bertindak secara jujur sebagai orang beriman.

Di jaman sekarang ini apa usulan konkrit kita tentang puasa? Romo Hartono mengemukakan pendapatnya tentang usaha konkrit puasa untuk jaman sekarang. Dalam berpuasa tindakan konkrit sangat dibutuhkan. Beliau memberikan dua contoh konkrit yang dapat dilakukan dalam berpuasa. Contoh konkrit yang pertama adalah dalam berpuasa kita tak perlu memikirkan untuk mengurangi makanan, tetapi bagaimana kita dapat berbagi dan menyisihkan sedikit makanan kita untuk orang yang membutuhkannya. Kedua, kita tidak cukup hanya memikirkan pembakaran hutan lewat peristiwa merokok, tetapi bagaimana usaha kita untuk dapat membuat suatu reboisasi untuk hutan kita,

dan lingkungan kita. Adapun yang leboh menarik adalah puasa Maria, di mana puasa Maria merupakan puasa yang diam yaitu kita tidak perlu boros tentang kata-kata apa lagi kata-kata kosong. Setiap kata yang dikeluarkan mesti menjadi kata-kata berkat. Penting sekali bahwa puasa harus diarahkan untuk kembali kepada Allah, kembali kepada keprihatinan Allah sendiri seperti yang ada dalam diri Yesus Kristus yang membangkitkan kehidupan, yang memberikan kehidupan.

d. Pengantar dari pembawa acara

Pembawa acara memberikan sebuah kesimpulan bahwa, semua agama pasti mengenal dan menghayati tradisi puasa. Salah satu manfaat dari puasa adalah pengendalian diri dari hal-hal yang mengganggu kebebasan batin untuk membuat keputusan yang benar dan mengikuti Tuhan. Dengan kata lain, dengan praksis puasa orang beriman memperoleh jalan yang mudah untuk berkomunikasi dan bersatu dengan Tuhan. Setelah itu pembawa acara mengantar pemirsa untuk menyaksikan sebuah kehidupan dan karya Suster-suster Ursulin di Madiun.

e. Informasi dari narasumber yang kedua

Pengantar dari sesi ini menampilkan sebuah karya Suster-suster Ursulin di Madiun: yaitu profil suatu lembaga pendidikan TKK, SDK, SMPK Santo Bernadus Madiun. Dalam profil itu ditayangkan kehidupan atau suasana yang terjadi di TKK, SDK, SMPK Santo Bernadus Madiun. Pada sessi ini juga ada

suatu informasi yang pembicaranya adalah Sr. Reinilda O.S.U. Dalam pembicaraannya beliau memberikan informasi tentang kekhasan dari karya ini, yaitu memperhatikan kaum muda secara khusus melalui kegiatan pembinaan kepribadian. Yang lebih disoroti adalah bagaimana memperhatikan keunikan masing-masing pribadi secara utuh, baik secara mental, rohani, dan jasmani/fisik yang merupakan suatu kesatuan.

f. Pengantar dari pembawa acara

Pembawa acara mengantar arti pengendalian diri dan sikap kreatif. Pengendalian diri sangat penting dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya akan membawa dampak negatif bagi dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Demikian juga jika manusia tidak dapat mengendalikan diri dalam mengkonsumsi kekayaan bumi akan berakibat kerusakan lingkungan. Kita perlu mendukung sikap kreatif di kalangan orang muda, sebab sikap kreatif merupakan bentuk lain dari pengendalian diri.

g. Informasi dari narasumber yang ketiga

Narasumber yang ketiga adalah seorang dosen dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yaitu Rm. Sunu Hardiyanto, S.J. Dalam pengantar pembicaraan beliau memberikan sedikit informasi tentang profil Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma. Dalam pembicaraannya, beliau mengajak kaum muda untuk menciptakan inovasi dan motivasi, serta kreativitas.

Tentunya usaha yang dapat dilakukan dalam menemani orang muda dalam mengembangkan diri mereka adalah kita perlu untuk menggali kedalaman dari orang muda itu sendiri. Dengan demikian kita sebenarnya memberikan suatu peluang dan kesempatan serta mengajak orang muda untuk bergerak dan mempersilakan mereka untuk bergerak.

h. Pengantar pembawa acara

Pembawa acara memperkenalkan dua buah buku yang berkisahkan tentang lingkungan hidup, dan cara untuk mendapatkannya. Pembawa acara juga memberikan pertanyaan-pertanyaan kuis. Setelah itu pembawa acara mengantar pemirsa untuk menyaksikan sebuah kehidupan di Postulat Suster-suster Miseri Cordia Madiun.

i. Informasi dari narasumber yang keempat

Dalam sesi ini ditampilkan juga profil Postulan Suster-suster Miseri Cordia Madiun, yaitu menampilkan kehidupan di rumah sakit dan komunitas Miseri Cordia Madiun. Pembicaranya adalah Sr. Catharina Hartuti MC selaku Pimpinan Komunitas. Beliau menguraikan kekhasan, sejarah, dan misi dari Kongregasi MC dan Yayasan Panti Bagija Madiun. Kekhasannya adalah kongregasi mempunyai semboyan “Ia Harus Meraja”. Misi dari Kongregasi MC dan Yayasan Panti Bagija Madiun adalah memberikan pelayanan yang didasari oleh nilai-nilai kristiani yang diwujudnyatakan dalam memberikan pelayanan kasih tanpa membedakan latar belakang agama, suku, dan golongan

ekonomi. Selain itu ada kesaksian dari para postulan (kembar tiga) mengenai panggilan. Dalam pembicaraannya mereka memberikan kesaksian tentang bagaimana mereka masuk ke komunitas Postulat suster Miseri Cordia Madiun.

j. Pembahasan Kitab Suci dari pembawa acara

Pembawa acara membacakan kutipan Kitab Suci. Bacaan yang dipakai adalah Surat Paulus kepada umat di Rm 8: 5-6. Setelah membacakan bacaan Kitab Suci, pembawa acara memberikan sebuah pesan singkat yang berhubungan dengan bacaan Kitab Suci. Inti isi pesan itu adalah kalau kita ingin mengendalikan diri, kita harus berlatih mengendalikan diri kita terlebih dahulu.

k. Lagu Penutup.

Rm. Andi Iwan menyanyikan lagu “Penuhi RencanaMu”. Isi syair dari lagu tersebut adalah sebagai berikut ini.

Penuhilah RencanaMu

Berikan diri hanya kepadaMu, walau dengan ciuman yang kadang ternoda. Ku srahkan hati menjadi milikmu, walau kadang penuh derita namun aku tetap setia.

Reff: Tunjukkan jalan kepadaku. Agar aku tak ragu memilih jalanMu. Penuhi segala rencanaMu, biarku jadi mampu wartakan sabdaMu.

Isi lagu ini mengungkapkan sikap penyerahan diri/pasrah diri seseorang kepada Tuhan, walaupun terkadang penyerahan diri/pasrah diri itu ternoda karena dosa, walaupun terkadang penuh derita ia tetap setia. Dalam

sikap penyerahan diri dan pasrah itu juga ia memohon agar Tuhan menunjukkan jalan agar ia tak ragu untuk melangkah, dan mampu mewartakan sabda Tuhan.

5. Tayangan Televisi menurut Pandangan Gereja Katolik

Jaman semakin maju dan berkembang begitu pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai macam sarana media audiovisual yang salah satunya adalah media televisi. Realitas yang terjadi di tengah masyarakat adalah bahwa media-media audiovisual sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Media audiovisual khususnya televisi sudah merambah dalam kehidupan manusia tanpa mengenal usia/ umur. Hal ini dapat terlihat jelas dari umur anak-anak sampai dewasa sangat membutuhkan media televisi baik digunakan sebagai hiburan, sumber informasi, dan pendidikan. Media televisi sebagai media audiovisual dapat dimanfaatkan secara positif dan benar dengan tujuan untuk mendorong pengetahuan, pemahaman, serta mampu merangsang afeksi, minat dan melatih keterampilan masyarakat. Kehadiran media televisi dapat dimanfaatkan sebagai sarana pewartaan iman umat yang bertujuan demi perkembangan iman umat. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku media dan Gereja sendiri agar media audiovisual khususnya televisi dapat mendukung pewartaan iman. Salah satu caranya adalah memasukkan nilai-nilai manusia dan kristiani sesuai dengan struktur dan logika, seturut kekhasan dan kemasan media massa sesuai dengan ekosistem media massa (Benediktus XVI, 2010a: 2).

Selain itu, Gereja juga memberikan pandangannya mengenai media televisi di dalam dokumen-dokumen Gereja Katolik. Dokumen-dokumen itu antara lain:

a. Evangelii Nuntiandi

Dalam dokumen ini salah satu tugas utama Gereja adalah mewartakan Injil, berkotbah dan mengajar, serta menjadi saluran kurnia dan rahmat yang mendamaikan para pendosa dengan Allah dan untuk mengabdikan Kurban Kristus dalam perayaan ekaristi, yang merupakan kenangan akan kematian serta kebangkitanNya yang mulia. Mewartakan Injil sesungguhnya merupakan suatu rahmat dan panggilan yang khas bagi Gereja, dan merupakan identitas yang terdalam (EN, art. 14)

Dalam suatu pewartaan khotbah merupakan suatu hal yang sangat penting. Khotbah mempunyai tujuan yang paling utama yaitu untuk mewartakan sabda Tuhan. Selain itu di dalam khotbah juga berisikan pesan-pesan, nasihat-nasihat yang dapat membawa manusia kepada Kristus dan ajaran ajaran Gereja. Dengan perkembangan dunia yang semakin maju antara lain dengan kemajuan IPTEK, Gereja menyadari bahwa umat mulai jenuh mendengarkan kata-kata. Keadaan inilah yang mendorong Gereja untuk menggunakan sarana-sarana yang modern dalam pewartaan Injil (EN, art. 42). Bila sarana-sarana ini digunakan untuk mewartakan Injil, sarana-sarana ini dapat memperluas wilayah-wilayah di mana Sabda Allah dapat didengar, hampir tanpa batas dan dapat dijangkau jutaan manusia. Gereja akan merasa

bersalah di hadirat Tuhan jika tidak memanfaatkan sarana-sarana modern yang ampuh ini, yang dari hari ke hari semakin disempurnakan oleh keterampilan manusia. Melalui sarana-sarana modern ini, Gereja mewartakan nilai-nilai luhur dari atas atap-atap rumah dan menemukan penjabaran secara modern dan efektif. Jadi dengan sarana-sarana modern ini pesan Injil dapat menjangkau sejumlah besar orang, tetapi juga mampu untuk menembus hati nurani setiap individu (EN, art. 45).

b. Himpunan Keputusan MAWI

Himpunan keputusan MAWI adalah sebuah dokumen nasional hasil dari Konferensi Uskup-uskup seluruh Indonesia yang sekarang bernama KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). Pada tahun 1974 MAWI menyetujui usul dan rencana kerja KWI Komsos yang berbunyi: “Supaya membangkitkan pengertian terhadap media massa, baik di kalangan umat Katolik maupun masyarakat pada umumnya, digunakan PWI Komsos bagi radio/televisi/film” (Hadiwikarta, 1981: 88). Komsos telah berusaha untuk memberikan pengertian-pengertian yang benar terhadap mass media, antara lain dengan memberikan kursus radio dan televisi, mengadakan lokakarya tentang mass media, khotbah, ceramah, mengadakan riset, menerbitkan buku untuk umat Katolik tentang media massa.

c. Directorum Catechisticum Generale

Dokumen Directorum Catechisticum Generale terbentuk dari hasil keputusan Kongregasi Suci Para Klerus, tanggal 11 April 1971. Dalam

dokumen ini diungkapkan bahwa warta keselamatan perlu mempunyai tempat pada media komunikasi sosial. Dalam hal ini agar media komunikasi semakin dapat sempurna, Gereja perlu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang mengusahakan penerbitan media, para penulis, dan para seniman yang berkecimpung dalam bidang ini, kerjasama memerlukan terbentuknya kelompok-kelompok ahli, baik taraf nasional maupun internasional yang mampu memberikan sumbangan berupa nasihat mengenai program-program kegiatan dalam bidang agama (DCG, art. 123).

Dari keadaaan dan realita yang terjadi maka Gereja menghimbau kepada semua semua pihak-pihak yang bersangkutan, bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan audiovisual bagi para pengguna sarana-sarana ini, himbauan itu antara lain:

1) Hendaknya disediakan studi mengenai kriteria yang perlu menjadi penuntun pembuatan serta pemilihan sarana-sarana audiovisual tersebut yang berkaitan dengan segi-segi khusus warta kristiani yang akan disuguhkan (DCG, art. 122).

2) Perlu memberitahu para pengguna media bagaimana mempergunakan sarana-sarana tersebut dengan betul (tidak sedikit katekis yang tidak mengetahui sifat sebenarnya dari bahasa gambar dan kerap kali terjadi bahwa sarana-sarana audiovisual dipergunakan secara keliru yaitu tidak membuat orang semakin aktif melainkan menjadi pasif) (DCG, art. 122).

d. Inter Mirifica

Dekrit Inter Mirifica tentang upaya-upaya komunikasi sosial menegaskan bahwa semakin banyak penemuan teknologi yang sangat mengagumkan, di antaranya penemuan yang paling menonjol adalah upaya-upaya yang pada hakikatnya mampu mencapai dan menggerakkan bukan hanya orang perorang melainkan juga massa, bahkan seluruh umat manusia, misalnya media cetak, sinema, radio, televisi, dsb (IM, art. 1).

Suatu pemberitaan, penguraian atau penggambaran kejahatan moral yang ditayangkan dalam media komunikasi sosial memang dapat membantu mengungkapkan suatu kebenaran. Akan tetapi jangan sampai merugikan atau merangsang nafsu-nafsu manusia yang terluka akibat dosa asal (IM, art. 7).

Oleh sebab itu Gereja menghimbau kepada para pemakai/pengguna media komunikasi sosial agar melakukan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh para pembaca, pemirsa dan pendengar media komunikasi sosial tersebut antara lain: agar para pengguna media komunikasi sosial mampu untuk memilih tayangan yang benar-benar mendukung khususnya bagi nilai-nilai keutamaan dan ilmu pengetahuan serta menghindari tayangan yang dapat menimbulkan kerugian rohani dan membahayakan bagi sesama (IM, art. 9).

Untuk memperingati hari Komunikasi Sosial sedunia ke-43 yang dirayakan pada 24 Mei 2009, Paus Benediktus XVI menyampaikan sebuah pesan komunikasi kepada seluruh umat Katolik sedunia. Pesan yang disampaikan oleh Paus Benediktus XVI bertemakan “Teknologi Baru, Relasi Baru: Memajukan Budaya Menghormati, Dialog dan Persahabatan”. Tema ini

merupakan bentuk perhatian Gereja terhadap perkembangan teknologi baru yang kian hari mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku masyarakat teristimewa mereka yang dikategorikan sebagai generasi digital. Dalam pesan ini ada dua gagasan utama yang ditandaskan oleh Bapa Suci, yakni teknologi baru sebagai sarana dan manusia sebagai pihak yang berkepentingan dengan teknologi itu. Yang ditekankan dalam dua gagasan ini terletak pada bagaimana kedua unsur itu berinteraksi dan berkorelasi.

Pada dasarnya sarana komunikasi sosial baik bentuk dan kemasannya, dipandang sebagai “restu Allah” (IM, art. 1) dan “anugerah Allah” (CP, art. 2). Prinsip inilah yang merupakan posisi teologis dari Gereja. Karena fungsinya sebagai sarana, ia harus memfasilitasi terbangunnya “kesatuan dan kemajuan” umat manusia sebagai tujuan komunikasi Kristiani (Paus Benediktus XVI, 2010b:1-2)