• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katekese Sosial Ekonomi Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Peranan

BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PERANAN PSE DEMI EFEKTIVITAS

A. Katekese Sosial Ekonomi Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Peranan

1. Pengertian Katekese

Menurut Pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia atau PKKI I arti katekese dipahami sebagai “usaha saling menolong terus-menerus dari setiap orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani yang dewasa penuh.” Karenanya, katekese disebut juga sebagai pembinaan iman. Pembinaan iman berlangsung secara terus menerus dan melalui proses timbal balik: setiap peserta katekese membagikan dan juga mendengarkan pengalaman iman untuk menolong dirinya dan sesama (Komkat KWI, 2010: 207-208).

Menurut Heuken (2005: 46) katekese berasal dari bahasa Yunani, katekeo yang artinya “mengajar secara lisan” atau “memberitahu.” Katekese digambarkan sebagai kegiatan membuat orang memahami sabda Allah (Kitab Suci) dan

mengikuti Sabda Allah (Yesus Kristus). Katekese dapat disebut sebagai pengajaran dan pembinaan dasar hidup Kristiani yaitu iman dan tingkah laku Kristiani. Katekese dapat diberikan oleh orangtua, guru agama atau katekis.

Paus Yohanes Paulus II melalui Anjuran Apostoliknya Catechesi

Tradendae (KWI, 2011:7) mengatakan bahwa

istilah katekese digunakan untuk merangkum seluruh usaha dalam Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya, dan untuk membina serta mendidik mereka dalam perihidup itu, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus itu.

Maka, katekese dapat dipandang sebagai sebutan untuk semua usaha Gereja untuk memperoleh murid, membantu umat mengimani Yesus, membina dan mendidik umat. Karenanya, katekese bukan hanya sekedar mendengarkan katekis menyampaikan ajaran Gereja. CT art. 18 menegaskan arti katekese sebagai “kegiatan pembinaan kepada anak-anak, kaum muda, dan dewasa. Katekese berisi penyampaian ajaran Kristen yang dapat disampaikan secara organis dan sistematis guna mengantar umat memasuki kepenuhan hidup Kristen.”

Kepenuhan hidup Kristen merupakan tujuan umat agar dapat hidup dalam persekutuan dengan Yesus Kristus, serta hidup semakin menyerupai-Nya. Maka, katekese bersifat Kristosentris: artinya berpusat pada Kristus. Katekese membantu umat mendalami pribadi dan sabda Yesus. Yesus adalah jantung katekese. Ia menjadi sumber sekaligus pusat berlangsungnya katekese. Perkataan, tindakan, dan keseluruhan hidup-Nya menjadi teladan bagi Gereja.

Dari beberapa pengertian di atas, katekese menurut penulis adalah suatu usaha untuk membina iman anggota Gereja mencapai kedewasaan iman.

Pembinaan yang terjadi bukan sekedar pemberian informasi saja. Gereja mengusahakan pembinaan iman terjadi karena adanya komunikasi iman antarumat. Meskipun ada katekis sebagai fasilitator, umat justru berkembang dari usahanya sendiri untuk terbuka berbagi dan menerima pengalaman iman yang disertai terang Injil. Akhirnya, umat bersedia untuk belajar dan menjadi dewasa dalam iman. Meski melalui proses yang sulit (sama seperti halnya Yesus), umat akan menyadari tujuan akhir proses itu ialah mewartakan karya keselamatan Allah di tengah dunia.

2. Tujuan Katekese

Menurut Lalu (2007: 13) tujuan katekese yang tercantum dalam PKKI II adalah:

a. Supaya dalam terang Injil semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kepenuhan hidup Kristiani itu ditandai dengan adanya kedewasaan iman, sedangkan kedewasaan iman itu nampak dalam sikap penyerahan diri. Penyerahan diri itu dapat diawali dengan pertobatan hati, berusaha mengenal Yesus, dan mempercayakan seluruh hidupnya pada jalan yang telah digariskan-Nya (CT art.20). Oleh karenanya, umat semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita.

b. Semakin bersatu dalam Kristus, hidup menjemaat, tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Bersatu dalam Kristus artinya bahwa katekese bukan hanya berisi pengajaran Yesus Kristus namun juga mengundang umat untuk memasuki persekutuan hidup yang lebih dekat

dan mesra dengan-Nya. Dengan memasuki persekutuan hidup itu, umat mampu lebih mengenal dan meneladani Yesus. Dalam pribadi Yesus itu rencana keselamatan Allah bagi manusia terpenuhi. Bersatu juga berarti ikut dalam karya Yesus yang menyelamatkan manusia dari penderitaan yang tidak berkesudahan (CT art. 5).

c. Sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat. Gereja menyiapkan umat untuk memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus kepada siapapun (CT art. 25). Kesaksian itu tidak melulu berupa pengajaran satu arah, tetapi keseluruhan hidup umat juga dapat menjadi warta keselamatan bagi sesama.

3. Katekese Sosial Ekonomi dengan Metode Analisis Sosial

Menurut Lalu (2007: 12) katekese umat diartikan sebagai “komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.”

Katekese dirasa masih bergerak kedalam dan memberikan manfaat hanya bagi Gereja. Maka dalam Pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia (PKKI IV) mengusulkan adanya katekese sosial. Menurut Komisi Kateketik KWI (1989: 139-140) “katekese sosial adalah salah satu bentuk pelayanan sabda yang dilaksanakan oleh Gereja untuk saling membina iman yang terlibat dalam masyarakat.” Sedangkan katekese sosial ekonomi disebutkan sebagai suatu bentuk

aktualisasi PSE di tengah umat (Komisi PSE KWI, 1990: 17). Dalam konteks ini, katekese sosial ekonomi dapat berarti sebagai suatu bentuk katekese yang membahas mengenai permasalahan sosial ekonomi dan bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai PSE sebagai jawaban dari permasalahan itu.

Menurut Banyu Harya Sigit dalam Madya Utama (2018: 183) “katekese sosial adalah suatu usaha berkatekese yang secara eksplisit berpangkal pada pengalaman kontekstual dan membantu penghayatan iman.” Tiga ciri katekese sosial adalah: terbuka dalam analisis realita dalam Gereja dan masyarakat, bekerja sama dengan lintas bidang ilmu pengetahuan, dan berdialog dengan Tradisi Kristiani.

Banyu Harya Sigit dalam Madya Utama (2018: 184) mengatakan bahwa “analisis sosial (Ansos) adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya, dan keluarga, sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi tersebut menyebabkan ketidakadilan sosial.” Lalu (2007:107-109) mengutip Prior mengenai lima dimensi analisis sosial dalam katekese, yaitu: dimensi ekonomis, politik, sosial, kultural, dan religius. Dimensi ekonomis dimaksudkan untuk menganalisa keadilan atau justru penindasan yang terjadi akibat struktur relasi antarkelompok. Dalam dimensi sosial, proses analisis sosial dalam katekese membantu peserta katekese mencapai proses pembebasan dalam masyarakat.

Katekese dengan langkah analisis sosial juga dipaparkan oleh Schipani dalam Seymour (1997:33). Katekese transformasi sosial memungkinkan terjadinya perubahan setelah gerakan pemberdayaan dalam karya kerasulan PSE. Menurut

Dewan Karya Pastoral KAS (2015: 41) melalui gerakan pemberdayaan itu membantu setiap pribadi mengalami perubahan finansial, mental, dan spiritual. Katekese transformasi sosial justru membantu peserta katekese juga mengalami perubahan sosial. Perubahan sosial itu muncul dari solidaritas Kristiani sehingga membangun komunitas yang saling berbagi dan saling mencintai sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah terwujud di tengah dunia.

Schipani dalam Seymour (1997: 33-34) menjelaskan tiga langkah dalam proses katekese transformasi sosial adalah seeing (melihat), judging (menafsirkan atau memahami kehendak Allah), dan acting (bertindak sesuai dengan kehendak Allah). Dalam langkah seeing, peserta katekese mengamati dunia dari sisi orang yang mengalami penderitaan, kemudian melakukan analisa sehingga melihat permasalahan dasar yang perlu dipecahkan. Langkah kedua yaitu judging, dalam proses ini peserta katekese melihat hubungan antara situasi sosial dengan terang Injil dan karya Allah. Melalui hasil judging, peserta katekese melihat apa yang menjadi kehendak Allah. Selanjutnya proses acting. Katekese transformasi sosial terpenuhi dengan adanya tindakan; yang dilakukan seturut dengan kehendak Allah yang dilihat melalui hubungan situasi sosial dengan Tradisi dan Visi Kristiani.

B. Shared Christian Praxis sebagai Salah Satu Model Katekese Umat

Dokumen terkait