• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN

A. Katekese Umat Model Shared Christian Praxis (SCP)

1. Katekese Umat

Katekese Umat dicetuskan saat Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia yang pertama. PKKI I ini berlangsung dari tanggal 10-17 Juli 1977 di Sindanglaya, Jawa Barat. PKKI dilaksanakan setiap empat tahun sekali. Sampai saat ini, PKKI sudah berlangsung sembilan kali. Setiap pertemuan PKKI senantiasa mengangkat Katekese Umat sebagai tema pembicaraan (Lalu, 2007: 9). Perkembangan Katekese Umat akan lebih dipahami dalam sejarah singkat PKKI I sampai PKKI IX.

a. Sejarah singkat perkembangan Katekese Umat dalam PKKI

Tema PKKI I adalah ‘menentukan arah katekese di Indonesia’. Tema ini berawal dari keprihatinan peserta yang melihat bahwa proses katekese masih sangat tergantung pada kaum hierarki dan petugas-petugas pastoral. Umat tidak mempunyai

2007: 9). Berawal dari keprihatinan peserta tersebut, para peserta mulai yakin bahwa perlu dicari suatu arah maupun pola baru dalam katekese. Muncullah suatu gagasan tentang bentuk katekese yang melibatkan seluruh umat ‘katekese oleh umat, dari umat, dan untuk umat’ melalui diskusi-diskusi dan ceramah Rm. R. Hardawiryana, SJ yang berjudul ‘Katekese dan Teologi’. Gagasan Katekese Umat harus menjadi arah dan pola dari katekese di Indonesia (Lalu, 2007: 10).

Pelaksanaan PKKI II berlangsung di Klender pada tahun 1980 untuk mencari kejelasan tentang gagasan Katekese Umat yang dicetuskan dalam PKKI I. PKKI II menghasilkan rumusan Katekese Umat yang terdiri dalam enam pokok. Pokok-pokok dalam Katekese Umat tersebut berawal dari kesulitan yang dihadapi baik oleh umat maupun pembina saat berkatekese umat. Pokok-pokok tersebut adalah pengertian Katekese Umat, pola Katekese Umat, peran peserta Katekese Umat, peran pembina Katekese Umat, suasana Katekese Umat dan tujuan Katekese Umat. Dari hasil pokok-pokok tersebut, kunci keberhasilan Katekese Umat terletak pada fasilitator (pembina Katekese Umat) (Telaumbanua, 1999: 11).

PKKI III membicarakan pokok tentang ‘pembinaan pembina Katekese Umat’ yang diadakan pada tahun 1984 di Pacet, Mojokerto. Tema PKKI III tersebut merupakan hasil perkembangan PKKI II yang memperjelas rumusan Katekese Umat dan kunci keberhasilan katekese sebagian terletak pada diri pembina Katekese Umat. Hal-hal yang dirumuskan dalam PKKI III meliputi, arti dan makna pembina Katekese Umat, pembinaan ketrampilan pembina Katekese Umat dan unsur-unsur pokok dalam pembinaan pembina Katekese Umat. Hasil PKKI III, diharapkan dapat membawa hal yang positif bagi perkembangan pembina Katekese Umat (Lalu, 2007: 15-19).

PKKI IV berlangsung pada bulan Oktober tahun 1988 di Denpasar, Bali, mengusung tema ‘iman yang terlibat dalam masyarakat’. Pokok pembahasan dalam

PKKI IV adalah mengevaluasi Katekese Umat yang terus mengalami perkembangan baik yang dirasakan oleh peserta katekese maupun pembina. PKKI IV juga merumuskan pokok-pokok mengenai arti iman yang terlibat dalam masyarakat, Katekese Umat yang dicita-citakan, dan Katekese Umat dengan analisis sosial (Lalu, 2007: 21-25).

PKKI V yang berlangsung dari tanggal 22-30 September 1992 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor mengangkat kebali tema PKKI IV ‘membina iman yang terlibat dalam masyarakat’. Kehidupan iman umat perlu dihayati dan dimengerti sebagai iman yang memasyarakat dalam lingkup hidup konkret. Metode yang digunakan agar dapat membina iman yang terlibat dalam masyarakat adalah metode analisis sosial. Diharapkan, dengan metode analisis sosial dapat melihat suatu masalah secara lebih dalam dan membantu umat mewujudkan imannya dalam hidup bermasyarakat (Lalu, 2007: 27).

PKKI VI mengambil tema ‘menggalakkan karya katekese di Indonesia’. Sub tema dalam PKKI VI ini adalah katekese yang membangun jemaat dengan orientasi Kerajaan Allah, Kitab Suci dalam Katekese Umat Ansos, peranan media dalam pewartaan, spiritualitas dan tugas para pewarta. Kerangka sub tema tersebut didalami oleh peserta yang sudah dibagi dalam beberapa kelompok dan didampingi oleh para pakar (Lalu, 2007: 35).

PKKI VII mengusung tema ‘Katekese Umat dan kelompok basis gerejani’. PKKI VI mengharapkan bahwa dengan adanya Katekese Umat dapat menunjang adanya Komunitas Basis Gerejani (KBG) ditandai dengan saling menghargai secara lebih mendalam dan umat semakin menyadari pentingnya hidup dalam komunitas. Setelah itu, Katekese Umat dapat menghantar umat yang masuk dalam KBG agar semakin berkembang bersama-sama dengan visi dan misinya serta memiliki spiritualitas yang sama. Tema yang diangkat dalam PKKI VII, kemudian dievaluasi

Umat demi pertumbuhan dan perkembangan Komunitas Basis Gerejani (Lalu, 2007: 45-59). PKKI IX berlangsung pada tanggal 17-23 Juni tahun 2008, di Tomohon, Manado. PKKI IX mengusung tema ‘katekese dalam masyarakat yang tertekan’.

Tema-tema yang diangkat dalam PKKI I sampai dengan PKKI IX senantiasa mengangkat Katekese Umat sebagai tema pokok dalam pertemuan. Walaupun seiring dengan perkembangan, Katekese Umat dilihat dari berbagai hal. Tentunya, tema-tema tersebut semakin memperkaya Katekese Umat yang hidup di dalam lingkungan umat.

Rumusan Katekese Umat dapat lebih dipahami melalui pengertian Katekese Umat, pola dan isi Katekese Umat, peserta Katekese Umat, pendamping Katekese Umat, suasana Katekese Umat, tujuan Katekese Umat dan keunggulan Katekese Umat.

b. Pengertian Katekese Umat

PKKI II yang diadakan pada tahun 1980, dimaksudkan untuk memantapkan hasil Katekese Umat dalam PKKI I yang masih mengalami kesimpangsiuran dalam prakteknya. Katekese Umat dapat diartikan sebagai komunikasi iman umat atau tukar pengalaman iman antaranggota jemaat (Telaumbanua, 2007: 11). Melalui hasil PKKI II, Huber (1981: 15) merumuskan pengertian Katekese Umat sebagai berikut:

KATEKESE UMAT diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna. Dalam Katekese Umat tekanan terutama diletakkan penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan.

Komunikasi iman atau tukar pengalaman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok yang dimaksudkan adalah bukan saja komunikasi antara pembimbing dengan umat. Komunikasi iman dalam Katekese Umat merupakan komunikasi antar peserta sendiri lalu peserta dengan pendamping. Komunikasi iman yang diharapkan dalam Katekese Umat, tentunya juga mengingat arah katekese sekarang adalah demi

pembangunan jemaat agar semakin berani dan kritis dalam mengungkapkan diri (Huber, 1981: 18; bdk. Lalu, 2007: 90). Katekese yang hanya bersifat pengajaran belaka di mana umat hanya sebagai pendengar dan dianggap tidak tahu tentang apa-apa tidak lagi mendapat perhatian di tengah umat (Telaumbanua, 1999: 86).

Pengalaman iman umat (penghayatan iman) dasar dalam berkatekese umat, mempunyai makna yang begitu dalam. Setiap pengalaman yang dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah pengalaman yang dilihat dalam terang iman. Lewat pengalaman iman tersebut, umat semakin diteguhkan dan diperkaya satu sama lain. Hal ini jelas terlihat bahwa yang ditukarkan ialah penghayatan iman dan bukan pengetahuan tentang rumusan iman. Rumusan-rumusan iman memang menunjang penghayatan iman umat, tetapi peserta diharapkan dapat mengenal penghayatan sendiri dalam rumusan resmi Gereja (Lalu, 2007: 90).

Dengan mengatakan bahwa “Katekese Umat mengandaikan adanya perencanaan”, rumusan ini membatasi pengertian Katekese Umat. Sesuai yang dikatakan dalam Catechesi Tradendae art. 21, bahwa: “Katekese harus bersifat sistematis, bukan hasil improvisasi, melainkan sungguh berencana untuk mencapai tujuan tertentu”. Bidang pembinaan iman pastoral sangatlah beragam dan luas sekali. Katekese Umat adalah salah satu bidang dalam usaha pastoral Gereja. Kendatipun Katekese Umat merupakan salah satu bidang pembinaan iman saja, tentunya Katekese Umat juga dipengaruhi dan mempengaruhi kegiatan pastoral lain (Lalu, 2007: 90). Usaha pastoral Gereja yang dalam hal ini adalah katekese, merupakan salah satu pembinaan Gereja untuk umat dan selalu berkelanjutan serta selalu ada gerakan pembaharuan. Melihat usaha Gereja yang sedemikian, maka dapat dilihat bahwa dalam setiap gerakan Gereja dalam hal katekese ada suatu kegiatan “perencanaan”. Rencana untuk dapat melakukan yang terbaik dan memberikan yang terbaik untuk umat.

maupun yang menerima katekese.

c. Pola dan isi Katekese Umat

Katekese Umat memiliki pola dan isi yang berpusat pada Yesus Kristus. Yesus Kristus merupakan Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia, yang merupakan puncak dari seluruh tindakan Allah di dunia dan merupakan pusat pewartaan kabar gembira Injil dalam rangka sejarah keselamatan. Dengan demikian, katekese harus berpusat pada Kristus (DCG, art. 40). Huber (1981: 15) menulis sebagai berikut:

Dalam Katekese Umat kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang Tradisinya.

Maksud bahwa katekese memiliki pola Kristosentris diartikan bahwa ajaran yang disampaikan bukanlah ajaran dari pendamping katekese maupun ajaran orang lain melainkan ajaran Yesus Kristus yang hadir dalam Sabda Allah. Katekese mengajarkan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh Yesus sendiri. Segala tindakan dan hal-hal yang ada dalam diri Yesus adalah kebenaran. Dalam katekese, Kristus adalah Sabda yang menjelma dan Putera Allah (CT, art. 6).

Yesus Kristus menjadi pokok katekese yang selalu menjadi tujuan akhir dan penentu dalam proses katekese. Katekese Umat merupakan katekese yang berawal dari pengalaman sehari-hari umat, namun tetap dilihat dalam rangka karya penyelamatan Yesus untuk menuju pada Allah sendiri. “Bukan sembarang tukar pengalaman tetapi usaha tekun yang ditandai Kristus baik mengenai isi maupun mengenai cara. Dalam Kristus kita berjumpa dengan Allah dan melalui Dia-lah pula Allah mendatangi kita” (Huber, 1981: 19; bdk. Lalu, 2007: 91).

Isi dalam Katekese Umat yang juga tidak dapat diabaikan adalah penghayatan iman. Penghayatan iman umat diukur dan berpedoman pada Kitab Suci, tetapi bukan berarti bahwa tiap bentuk penghayatan iman tertampung secara harafiah dalam Kitab Suci, demikian juga dengan Katekese Umat yang berpedoman dan dinilai oleh Kitab Suci, tetapi bukan berarti bahwa Kitab Suci menjadi bahan satu-satunya dalam melaksanakan Katekese Umat (Huber, 1981: 19).

Tukar penghayatan iman akan gagal dan menjengkelkan, apabila umat tidak dapat saling mendengarkan, tidak saling menampung dan menghargai satu sama lain dalam mendalami tema katekese. Pembicaraan yang terjadi antar umat akan menyebabkan ketidaksinambungan arah Katekese Umat (Huber, 1981: 19).

d. Peserta Katekese Umat

Katekese Umat adalah katekese oleh umat, dari umat dan untuk umat. Rumusan tersebut menegaskan bahwa peserta Katekese Umat bukanlah suatu golongan maupun status tertentu melainkan seluruh umat Allah. Huber (1981: 15) menuliskan bahwa:

Yang berkatekese ialahUmat, artinya semua orang beriman, yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pula pola kehidupan kelompok; jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada Katekese sekarang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.

Gereja sadar bahwa Katekese Umat tidak ditujukan pada sebagian umat saja, tetapi seluruh umat yang terpanggil untuk mendalami imannya terus-menerus. Semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul dalam Kristus berhak mengikuti dan mendapatkan Katekese Umat. Umat yang secara pribadi memilih Kristus adalah umat yang dipersatukan dalam sakramen permandian maupun para katekumen (Huber, 1981: 20; bdk. Lalu, 2007: 92).

setiap kesempatan umat berkumpul dapat melaksanakan. Mereka yang berada dalam lingkup keluarga, sekolah, perguruan tinggi maupun dalam kelompok basis tertentu. Katekese Umat. Dalam Catechesi Tradendae art. 44 menyebutkan bahwa katekese selalu memberikan perhatian bagi mereka yang masih belum mengenal Kristen, yang menjauh dari Kristen, maupun bagi mereka yang belum pernah mengalami pembinaan iman. Katekese Umat tidak menuntut bahwa Katekese Umat hanya bisa dilaksanakan lingkup Gereja saja. Katekese Umat merupakan katekese yang ditujukan kepada seluruh umat. “Oleh karena itu katekese diperuntukkan bagi kaum dewasa segala umur, termasuk mereka yang lanjut usia, yang selayaknya beroleh perhatian yang khusus mengingat pengalaman serta masalah-masalah mereka, - tidak kurang dari pada bagi anak-anak, kaum remaja, dan angkatan muda” (CT, art. 45).

e. Pendamping Katekese Umat

Pendamping Katekese Umat juga memiliki peranan yang penting dalam proses pelaksanaan Katekese Umat. Dalam pelaksanaannya, kunci keberhasilan Katekese Umat sebagian terletak pada pendamping Katekese Umat. Peran pendamping dalam Katekese Umat diharapkan dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi peserta katekese, sehingga peserta katekese dapat mengungkapkan dirinya dengan terbuka. Rumusan Katekese Umat dalam PKKI II (Huber, 1981: 15-16) menyebutkan bahwa:

Dalam katekese yang menjemaat ini Pemimpin Katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah pelayan yang siap menciptakan suasana yang komunikatif. Ia membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara terbuka. Katekese Umat menerima banyak jalur komunikasi dalam berkatekese. Tugas mengajar yang dipercayakan kepada hierarki menjamin agar seluruh kekayaan iman berkembang dengan lurus

Rumusan tersebut menjelaskan bahwa peran pendamping dalam Katekese Umat sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator) bagi umat. Seorang pendamping Katekese Umat selalu menghayati contoh Kristus di dalam tugas pelayanannya, ‘Aku di

tengah-tengahmu sebagai pelayan’ (Luk 22:27). Pendamping yang menghayati Kristus dalam tugas perutusannya, adalah pendamping yang baik bagi umatnya. Pendamping mampu mengarahkan pembicaraan umat dalam proses katekese agar tidak menghindarkan diri dari salib dengan menghibur diri dengan pembicaraan yang dangkal. Pendamping hendaknya senantiasa melayani peserta yang mengalami kesulitan dengan selalu memberikan semangat, memuji usaha, meredakan ketegangan maupun menjaga perasaan peserta agar tidak merasa terhina. Pendamping membangun suasana saling mendengarkan dan saling menghargai satu sama lain tanpa pandang bulu (Lalu, 2007: 95). Suasana yang dibangun oleh pendamping tersebut membantu peserta semakin komunikatif dan terbuka, sehingga umat dapat mengungkapkan dirinya tanpa merasa ketakutan dan merasa tidak dihargai (Huber, 1981: 21; bdk. Lalu, 2007: 94). Pendamping juga perlu memberikan masukan yang diperlukan oleh kelompok untuk memenuhi kebutuhan rohani maupun keberlangsungan Katekese Umat. Peran pendamping tidak hanya terhenti pada saat proses pertemuan katekese saja, tetapi pendamping juga harus pandai mengatur waktu dan tempat untuk pertemuan katekese selanjutnya jika kelompok tidak melakukannya (Huber, 1981: 21-22; bdk. Lalu, 2007: 95).

Pendamping Katekese Umat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam berkatekese. Dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, bukan berarti bahwa pendamping Katekese Umat merasa lebih tinggi dibandingkan umat yang didampingi. “Pemimpin Katekese Umat tidak membawa diri sebagai pembesar, yang mengindoktrinasikan bawahannya; pun pula dia tidak mau memberi kesan, seakan-akan dia yang pandai menyampaikan pengetahuan/pandangan kepada para peserta yang bodoh” (Lalu, 2007: 94).

Selain itu, dengan kemampuan yang lebih, pendamping Katekese Umat dapat membantu umat yang sedang merasa kesulitan dalam menjalani hidup. Dengan sikap

peserta katekese dapat terjalin hubungan yang erat dan hangat.

Melihat pandangan diatas, tentunya sangat diharapkan bahwa pendamping katekese sudah mempunyai bekal kemampuan/ketrampilan dalam memberikan katekese kepada umat. Lalu (2007: 96) menuliskan bahwa sebagai pendamping Katekese Umat diharapkan memiliki kemampuan/ketrampilan berkomunikasi dan berefleksi.

1) Kemampuan/ketrampilan dalam berkomunikasi

Komunikasi merupakan salah satu pokok penting dalam pewartaan katekese di tengah umat. Komunikasi yang terjadi dalam Katekese Umat adalah komunikasi antara orang-orang dengan pengalaman tertentu pada situasi tertentu yang dilatarbelakangi kebudayaan tertentu. Kemampuan/ketrampilan dalam berkomunikasi yang diharapkan dari sosok seorang pendamping Katekese Umat, adalah sebagai berikut (Lalu, 2007: 96):

 Mampu berelasi dengan umat sehingga dapat mengajak umat untuk berkumpul, mensharingkan pengalaman imannya lalu bersama-sama dengan pendamping mampu merumuskan suatu tindakan nyata sebagai suatu sikap pertobatan.

 Mampu mengungkapkan diri di tengah umat agar dapat menjadi panutan umat yang lain. Selain pendamping terampil dalam berbicara, pendamping diharapkan juga dapat mendengarkan. Dengan mendengarkan, umat akan merasa dihargai dan diterima oleh pendampingnya.

 Mampu menciptakan suasana yang komunikatif sehingga memudahkan peserta untuk dapat mengungkapkan dirinya dan mengajak peserta untuk dapat mendengarkan peserta lainnya.

2) Kemampuan/ketrampilan berefleksi

Komunikasi antara pendamping dan peserta bukan hanya diartikan sebagai komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik semata, melainkan komunikasi iman. Komunikasi iman bukanlah hanya sekedar informasi belaka, melainkan suatu kesaksian iman baik dari peserta maupun dari pendamping. Itu berarti bahwa pendamping Katekese Umat adalah seorang yang menyadari dan mampu memberi kesaksian tentang pengalaman imannya. Komunikasi iman menuju pada kehadiran Kristus yang dialami dan dihayati oleh umat Kristiani dimana-mana sejak jaman para rasul sesuai dengan pola atau isi Katekese Umat (Lalu, 2007: 96).

f. Suasana Katekese Umat

Suasana Katekese Umat dapat dibangun sesuai yang diharapkan dalam rumusan Katekese Umat dalam PKKI II dengan relasi yang dibangun antara pendamping maupun peserta. Suasana Katekese Umat dalam PKKI II (Huber, 1981: 16) dirumuskan sebagai berikut: “Katekese Umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus-menerus.”

Hubungan yang terjalin antar peserta dalam pertemuan Katekese Umat adalah hubungan setia kawan, yang secara bersama dengan pendamping berjalan menuju Kepenuhan Kristus. Setiap peserta memiliki sumbangannya untuk mengungkapkan pengalaman imannya dan mendengarkan pengalaman iman peserta lain. Para peserta memiliki peran yang sama dalam Katekese Umat, ditandai dengan suasana yang sederajat (Lalu, 2007: 93-94). Peserta Katekese Umat bersama-sama berkumpul dalam pertemuan untuk memahami Kristus dalam hidup sehari-hari tanpa ada paksaan.

mengungkapkan pengalaman imannya (Lalu, 2007: 93).

Katekese Umat mengusahakan suasana tobat dalam setiap pertemuan. Suasana tobat dalam pertemuan katekese ini berlawanan dengan sikap-sikap yang selalu memegahkan diri saat pertemuan katekese dengan kedudukan atau gengsi yang dimiliki oleh peserta. Meremehkan peserta lain dalam proses Katekese Umat bertentangan dengan suasana katekese umat yang sederajat dan saling menghargai dalam rumusan Katekese Umat PKKI II. “Hal ini sesuai dengan cita-cita Paulus: ‘Dalam hal ini tidak lagi diadakan perbedaan antara orang Yahudi, antara hamba dan orang bebas, antara laki-laki dan perempuan. Saudara semuanya satu karena Yesus Kristus’. (Gal 3:28)” (Huber, 1981: 22; bdk. Lalu, 2007: 94).

g. Tujuan Katekese Umat

Adanya Katekese Umat yang berkembang dari jaman ke jaman, tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. PKKI II (Huber, 1981: 16) menegaskan bahwa tujuan Katekese Umat ialah:

 supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari;

 dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari;

 dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita;

 pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta;

 sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.

Kelima rumusan tujuan Katekese Umat tersebut menyoroti tujuan Katekese Umat dari sudut yang berbeda. Ketiga tujuan pertama lebih memperhatikan peserta sendiri, sedangkan kedua tujuan terakhir menegaskan tujuan sebagai Gereja dan

berpuncak pada hidup peserta dalam bermasyarakat (Huber, 1981: 23; bdk. Lalu, 2007: 97).

Tujuan Katekese Umat yang utama adalah membantu peserta untuk semakin sadar, semakin mendalam/utuh. Katekese Umat membantu peserta untuk menempatkan pengalaman religius kembali ke dalam hidup konkret, sehingga membawa peserta pada proses pemanusiaan kristiani. Tobat (metanoia) dalam Katekese Umat adalah mengusahakan kehadiran Allah di tengah-tengah umat, sehingga umat mengalami dan menyadari bahwa seluruh pengalaman hidup di dunia ditebus oleh Kristus dan dipakai oleh Roh Kudus untuk mengantar umat pada Allah Bapa (Huber, 1981: 23; bdk. Lalu, 2007: 97).

Tujuan Katekese Umat ini sejalan dengan tujuan khas katekese yang tertulis dalamCatechesi Tradendae art. 20, “berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristen umat beriman, muda maupun tua”. Apapun yang menjadi tujuan dalam Katekese Umat, selalu bertolak demi pengembangan hidup umat dalam Gereja dan dalam lingkungan masyarakat. Tujuan Katekese Umat adalah merupakan titik yang semestinya dicapai dalam proses Katekese Umat. Di dalam mewujudkan tujuan yang akan dicapai oleh Katekese Umat, maka perlunya keterlibatan antara umat, fasilitator dan para pejabat Gereja.

h. Keunggulan Katekese Umat

Katekese Umat memiliki beberapa keunggulan, yang juga merupakan suatu tanda bahwa Katekese Umat mendapat tempat di hati pendamping dan umat. Katekese Umat ialah katekese dari umat, oleh umat, dan untuk umat. Umat menjadi subyek dalam berkatekese dengan aktif berpikir, aktif berbicara, aktif mengambil keputusan. Katekese umat mampu menumbuhkan rasa percaya diri, kepribadian dan martabat

dan otonom (Lalu, 2007: 103).

Katekese Umat selalu berbicara tentang hidup konkret dalam terang Injil. Hal ini menyadarkan umat pada kehadiran Allah dalam hidup mereka. Katekese Umat senantiasa mengajak peserta secara konkret dan aktual menyadari bahwa Allah hadir dan berkarya dalam hidup nyata mereka (Lalu, 2007: 103).

Katekese Umat berkomunikasi tentang hidup nyata dalam terang iman dan terjadi komunikasi iman itu. Katekese Umat sering pula disebut sebagai komunikasi iman. Semakin umat berkomunikasi iman, umat akan semakin menjadi communio, semakin menjadi Gereja (Lalu, 2007: 103).

Dalam Katekese Umat, peserta berbicara dan berkomunikasi tentang hidup

Dokumen terkait