• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Konservasi Laut Daerah

Dalam dokumen Laporan Perkembangan dan Pencapaian CORE (Halaman 32-41)

C. Komponen Penguatan Kelembagaan & Manajemen Proyek

2. Kawasan Konservasi Laut Daerah

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, pencadangan kawasan konservasi terdiri atas pemerintah, dan pemerintah daerah. Dalam konteks kawasan konservasi, pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi meliputi:(1)perairan laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas

dan/atau ke arah perairan kepulauan; dan (2) kawasan konservasi perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas kabupaten/kota.

Sedangkan pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, meliputi: 1/3 (sepertiga) perairan laut dari wilayah kewenangan pengelolaan provinsi; dan perairan payau dan/atau perairan tawar yang berada dalam wilayah kewenangannya.

Terkait dengan capaian penguatan kelembagaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan ketentuan yang merupakan turunan dari PP No. 60/2007 yakni Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Perairan dan Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan. Peraturan tersebut memuat pengertian Kawasan Konservasi Perairan yakni kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sasaran penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan adalah untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan serta ekosistemnya sehingga dapat terjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumberdaya ikan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Sesuai peraturan tersebut, lembaga pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dapat mengusulkan inisiatif calon kawasan konservasi perairan, selain dapat diusulkan oleh orang perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat. Proses pengajuan usulan insiatif tersebut disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dengan tembusan Gubernur dan Bupati/Walikota terkait; Gubernur dengan tembusan Menteri dan Bupati/Walikota terkait; atau Bupati/Walikota dengan tembusan Menteri dan Gubernur. Berdasarkan usulan inisiatif calon KKP tersebut, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan/memberikan penilaian usulan calon KKP.

Berdasarkan penilaian usulan inisiatif calon KKP, selanjutnya Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan identifikasi dan inventarisasi untuk mengumpulkan data, informasi dan analisis sebagai bahan rekomendasi calon KKP. Setelah identifikasi dan inventarisasi calon KKP dan melalui konsultasi publik, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai

33 dengan kewenangannya memberikan keputusan berupa pencadangan KKP. Gubernur atau Bupati/Walikota mengusulkan kawasan konservasi yang telah dicadangkan kepada Menteri untuk ditetapkan. Tahap terakhir Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan kawasan konservasi perairan (KKP) setelah sebelumnya dilakukan evaluasi penataan batas KKP.

Berhubung di tingkat nasional dan daerah telah dikenal luas atau populer dengan istilah sebelumnya yakni Kawasan Konservasi Laut Daerah, maka dalam penulisan laporan ini yang dimaksud Kawasan Konservasi Laut Daerah adalah memiliki pengertian yang sama dengan istilah Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Daerah sesuai Permen 17/2008.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKLD) di lokasi proyek COREMAP II termasuk tata ruang dan kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan tersebut, dikuikuhkan melalui Peraturan Bupati. Sesuai dengan Project Logical Framework (Logframe) dan hasil persetujuan antara Executing Agency dan ADB pada mid-term review 2009 menyatakan bahwa target pengelolaan 60,000 hektar terumbu karang adalah termasuk ekosistemnya seperti padang lamun dan hutan bakau di dalam dan luar KKLD. Oleh karena itu dilakukan pencadangan KKLD yang diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati.

a) Pencadangan Kawasan Konservasi Laut Daerah

Sebagian besar capaian Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di lokasi program COREMAP II pada tahap penetepan pencadangan. Hingga 2010, terdapat enam penetapan pencadangan KKLD yang telah disahkan melalui SK Bupati yaitu KKLD Kabupaten Nias Selatan, Tapteng, Mentawai, Batam, Bintan dan Natuna sedangkan rencana pengelolaan KKLD baru di lima kabupaten yaitu Tapteng, Mentawai, Batam, Bintan dan Natuna.

Sedangan Rencana Pengelolaan KKLD Kabupaten Nias, hingga 2010 telah dilakukan konsultasi publik, namun pemekaran Nias menjadi tiga kabupaten mendatangkan kendala tersendiri, sehingga Rencana Pengelolaan KKLD di Kab. Nias hingga akhir 2010 belum dikukuhkan. sedangkan rencana pengelolaan KKLD kabupaten Nias Selatan dan Lingga baru mulai disusun tahun 2009. Secara rinci, nomor dan tanggal penetapan KKLD dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3:Pencadangan Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Rencana Pengelolaannya

Lokasi Penetapan

Pencadangan KKLD

Management Plan

Batam SK Walikota No. KPTS. 114/HK/VI/ 2007, 4 Juni 2007

Zonasi:

Zona inti: DPL 13 lokasi Zona Pemanfaatan: Wisata Bahari di P. Abang

Zona Perikanan berkelanjutan: P. Karas

Zona lainnya:

Batam Mariculture Estate Organisasi pengelola KKLD: pembahasan Perwako sdh di tingkat Biro Hukum.

Natuna SK Bupati No. 299 Tahun 2007, 5 September 2007

Zonasi di tiga kawasan : Inti Perikanan berkelanjutan Budidaya ikan Ekowisata Pemanfaatan tradisional Ikan pelagis Pelabuhan

Org. Pengelola KKLD: Sementara Seksi Konservasi di Dinas KP

Bintan SK Bupati No. 261/VIII/2007, 23 Agustus 2007

Review:

Pantai Barat Mapur untuk perikanan berkelanjutan Pantai Timur Bintan untuk zona pemanfaatan

Utara Mapur untuk zona inti Organisasi Pengelola KKLD:. Perbup No. 20 Tanggal 6 Agustus 2010

Lingga

Direview kembali karena delineasi mengacu pada SK Bup Kepri yang lama. Delineasi ulang untuk penetapan SK Bupati Lingga

Delineasi baru telah diajukan ke Bupati, namun karena bahan belum lengkap, dan ada catatan dari Bupati mengenai

wilayah/luasan,Saat ini sedang direview

Mentawai SK Bupati No. 178 Tahun 2006, 11 Desember 2006

Review:

Katurai untuk ekowisata Saibi Samukop utk budidaya ikan, pemancingan dan penggunaan lainnya Saliguma utk budidaya ikan Organisasi Pengelola: Tata batas sudah dilakukan, Seksi

Konservasi di Dinas KP, telah disahkan Perbup. Sudah

diusulkan ke Menteri KP sebagai Taman Wisata Laut

Tapteng

SK Bupati No. 1421/DKP/ 2007, 7 November 2007

Telah dibahas opsi organisasi pengelola KKLD: Tupoksi di bawah Kepala Dinas

35 Perairan di Sitardas, Jago-

jago, dan Tapian Nauli untuk zona perikanan berkelanjutan Pulau Mursala untuk

ekowisata

Rencana perluasan zona inti meliputi P. Mursala, namun krn ada lokasi-lokasi tempat

perlindungan nelayan saat badai dll, maka sdg direvisi

Nias SK Bupati No. 050 /139/K/

2007, 29 Juni 2007 -

Nias Selatan Identifikasi calon KKLD: zona inti Luaha Idano Pono, Hayo, Sifitu Ewali, dan Sibaranum Pono.

Dokumen Management Plan terdapat kekeliruan luasan, karena mengacu pada luasan SK Bupati, luasnya kurang di bawah 10%. Selain itu konsultan pihak ketiga belum memenuhi syarat pelaporan, yakni belum menyerahkan Buku II.

Perkembangan menggembirakan terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pemda Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengeluarkan beberapa kebijakan di antaranya:

a. Surat Keputusan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 523.1/59/PUP.KM/V/2009 tanggal 29 Mei 2009 kepada Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) – DKP tentang usulan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah sebagai Taman Wisata Laut.

b. Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 25 tahun 2008 tanggal 26 November 2009 tentang pembentukan Balai Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Sebagai upaya untuk mempercepat capaian Kawasan Konservasi Laut Daerah, pada 2009 dilakukan Pilot Project KKLD di kabupaten Natuna, Bintan dan Kota Batam. Meskipun masih tahap awal hal ini diharapkan mendorong daerah lainnya untuk mengikuti jalur serupa seperti pilot project tersebut. Sebagai gambaran, berikut luasan terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah terkait dengan ekosistem lainnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4:Ekosistem Terumbu Karang dan lainnya dalam KKLD

Kabupaten Luas (ha) Padang

Lamun Hutan Bakau Terumbu Karang Jumlah Nias Total : 29,000 - 4,000 4,000 Nias Selatan Total : 56.000 - 5,500 5,500 Tapanuli Tengah Total : 81,243 - 1,721 1,721 Mentawai Total : 50,532 - 5,250 5,250 Batam Total : 66,807 4,301 6,402 10,703 Bintan Area I : 116,000 Area II : 356.905 Total : 472,905 2,918 8,896 9,085 20,900 Natuna Area I : 57,937 Area II : 53,987 Area III : 61,776 Total : 173,700 70,176 14,701 84,877 Lingga Redelineasi Total 2,918 83,373 46,659 132,951

b) Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah

Di sejumlah daerah telah tersusun Rencana Pengelolaan (management plan) Kawasan Konservasi Laut daerah (KKLD) enam kabupaten. Meski telah tersusun, namun kesesuaian laporan akhir dengan perangkat panduan rencana pengelolaan KKLD yang telah disusun oleh PMO masih belum sesuai harapan. Oleh karena itu di sejumlah daerah harus dilakukan revisi Rencana Pengelolaan tersebut. Terbatasnya tenaga ahli di bidang konservasi laut merupakan kendala tersendiri bagi daerah untuk memperoleh tenaga konsultan pihak ketiga yang dapat memenuhi harapan. Sejumlah revisi Rencana Pengelolaan dilakukan di sejumlah daerah, meski dengan pendanaan melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD).

Meskipun demikian, berbagai capaian telah dihasilkan daerah, antara lain dengan ditetapkannya organisai pengelola KKLD, dan bahkan sebagian telah mengajukan KKLD yang bersangkutan untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan seperti di Kab. Kepulauan Mentawai.

Dengan adanya capaian RENSTRA dan PERDA Pengelolaan Terumbu karang, bila disimulasikan dalam sebuah peta jalan (roadmap) tentang pengelolaan

37 sumberdaya terumbu karang dan pengelolaan KKLD, maka tampak adanya benang merah dari hasil capaian dari komponen Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan MMA. Tabel berikut menunjukan ilustrasinya:

Tabel 5: Peta Jalan (Roadmap) Penetapan dan Pengelolaan KKLD

Lokasi Renstra Perda Pencadang

an Management Plan Organisasi Pengelola Usulan Penetapan

Batam Draft akhir   

Natuna

   (revisi)

Bintan

    

Lingga

Draft akhir Draft akhir Re-issued SK

Bupati Draft akhir

Mentawai       Tapteng    (revisi zonasi)   Nias / Nias Utara   - Nias Selatan  2011 Delineasi  (revisi)

Meski capaian Rencana Pengelolaan (management plan) KKLD di sebagian besar daerah sudah tercapai, kecuali Nias (Utara, pecahan Kab Nias), dan Lingga, namun dalam tahap efektivitas pengelolaannya tampak masih perlu penguatan. Pada 2010, PMO melakukan penilaian efektivitas pengelolaan KKLD menggunakan alat ukur format isian bernama ScoreCard. Alat sederhana yang disusun WCPA bersama WWF ini dimaksudkan untuk menelusuri tingkat pengelolaan lokasi kawasan konservasi laut, memfasilitasi pelaporan efektivitas pengelolaannya. Kerangka kerja alat ini didasarkan pada gagasan bahwa pengelolaan kawasan konservasi yang baik melalui suatu proses yang terdiri atas enam tahapan, atau elemen, yakni aspek Konteks, Perencanaan, Masukan (input), Proses, Keluaran (output), dan Hasil (outcome)

Meski baru tahap awal, sebagai basis dasar (baseline) bagi penilaian berikutnya, namun hak itu cukup membantu bagi para pengelola KKLD nantinya sebagai tahapan perbaikan pengelolaan terus menerus. Berikut grafik hasil penilian efektivitas KKLD berdasarkan data yang ada.

Hasil survei efektivitas status pengelolaan KKLD menggunakan ScoreCard menunjukkan pengelolaan KKLD rata-rata di bawah 30% untuk seluruh lokasi. Di satu sisi hal ini menunjukkan bahwa sebagai tahap awal pengelolaan telah memiliki modal dasar (baseline) bagi tahap perbaikan pengelolaan berikutnya. Diharapkan pada dua atau tiga tahun ke depan persentase ini dapat mencapai di atas 50%. Bila ditelusuri lebih jauh, dari keenam aspek, dengan rata-rata di bawah 30% adalah aspek Perencanaan (28,57%) dan Masukan (25,51%), sedangkan di atas 30% adalah aspek Keadaan (31,32%), serta Proses (32,57%). Sementara itu, karena KKLD di lokasi COREMAP II pada umumnya baru dibentuk, maka aspek Keluaran belum mendapat skor.

Grafik 1: Efektivitas Pengelolaan KKLD

Namun melalui informasi yang diperoleh dari kajian menggunakan ScoreCard tersebut, dapat menjadi dasar bagi pengelola KKLD dan pemerintah daerah setempat untuk memberikan arah prioritas apa saja yang perlu ditangani bagi perbaikan pengelolaan. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 9.35 12.23 22.30 31.65 27.34 34.53 38.13 10.07 23.20 Skor akhir

39 Grafik 2: Analisis Pengelolaan KKLD per Aspek Penilaian

Sedangkan bila dilihat dari keenam aspek tersebut per lokasi KKLD maka tampak Natuna menonjol dari aspek Hasil dan Keadaan, sedangkan Mentawai dari aspek Perencanaan dan Hasil, serta Bintan menonjol dari aspek Keadaan disusul masing-masing aspek Masukan dan Perencanaan. Gambaran tersebut tampak pada grafik di bawah ini.

Dalam dokumen Laporan Perkembangan dan Pencapaian CORE (Halaman 32-41)

Dokumen terkait