• Tidak ada hasil yang ditemukan

SDM dan Penyuluhan

Dalam dokumen Laporan Perkembangan dan Pencapaian CORE (Halaman 46-51)

Melihat kebutuhan-kebutuhan yang berkembang di lapangan, program COREMAP membutuhkan tenaga penyuluh terutama untuk mengisi kekosongan saat fasilitator/LSM belum dimobilisasi. Sejak 2007 tenaga penyuluh kontrak direkrut di setiap PIU untuk membantu pelaksanaan kegiatan di desa lokasi sasaran dan setiap PIU merekrut dua orang tenaga penyuluh. Atas persetujuan ADB, untuk perpanjangan kontrak penyuluh diperlukan evaluasi atas kinerja mereka selama ini dan hasilnya dikirim kepada PMO untuk diverifikasi. Evaluasi dilakukan oleh PIU

yang dilakukan oleh Kepala Dinas, Koordinator CBM, PPK dan RA dengan format yang telah disediakan oleh PMO dan dari hasil evaluasi tersebut sebagai besar berpeluang melanjutkan kontraknya.

Project Management Office (PMO) telah memberikan pelatihan untuk menambah wawasan tenaga penyuluh tersebut, selain itu PIU juga memberi kesempatan magang di balai pembenihan ikan (BBL/BBIP) sehingga wawasan mereka tentang budidaya lebih meningkat. Pada awalnya di setiap PIU ada penyuluh wanita dan pria tetapi karena kondisi alam yang cukup sulit menyebabkan sebagian besar tenaga penyuluhnya adalah pria, pada saat ini hanya terdapat dua orang penyuluh wanita yaitu di Tapanuli Tengah dan Bintan.

Terbatasnya tenaga penyuluh dengan latar belakang perikanan serta seringnya pergantian personil karena mereka telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadikan peran pendampingan penyuluh di masyarakat kurang berjalan optimal. Selain itu karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM), PIU seringkali memanfaatkan penyuluh untuk membantu PIU dalam menyelesaikan tugas-tugas administrasi di kantor dinas. Padahal jika melihat petunjuk pelaksanaan (Juklak), keberadaan penyuluh semestinya 70% berbanding 30%, artinya keberadaan penyuluh di lapangan minimal mencapai 70%, dan sisanya membantu PIU untuk melakukan koordinasi dan penyelesaian tugas lainnya.

Sementara itu dari sisi monitoring dan evaluasi, laporan rutin dari penyuluh belum secara berkala diserahkan kepada PIU dan PMO. Laporan penyuluh ini sebelum diserahkan ke PIU, dievaluasi terlebih dahulu oleh Regional Advisor (RA) dan koordinator CBM. Mengingat pada 2010 tidak disediakan lagi tenaga fasilitator/LSM sehingga tugas penyuluh semakin lebih luas, maka PMO pada TA 2010 membuat sistem evaluasi baru dan dilaksanakan sendiri oleh PMO termasuk evaluasi di masyarakat dengan bantuan RA dan koordinator CBM tingkat PIU. Hasil evaluasi ini dipakai sebagai referensi PIU untuk merekrut tenaga penyuluh.

Guna meningkatkan kapasitas SDM di daerah maka COREMAP II mengadakan Program Master Degree yang dimulai pada November 2007 dengan waktu pendidikan selama dua tahun melalui sistem sandwich, yaitu kuliah di dalam negeri dan dua semester di luar negeri. Setelah dievaluasi berdasarkan kurikulum yang

47 diajukan, kualitas pengajar dalam materi pengelolaan terumbu karang, kolaborasi dengan universitas di luar negeri serta besaran biayanya, maka pelaksana program ini adalah Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerjasama dengan Universitas di Xiamen – China (khususnya yang dibiayai ADB).

Program ini awalnya diikuti 30 orang tetapi setelah dilakukan seleksi menjadi 25 orang. Beberapa kriteria dalam seleksi tersebut adalah pendidikan minimum adalah D3 dalam bidang perikanan/bidang lainnya, PNS selama dua tahun, umur maksimal 40 thn dgn IP = 2.75, disetujui oleh Bupati/Gubernur, belum pernah mengikuti pendidikan S2 sebelumnya. Tes TOEFL dan TPA yang dikirimkan peserta tidak mempengaruhi rangking karena peserta juga diberikan kursus bahasa Inggris.

Guna meningkatkan pemahaman masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang di masing-masing RCU dan PIU telah dianggarkan kegiatan sosialisasi, untuk bahan sosialisasi di media cetak dan elektronik. Dialog interaktif, wawancara serta pemutaran event-event yang dilakukan COREMAP sedang dilaksanakan. Salah satu contoh yang dilakukan oleh PIU Tapanuli Tengah dengan membina pemuda- pemuda di desa lokasi untuk memanfaatkan radio komunitas yang telah dibangun oleh COREMAP. Bahkan kelompok pemuda yang dibina oleh LPSTK ini telah mendapat kontrak dengan program PNPM Mandiri untuk mensosialisasikan program mereka, dengan demikian radio komunitas tersebut dapat membantu keberlanjutannya dalam biaya pemeliharaan. Di provinsi Sumatera Utara juga telah terbentuk Forum Jurnalis Bahari Indonesia (FORJUBI). FORJUBI menjadi mitra dalam menyampaikan program-program yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang di wilayah Sumatera Utara.

Tabel 7: Peserta Berbagai Pelatihan COREMAP 2004-2009

No Provinsi /Kab PNS LSM Lainnya TOTAL KET

1 Sumatera Utara 107 7 11 125 2004-07 2 Nias 49 2 - 51 2004-07 3 Nias Selatan 127 13 30 170 2004-09 4 Tapanuli Tengah 48 24 68 140 2004-09 5 Sumatera Barat 185 17 202 2004-09 6 Mentawai 281 9 303 593 2004-09 7 Kepulauan Riau n.a n.a n.a - 8 Batam 453 9 - 462 2004-09 9 Bintan 85 60 90 235 2004-08 10 Natuna 155 77 79 311 2004-09 11 Lingga 47 16 3 66 2004-09 Total 1,537 234 584 2,355 2004-2009 Persentase 65% 10% 25% 100% Target 200-300 300-400

Pentingnya pengetahuan dalam pengelolaan terumbu karang dan sumberdaya laut untuk meningkatkan kesejahteraan manusia perlu diperkenalkan kepada anak-anak sekolah mulai sejak sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan atas. Bahan-bahan yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang dan sumberdaya laut sudah disiapkan oleh CRITC – LIPI dan program tersebut rencananya akan masuk dalam program Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melalui muatan lokal (Mulok). Kurikulum pengelolaan sumberdaya kelautan khususnya terumbu karang telah diperkenalkan misalnya di SMP Lahewa, Nias Selatan. Terdapat lebih dari 500 murid SMP mendapat pengajaran tentang hal tersebut yang terbagi dalam dua kelas. Direncanakan buku berisi muatan lokal tentang pentingnya sumberdaya terumbu karang akan tersebar merata di seluruh lokasi proyek hingga akhir 2011.

49

IV.

KOORDINASI PROGRAM DAN MANAJEMEN PENGELOLAAN

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan di daerah, sarana dan prasarana diberikan kepada RCU dan PIU seperti kenderaan operasional, alat pengolah data, dan perlengkapan sekretariat. Sarana pendukung yang sudah diberikan masuk dalam Sistem Akutansi Barang Milik Negara (SABMN). Inventarisasi dan pengelolaan barang-barang tersebut harus diperhatikan oleh PMO, LIPI, RCU dan PIU karena setelah program ini selesai, pihak bank (ADB) akan melakukan evaluasi kembali keberadaan pengelolaan dan peruntukkan barang-barang tersebut.

Sehubungan akan berakhirnya program COREMAP II pada 2011, maka pada 2009 di semua provinsi dan kabupaten sasaran dilaksanakan workshop keberlanjutan program (exit strategy) kecuali Nias Selatan karena ada keterlambatan PIU yang tidak memasukkan kegiatan tersebut dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh komitmen Pemda mengenai keberlanjutan program yang meliputi dukungan SDM, pendanaan, kelembagaan pengelola dan kebijakan pengelolaan terumbu karang daerah. Workshop ini melibatkan PMO, Kepala Daerah, DPRD, Bappeda, Dinas KP dan Bagian Hukum, instansi terkait, TNI-AL, Polair dan LSM.

Hasil dari workshop ini seperti komitmen Pemda dalam memberikan dukungan dana APBD dan penyediaan SDM, memasukkan kebijakan pengelolaan terumbu karang sebagai bagian dari RPJMD, melaksanakan UU dan peraturan terkait pengelolaan terumbu karang, membentuk Komisi Pengelola Terumbu Karang Daerah dan Lembaga Pengelola KKLD, menetapkan LPSTK, Pokmas, Pokmaswas dan motivator desa sebagai mitra Pemda dalam pengelolaan terumbu karang di tingkat desa, pelaksanaan MCS dan penegakan hukum, memberikan bantuan teknis kepada LPSTK dan Pokmas serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat pesisir serta melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi.

Akibat pemekaran di Kabupaten Nias pada akhir 2008 menjadi tiga kabupaten dan satu kota, sehingga cukup berdampak bagi pelaksanaan kegiatan di sana karena desa lokasi sebagian berada di wilayah Kabupaten Nias Utara dan sebagian lagi berada di Kabupaten Nias Barat, sementara Satker/PIU Nias tidak ada lagi. Hasil pertemuan dengan ADB, Bappenas, Depdagri pada saat Review Mission

ADB memutuskan bahwa alokasi anggaran dan kegiatan di Nias Barat dan Nias Utara untuk sementara dimasukkan dalam anggaran RCU Sumatera Utara. Hal ini karena selain daerah tersebut adalah binaan Sumatera Utara juga manajemen pemerintahan belum terbentuk dan proses untuk membuat Satker/PIU baru membutuhkan waktu. Hasil Review Mission 2009 dibahas kembali di Medan dengan melibatkan PMO, Bappenas dan Depdagri yang memutuskan pelaksanaan tetap oleh Sumatera Utara dengan melibatkan dinas terkait karena walaupun Dinas Kelautan dan Perikanan sudah terbentuk tetapi SDM pelaksana sangat minim dan masih perlu pelatihan.

Dalam dokumen Laporan Perkembangan dan Pencapaian CORE (Halaman 46-51)

Dokumen terkait