• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kawasan Konservasi dan Fungsinya

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) 1994 mendefinisikan kawasan dilindungi (proected area) adalah suatu areal, baik darat dan atau laut yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya dan dikelola melalui upaya- upaya legal atau suatu upaya yang efektif. Terdapat lebih dari 140 kategori kawasan konservasi yang dipakai di berbagai negara sehingga terdapat kesulitan dalam mengkomunikasikannya dari satu negara ke negara lain. Berdasarkan hasil proses diskusi yang panjang, sejak diperkenalkannya definisi Taman Nasional (National Park) pada tahun 1969, IUCN berhasil mengelompokkan kawasan konservasi menjadi enam kategori seperti disajikan pada Tabel 1 dan lebih lanjut, pengkategorian tersebut dikaji kembali dalam konvensi IUCN pada tahun 1994. Tabel 1 Kategori kawasan konservasi dan status perlindungan

Kategori Status perlindungan

I. Strict Nature Reserve/Wilderness Area,

Ia = strict nature reserva; Ib = wilderness area

II. National Park

III. Natural Monument

IV. Habitat/Spesies Management Area

V. Protected Landscape/Seascape

VI. Managed Resource Protected Area

Sumber : (IUCN 1994)

Kategori I

Suatu area baik daratan maupun laut memiliki atau mewakili beberapa tipe ekosistem, karakteristik geologi, fisiologis dan / atau keberadaan suatu spesies utama yang dapat digunakan untuk penelitian dan / atau pemantauan lingkungan. Karakteristik keaslian wilayah yang dimaksud tidak dimodifikasi atau dapat dimodifikasi sedikit namun mempertahankan karakter keasliannya dan modifikasi yang dilakukan tidak megaggu proses kehidupan alami di dalamnya.

Kategori II

Sebuah wilayah alami baik berupa daratan dan / atau laut yang ditetapkan untuk (a) melindungi integritas ekologi satu atau lebih jenis ekosistem untuk generasi sekarang dan mendatang; (b) menghentikan eksploitasi atau pengalihfungsian lahan, dan (c) memberikan fasilitasi akses bagi kegiatan spiritual, ilmiah, pendidikan, rekreasi yang berwawasan lingkungan.

Kategori III

Suatu daerah yang memiliki satu atau lebih komponen alam atau budaya yang khas dan unik tertentu, memiliki nilai kelangkaan atau estetika kualitas atau signifikansi budaya.

Kategori IV

Suatu area berupa daratan dan atau laut yang mmeperbolehkan adanya intervensi pengelolaan aktif untuk tujuan pemeliharaan habitat dan / atau untuk memenuhi persyaratan kondisi habitat bagi suatu spesies tertentu.

Kategori V

Suatu wilayah pesisir (pantai dan laut), di mana interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu telah menghasilkan suatu keunikan secara estetika tertentu mencakup nilai ekologi dan budaya dan juga terkadang suatu estetika yan berkaitan dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati.

Kategori VI

Suatu area yang mayoritas wilayahnya masih alami (tidak dimodifikasi) untuk memastikan perlindungan jangka panjang dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan pada saat yang bersamaan juga dapat menyediakan produk-produk alam dan jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengelompokan kategori kawasan berdasarkan tujuan pengelolaan masing-masing kawasan bisa dijelaskan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Kategori kawasan konservasi berdasarkan tujuan pengelolaan

Tujuan Pengelolaan Kategori Kawasan

Ia Ib II III IV V VI

Penelitian ilmiah 1 3 2 2 2 2 3

Perlindungan satwa liar 2 1 2 3 3 - 2

Pemeliharaan keanekaragaman spesies dan genetik 1 2 1 1 1 2 1 Pemeliharaan jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1 Perlindungan sumberdaya alam spesifik dan perkembangan

budaya

- - 2 1 3 1 3

Wisata dan rekreasi - - - 1 3 1 3

Pendidikan - - - 2 2 2 3

Kelestarian sumberdaya alam dalam sistem alami - - - - 2 2 1 Memelihara sifat tradisional - - - 1 2 Keterangan:

1 = tujuan primer 2 = tujuan sekunder

3 = berpotensi menjadi sebuah tujuan dan - = tidak relevan

Istilah ”kawasan konservasi” yang digunakan dalam tulisan ini merujuk pada “kawasan pelestarian alam” yang tercantum dalam Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Berdasarkan Undang- undang tersebut dapat dibuat batasan bahwa kawasan konservasi adalah kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memelihara proses alami antara unsur hayati dan non hayati yang merupakan sistem penyangga kehidupan.

Kawasan konservasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: (1) kawasan pelestarian alam dan (2) kawasan suaka alam. Secara detail pembagian tersebut berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 bisa dijelaskan sebagai berikut.

1. Kawasan Suaka Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan suaka alam ada dua macam yaitu (1) Cagar Alam dan (2) Suaka Margasatwa yang biasanya lebih ditujukan untuk perlindungan satwa.

2. Kawasan Pelestarian Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam ada tiga macam yaitu: (1) Taman Nasional; (2) Taman Hutan Raya; dan (3) Taman Wisata Alam.

Ketentuan mengenai kawasan konservasi cukup detil dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tetapi beberapa peraturan perundang- undangan lain membuat klasifikasi atau istilah yang berbeda. Hal tersebut misalnya terlihat dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 yang menggunakan istilah ”kawasan lindung” dan membaginya dalam 4 jenis yaitu: (1) Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya; (2) Kawasan perlindungan setempat; (3) Kawasan rawan bencana alam; dan (4) Kawasan suaka alam dan cagar budaya. Undang-Undang No 41 tahun 1999 menggunakan istilah

”kawasan hutan konservasi” yang dibagi dalam tiga jenis kawasan yaitu: hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Undang-Undang No 24 Tahun 1994 mengenai Penataan Ruang membagi tiga jenis kawasan yaitu (1) Kawasan Lindung; (2) Kawasan Budidaya; dan (3) Kawasan dengan Peruntukan Khusus.

Perbedaan-perbedaan istilah dan definisi tersebut terkadang menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sebab setiap istilah didukung oleh dasar argumen yang kuat dan implementasinya biasanya dilakukan oleh sektor yang berbeda. Beberapa upaya harmonisasi antar sektor terus dilakukan sehingga dalam beberapa level pemangku kepentingan misalnya di nasional, daerah, atau tingkat program dapat terjadi kompromi.

Tujuan pengelolaan kawasan konservasi diturunkan dari kriteria fungsi kawasan yang terdapat dalam Undang-Undang No 5. Tahun 1990 yaitu sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan secara lestari. Tujuan pengelolaan kawasan konservasi tersebut adalah:

1. Terwujudnya kegiatan pengelolaan kawasan konservasi dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berazaskan kelestarian.

2. Terjaganya fungsi kawasan konservasi yang optimal bagi kemakmuran masyarakat di dalam dan di sekitarnya,

3. Terkendalinya keseimbangan populasi flora dan fauna hidupan liar dan proses- proses alami di dalam maupun di luar kawasan konservasi.

4. Terkendalinya pemanfaatan flora dan fauna hidupan liar, jasa wisata alam dan lingkungan secara bijaksana dan berkelanjutan untuk kepentingan pembangunan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. 5. Terwujudnya pola kemitraan dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan

konservasi dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang terdapat di dalam kawasan konservasi.

Selama sepuluh tahun terakhir terjadi perubahan besar-besaran dalam paradigma pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini antara lain dipicu oleh munculnya issu pengelolaan yang baru maupun penemuan-penemuan ilmiah berkaitan dengan sifat biosfisik seperti perubahan iklim. Perubahan tersebut terjadi di semua tingkat pengelolaan, internasional, regional, nasional, dan daerah (Komite Nasional Pengelolaan Lahan Basah 2004).

Perbedaan-perbedaan istilah dan definisi tersebut menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sebab setiap istilah didukung oleh dasar argumen yang kuat dan implementasinya biasanya dilakukan oleh sektor yang berbeda. Beberapa upaya harmonisasi antar sektor terus dilakukan sehingga dalam beberapa level pemangku kepentingan misalnya di nasional, daerah, atau tingkat program dapat terjadi kompromi.

Dokumen terkait