• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Valuasi Sumberdaya Pesisir

5.2.1 Nilai Manfaat (Use Value)

1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) b. Produksi Perikanan (Budidaya dan Tangkap)

Komoditas perikanan yang dibudidayakan pada di lokasi penelitian pada umumnya adalah ikan bandeng (Chanos chanos) dan sebagian kecil (0,1 %) petambak membudiayakan rumput. Panen bandeng dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun sedangkan untuk rumput laut dipanen lima kali dalam setahun, sehingga pendapatan harian petambak didapatkan dari hasil tangkapan alami berupa windu (Penaeus monodon), udang putih (P.merguienis); udang jari (Acetes indicus) dan kepiting bakau (Scylla cerata).

Budidaya Ikan Bandeng

Budidaya bandeng di Kelurahan Sawah Luhur sudah banyak dilakukan sejak tahuan 1970-an. Seiring dengan menjamurnya tambak udang pada akhir tahun 1980-an, banyak tambak-tambak di Kelurahan Sawah Luhur beralih membudidayakan udang windu baik dengan pola tradisional (tanpa input pakan buatan dan kincir air) maupun pola intensif yang dikelola oleh suatu industri besar (dengan input pakan buatan dan menggunakan kincir). Namun demikian merebaknya penyakit udang (white spot) membuat tambak-tambak udang tersebut merugi hingga mulai tahun 2000-an banyak petambak dan pemilik tambak memutuskan untuk beralih kembali membudidayakan bandeng dengan sistem tradisional.

Masyarakat Kelurahan Sawah Luhur berasumsi budidaya bandeng jauh lebih aman dibandingkan dengan udang dari sisi finansial, karena bandeng lebih toleran terhadap perubahan lingkungan dan biaya operasional jauh lebih kecil karena bandeng dapat dibudidayakan tanpa input pakan dan harga bibit ikan bandeng (nener) dua kali lipat lebih murah dari pada bibit udang (benur). Dalam satu siklus produksi, panen dilakukan dua hingga tiga kali. Panen secara parsial atau sedikit-sedikit tersebut dikenal dengan istilah “oyos”. Panen Oyos dilakukan agar petambak segera mendapat pendapatan guna memenuhi kebutuhan harian. Jumlah ikan bandeng yang diambil saat panen oyos berkisar 25% dari ikan yang

dibudidayakan sedangkan 75% lainnya akan terus dirawat hingga mencapai ukuran empat ekor bandeng dalam 1kg atau dikenal dengan istilah size 4.

Perikanan Tangkap

Penangkapan udang alam dilakukan dengan menggunakan bubu yang dipasang pada pintu air tambak. Metode ini sangat mengandalkan pasang surut air laut. Bubu dipasang ketika air pasang dengan posisi mulut bubu menghadap ke arah dalam tambak. Ketika air surut aliran air akan keluar masuk kedalam bubu meninggalkan tambak. Dalam satu bulan, efektif udang alam dapat dipanen untuk dijual hanya selama empat belas malam. Jenis udang yang didapat dari bubu meliputi Udang windu (Penaeus monodon), udang putih (P.merguienis), udang jari (Acetes indicus), dan jenis kepiting bakau (Scylla cerata).

Rumput Laut

Rumput laut di Kelurahan Sawah Luhur mulai dibudidayakan di beberapa tambak pada tahun 2007. Panen rumput laut per hektar dapat mencapai 2 ton, dipanen sebulan sekali dan dalam setahun rata-rata dapat dilakukan lima kali pemanenan. Rumput laut yang dipanen dijual kepada pedagang pengumpul di Kelurahan Kemayungan yang berjarak sekitar 5km. Budidaya bandeng dan rumput laut dalam satu petak tambak memberikan dampak yang saling menguntungkan karena bandeng akan membersihkan rumput laut dari alga-alga yang menempel dengan cara memakannya sedangkan rumput laut pada siang hari dapat berfotosintesis dan menghasilkan oksigen terlarut di air yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bandeng dan fauna akuatik lainnya.

Pada perhitungan valuasi ekonomi, nilai budidaya rumput laut tidak dimasukkan ke dalam perhitungan, karena secara general tidak secara signifikan berpengaruh terhadap sebagian besar pendapatan petambak di Kelurahan Sawah Luhur karena baru sekitar 1% saja dari total petambak yang membudidayakan rumput laut. Padahal bila dilihat dari pendapatan yang dihasilkan cukup besar yaitu pendapatan kotor dapat mencapai Rp 17.500.000/tahun/hektar atau berkisar Rp 1.450.000 /bulan/hektar..

Tabel 9 Biaya Produksi dan Pendapatan Kotor Budidaya Perikanan dan Perikanan Tangkap di CAPD dan Tambak sekitarnya

Pendapatan Kotor Panen

(kg/ha/panen) Frekuensi panen pertahun (kali) Harga(Rp) Pendapatan kotor (Rp/ tahun/hektar) Budidaya bandeng 270 2,6 11.000 7.722.000 Kepiting bakau (Scylla cerata) 1 168 30.000 5.040.000 Udang windu (Penaeus monodon), 0,5 168 55.000 4.620.000 Udang jari (Acetes indicus) & udang putih 2 168 21.500 7.224.000

Pendapatan Kotor budidaya bandeng & perikanan tangkap 24.606.000

Biaya Produksi budidaya bandeng

Biaya (Rp)/ ha/ siklus Biaya (Rp)/ ha/ tahun

variable costs

Upah kerja : ([Gross income-modal]/3) * 2,6 (Pekerja mendapat upah 1/3 dari keuntungan yang didapat)

([7.722.000-4.594.500]/3) = 1.042.500

400.961 1.042.500

Agro input (benih ikan, pupuk, pakan) 1.246.500 3.246.500

Perlengkapan 46.000 96.000

fixed costs

Sewa tambak 384.615 1.000.000

PBB 20.000 52.000

Pondok 76.923 200.000

Total Biaya Produksi Budidaya Bandeng & biaya operasional tangkapan alami

3.997.538 11.265.000

Pendapatan bersih per tahun (Rp)/ha 13.341.000

c. Nilai Tegakan Kayu Mangrove

Perkiraan nilai tegakan mangrove diperoleh dari transfer nilai dari pemanfaatan tegakan kayu sebagai kayu bakar. Tidak digunakannya sebagai bahan bangunan karena pasti membutuhkan volume yang besar sehingga tidak bisa dilakukan mengingat ketatnya penjaagaan Cagar Alam jika untuk pemanfaatan dalam skala besar. Walaupun demikian tetap saja pencurian kayu baik hanya berupa kayu kering maupun penebangan ranting vegetasi yang masih hidup sering dilakukan di dalam kawasan terutama oleh ibu-ibu dengan alasan untuk dijadikan kayu bakar. Polisi jagawana sulit untuk melarang dengan kasar karena alasan rasa iba, namun hal tersebut dapat disiasati bahwa tidak boleh menebang namun bisa mengambil dahan-dahan kayu/ pohon yang sudah mati dan kering.

Kepadatan rata-rata mangrove di dalam kawasan CAPD dihitung dengan menggunakan transek dengan ukuran 20x20m, sehingga didapatkan jumlah mangrove adalah 430 individu per hektar. Penampang melintang rata-rata dari mangrove yang ada di semua transek pengamatan adalah 231,12cm2 dengan ketinggian rata-rata dari pohon adalah 881,73cm. Volume kayu dihitung dengan cara mengalikan luas penampang melintang rata-rata dengan tinggi rata-rata, dikalikan kepadatan pohon per hektar.

Didapatkan nilai volume kayu 87, 63m3 untuk setiap hektar mangrove. Hasil interpretasi citra didapatkan bahwa luas mangrove di Cagar Alam Pulau Dua 28,6 hektar, sehingga total potensi volume kayu yang dapat diusahakan adalah sebanyak 2.506 m3. Untuk mendapatkan kekonsistenan dalam penghitungan digunakan satuan waktu selama satu tahun. Jika diasumsikan kayu mangrove baru dapat dipanen setelah sepuluh tahun, maka nilai total volume kayu per hektar dibagi sepuluh tahun. Harga kayu bakar rata-rata di Kelurahan Sawah Luhur adalah Rp.25.000/m3. Mangrove digunakan untuk tujuan subsisten dan tidak dijual secara komersial sehingga upah bayangan untuk mengumpulkan kayu bakau tidak termasuk dalam penghitungan.

Total Nilai Ekonomi Manfaat Langsung (Direct Use Value)

Valuasi ekonomi produk perikanan budidaya dan tangkapan alami bandeng mencakup baik variabel dan biaya tetap sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Biaya variabel dalam penelitian ini mencakup biaya tenaga agro input yaitu bibit, pakan, pupuk, pestisida, biaya peralatan, yang meliputi pemeliharaan dan pembaruan peralatan. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) mencakup sewa tambak, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dibayarkan setiap tahunnya kepada pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pajak dan biaya penyusutan lahan (Menkveld and Firmenich 2009). Penghitungan total Nilai Pendapatan Bersih Net Present Value (NPV) dari manfaat ekosistem mangrove di CAPD dan tambak sekitarnya dari semua produk akuakultur dan tangkapan alami rata-rata tahunan serta potensi tegakan kayu disajikan pada Tabel 10.

Volume kayu = (Luas penampang melintang rata-rata) x (tinggi rata-rata) x (kepadatan pohon per hektar)

Tabel 10 Total Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Mangrove di CAPD dan Tambak Unit Nilai Pendapatan Bersih (NPV)

(Rp/ha/tahun)

Budidaya bandeng & Perikanan tangkap 13.341.000

Tegakan kayu 2.190.694

Total 15.531.694

3. Nilai Manfaat Tidak Langsung (In Direct Use Value)

a. Pelindung Pantai dari Abrasi

Penilaian nilai manfaat tidak langsung dari fungsi mangrove dalam meredam abrasi pantai dihitung melalui pendekatan replacement cost dengan mengkuantifikasi biaya yang harus dikeluarkan jika harus menggunakan pendekatan hard enginering seperti tembok laut (sea wall) ataupun pemecah obak (break water). Penanggulangan abrasi pantai tentu sangat tergantung dari karakteristik hidrooseanografi dari gelombang maupun arus menyusur pantai itu sendiri, bisa jadi tidak hanya cukup dengan keberadaan mangrove saja untuk menanggulangi abrasi, kemungkinan harus menggunakan dua pendekatan hard enginering dengan keberadaan mangrove juga dapat dilakukan.

Akar mangrove yang mencuat dan berada di atas permukaan substart dapat mengikat atau menjebak sedimen (sediment trap) sehingga menambah luasan daratan. Morfologi perakaran, dan batang mangrove yang kokoh dapat meredam hempasan gelombang dan gerusan air laut. Menurut Aprilwati (2001) untuk membangun breakwater berukuran 1x10mx 2m dengan penyusutan 7.16 % pertahun adalah Rp. 4.462.013, 81. Sehingga jika membangun pelindung pantai di Kelurahan Sawah Luhur sepanjang 3,5km guna menghadapi abrasi dengan umur ketahanan selama 10 tahun diperlukan biaya sebesar Rp. 1.216.912.857, sedangkan untuk panjang pantai 1000m (1km) dibutuhkan biaya Rp 405.637.619

b. Penyerap Karbon

Estimasi cadangan karbon pada vegetasi mangrove di CAPD digunakan referensi digunakan acuan penelitian Donate (2011) pada berbagai ekosistem mangrove di Indo Pasifik. Donate (2011) menghitung stok karbon pada ekosistem mangrove above dan below ground (pohon, understorey, serasah, nekromasa) didapatkan nilai 1023 Mg karbon (C) per hektar. Hasil interpretasi citra

didapatkan luasan vegetasi mangrove di CAPD 28,6 hektar sehingga dapat diestimasi total cadangan karbon di CAPD adalah 29.258 Mg karbon.

Terdapat harga yang sangat bervariasi mengenai harga karbon yang diperdagangkan di pasar voluntary market saat ini, mulai dari USD 0,1/Ton yang diperdagangkan oleh Chicago Market Exchange, hingga sekitar USD 31/ton untuk karbon yang diperdagangkan di voluntary market Australia. Di pasar volutary Selandia Baru sendiri harganya adalah sekitar USD 17/Ton karbon (http://www.carbonfarming .org.nz/). Berdasarkan informasi tersebut maka pendugaan nilai pasar stok karbon di CAPD, menggunakan asumsi bahwa harga karbon di pasar voluntary adalah sekitar USD 15/Ton, sehingga harga cadangan total karbon CAPD adalah sekitar USD 438.867 atau setara dengan Rp. 3.949.803.000 (kurs 1 USD setara dengan Rp 9000).

Estimasi umur mangrove di CAPD dari tahun 1972 (mulai ditanam atau tumbuh secara alami) hingga dengan saat pengukuran (2009) adalah 37 tahun. Sehingga nilai moneter potensi penyerapan karbon pertahun hasil perhitungan cadangan karbon dibagi umur pohon, didapatkan nilai 27,65 Mg karbon (C) per hektar/ tahun. Nilai uang dari cadangan karbon tersebut per hektar/tahun adalah 414,75 USD atau setara dengan Rp 3.732.750/hektar/tahun

Tabel 11 Nilai Manfaat Tidak Langsung Jasa Lingkungan Mangrove di CAPD dan Tambak Sekitarnya

Jasa lingkungan Metode penghitungan Nilai ekonomi (Rp/ha)

Kontrol abrasi replacement cost 405.637.619

Penyerap karbon factor income 3.732.750

Total 409.370.369

5.2.2 Nilai Bukan Pemanfaatan (Non Use Value)

Dokumen terkait