• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI UPAYA KESEHATAN

RAWAT JALAN RAWAT INAP RAWAT JALAN RAWAT INAP

D. KEADAAN LINGKUNGAN

Kesehatan lingkungan menjadi faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan bahkan menjadi unsur pokok dalam kehidupan sosial penduduk kemasyarakatan. Lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehtaan masyarakat, melainkan juga untuk kenyamanan dan efisiensi hidup. Bentuk permasalahan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari kondisi lingkungan sekitar yang melingkupi suatu wilayah.

Pencemaran lingkungan di perkotaan belum terlepas dari permasalahan ragam dan kualitas sanitasi dasar, pembuangan limbah rumah tangga, sampah domestik, dan penyedian air bersih. Masyarakat yang hidup dalam kualitas lingkungan yang baik dan bersih dapat hidup dengan kualitas kesehatan yang lebih baik. Akan tetapi wilayah perkotaan juga mengemban beban dampak pencemaran lingkungan akibat perkembangan teknologi dan pemanasan global seperti pencemaran partikel debu, bahan dan buangan kimia, sampai radiasi dan gelombang elektro magnetik berimbas pada meningkatnya emisi karbon, gas rumah kaca yang pada gilirannya menurunkan kualitas lingkungan serta kesehatan dan kesinambungan hidup manusia. Di Kota Bandung penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan Diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakit di seluruh Puskesmas di Kota Bandung. Untuk melihat kondisi kesehatan lingkungan di Kota Bandung dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. RUMAH SEHAT

Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar keseahtan penghuninya.

Rumah sehat melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi, bangunan, penggunaan dan pemeliharan rumah di lingkungan sekitarnya.

Pendataan penilaian rumah sehat pada tahun 2014 yang dilakukan oleh sanitarian di puskesmas mendapatkan hasil sbagai berikut : terdapat 405.867 rumah yang ada di Kota Bandung dengan 305.572 rumah dibina atau 75,29%. Terhadap pembinaan tersebut rumah yang dapat dikategorikan sehat sebanyak 1.993 rumah sehingga total rumah dengan status rumah sehat sejumlah 299.346 rumah atau

73,75 %. Jumlah Rumah Sehat tahun 2014 bila dibandingkan dengan tahun lalu mengalami peningkatan sebesar 0,29 %. Berikut ini grafik yang menjelaskan mengenai persentase cakupan rumah sehat di Kota Bandung Tahun 2014.

GRAFIKIV.30

PERSENTASE RUMAH SEHAT DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2014

Permasalah perumahan sehat di Kota Bandung tidak terlepas dari berbagai faktor seperti kepadatan penduduk, banyaknya kantong daerah kumuh, kebijakan dan pengawasan tata kota, dan angka migrasi / mobilitas penduduk yang tinggi. Selanjutnya perkembangan Persentase Rumah Sehat dari tahun ke tahun di Kota Bandung dapat dilihat dari grafik di bawah ini. Selanjutnya peta Persentase Rumah Sehat di Kota Bandung tahun 2014 dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

73.75 26.25

PERSENTASE RUMAH SEHAT PERSENTASE RUMAH TAK SEHAT

GAMBAR IV.19

PERSENTASE RUMAH SEHAT DI KECAMATAN DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2014

Persentase rumah sehat terbesar ada di Kecamatan Bojongloa Kidul (88,17%), Sukasari (85,29%), dan Cibeunying Kaler (83,58%).

Sedangkan Kecamatan dengan persentase rumah sehat paling kecil terdapat di Kecamatan Bojongloa Kaler dengan besaran 61,84 %.

2. PENGGUNAAN AIR BERSIH

Air bersih sangat diperlukan sebagai sumber kehidupan dan kebutuhan pokok berkelanjutan bagi manusia yang harus dipenuhi dan tidak bisa diganti dengan yang lain. Selain itu, air bersih penting untuk kesehatan masyarakat dan sanitasi. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang makin terbatas dapat menimbulkan penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Air bersih bisa didapat daril ledeng/PDAM

(sistem perpipaan), sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan air hujan, air kemasan dan lainnya yang bukan sistem perpipaan.

Kondisi penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum (layak) di Kota Bandung dibedakan atas akses bukan dengan jaringan perpipaan dan akses dengan jaringan perpipaan yakni PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Sumber akses bukan perpipaan dengan kondisinya yang memenuhi syarat terdiri dari Sumur Gali Terlindung sebanyak 42.934 sarana, Sumur Gali dengan Pompa sebanyak 11.965 sarana, Sumur BOR dengan Pompa sebanyak 30.657, Mata Air Terlindung sebanyak 99 sarana, Penampung Air Hujan 69 sebanyak sarana. Sedangkan sumber akses perpipaan (PDAM dan BPSPAM) dan kondisinya yang memenuhi syarat sebanyak 119.339 sarana. Jumlah total penduduk Kota Bandung yang memiliki akses air bersih dan minum tahun 2014 sebesar 1.753.287 penduduk dengan persentase 68,08%.

3. SARANA SANITASI DASAR

Ketersedian akses terhadap fasilitas sanitasi dasar mengurangi pencemaran lingkungan terlebih memperbaiki perilaku masyarakatnya, sehingga suatu daerah memiliki kualitas lingkungan fisik yang bersih.

Dampaknya akan membuat masyarakat lebih sehat dan tingkat kesakitan akibat buruknya sanitasi dapat dikurangi.

Kondisi penduduk akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) di Kota Bandung diuraikan sebagaimana berikut ini.

Jumlah jenis sarana jamban leher angsa di Kota Bandung sejumlah 385.002 sarana dengan 2.396.889 penduduk penggunanya dari estimasi penduduk 2.575.478 jiwa atau sebanyak 93,07%. Jenis jamban leher angsa yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 213.444 sarana (55,44%) dari sarana leher angsa yang ada dengan 1.644.126 penggunanya atau sebesar 63,84 % pengguna jamban leher angsa. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, besaran penduduk akses sanitasi dasar yang sehat (jamban sehat) adalah sebanyak 68,38 %, sehingga terdapat penurunan cakupan penduduk akses sarana sanitasi dasar 4,54%.

Masih rendahnya kondisi jamban yang memenuhi syarat dikarenakan masih banyak jamban dengan kondisi fisiknya bagus akan tetapi limbah domestiknya dibuang ke sungai begitu saja tanpa melalui saluran atau penampungan pembuangan yang seharusnya. Hal tersebut menjadi tugas pemerintah untuk mengerakan perhatian program yang berhubungan dengan masalah pembuangan limbah.

Akses sanitasi dasar juga menjadi indikator dalam Millenium Development Goal’s (MDG’s) dan indikator penting pada RPJMN

bidang kesehatan melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Poin pertama dalam STBM adalah ODF (open defection free) atau bebas dari BAB sembarangan. Program-program pemerintah Kota Bandung yang dijalankan dan berwawsan lingkungan antara lain adalah bendungan penjernih air di daerah aliran sungai (DAS) dan penurunan tingkat pemukiman kumuh. Program lain yang mengikutsertakan masyarakat, relawan, unsur kewilayahan, dan TNI yang bertujuan menjaga kebersihan lingkungan yaitu Bebersih Bandung.

Wilayah dengan persentase penduduk akses sarana sanitasi dasar berjenis jamban leher angsa sehat terbanyak ada di Kecamatan Antapani (82,15 %), Bandung Wetan (79,67 %), dan Buahbatu dengan 74,00%. Wilayah dengan persentase penduduk akses sarana sanitasi dasar jamban leher angsa sehat trekecil ada di Kecamatan Sukajadi dengan persentase penggunaan 36,54 %. Peta wilayah kecamatan dengan persentase jamban sehat di Kota Bandung tahun 2014 sebagaimana di bawah ini.

GAMBAR IV.20

PETA CAKUPAN PERSENTASE PENDUDUK AKSES SANITASI DASAR (JAMBAN SEHAT ) DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota BandungTahun 2014

4. TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGELOLAAN MAKANAN SEHAT

Penilaian keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat dilakukan terhadap beberapa hal seperti kepemilikan akses air bersih, persentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, dan tempat umum dan pengolahahn makanan (TUPM). Makanan dan minuman, merupakan kebutuhan pokok dan sumber utama kehidupan manusia dapat menjadi media efektif dalam penularan penyakIt saluran pencernaan (food bone deseases) bila tak dikelola dengan baik. Tempat–tempat umum dan pengelolaan makanan seperti hotel, restoran, rumah makan, pasar dan lainnya perlu terus dipantau dan dibina tentang keadaan lingkungan dan upaya untuk menciptakan lingkungan sehatnya secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.

Pendataan dan pembinaan kepada para pengelola makanan di Kota Bandung tahun 2014 dilakukan kepada semua (100,00%) para pengelola makanan yang belum berstatus sehat. Dari hasil pendataan

dan pembinaan yang dilakukan oleh sanitarian puskesmas terhadap tempat pengelolaan makanan menjelaskan bahawa terdapat 4.049 tempat pengelola makanan (TPM) dan 608 (15,02%) diantaranya telah memenuhi syarat hygiene sanitasi. Angka ini menurun dari tahun 2013 yang dapat mencapai 2.858 TPM dengan persentase 61,17%.

Berikut ini tabel yang menjelaskan mengenai persentase tempat-tempat umum di Kota Bandung Tahun 2014.

TABEL IV.6

TEMPAT PENGOLAAN MAKANAN (TPM) SEHAT DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014

KETERANGAN

Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan kota Bandung Tahun 2014

Tempat-tempat umum (TTU) merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang dan berpotensi menjadi tempat persebaran penyakit. TTU meliputi terminal, pasar, tempat ibadah, station, tempat rekreasi, dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang diulas dalam profil ini adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan hotel yang totalnya berjumlah sebanyak 1.721 titik. Sebanyak 1.242 atau 72,17 % diantaranya telah memenuhi syarat. Persentase TTU mmenuhi sayarat tahun 2014 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 71,77 %. Rincian besaran persentase titik-titik TTU yang memenuhi syarat dapat diperhatikan melalui tabel di bawah ini.

Dokumen terkait