Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. KPA merupakan salah satu bentuk dari hutan konservasi yaitu hutan dengan ciri khas tertentu dan mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa serta ekosistemnya. Kawasan ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174/Kpts-II/2003 Tanggal 10 Juni 2003 dengan luas kawasan 21,975 hektar. Kawasan ini dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) dan secara administrasi terletak di Propinsi Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi dan secara geografis terletak antara 106o44’35” BT – 107o03’10” BT dan 06o47’45” LS – 06o17’30” LS. Batas kawasan ini adalah : 1) Sebelah utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor; 2) Sebelah barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor; 3) Sebelah selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi; dan 4) Sebelah timur : Wilayah Kabupaten Cianjur. Sejak tahun 2007 berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 status (BTNGP) berubah menjadi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP).
Pada tahun 2009, kawasan ini mendapat perluasan setelah adanya serah terima kawasan dari Perum Perhutani kepada TNGGP berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Nomor : 002/BAST-HUKAMAS/III/2009 Nomor : 1237/11-TU/2/2009 tanggal 06 Agustus 2009 dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada BB TNGGP, dengan luas yang diserahkan adalah ± 7.655 Ha, sehingga luasan TNGGP saat ini adalah 22,851.030 ha.
TNGGP ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir dan sebagaiSister
Parks berdasarkan kerjasama Indonesia-Malaysia. Secara umum kawasan
TNGGP mempunyai kondisi tingkat kelerengan yang cukup terjal. Kawasan ini mempunyai ketinggian dari 600 m dpl sampai 3019 m dari permukaan laut, dengan klasifikasi tingkat kelerengan antara 25% - 40% mencapai 27 % dari luas wilayah dan kelerengan di atas 40% mencapai 49% dari luas wilayah taman nasional.
Jenis tanah yang ada di TNGGP meliputi andosol dan latosol. Di bagian atas (puncak) adalah jenis andosol, lereng yang lebih rendah adalah asosiasi andosol coklat kekuningan dengan latosol. Bagian bawah lereng pangrango sebelah barat terdiri dari jenis latosol coklat. Kawasan ini mempunyai curah hujan rata-rata tahunan 4,200 mm dengan kelembaban udara antara 60 % sampai 90 % dan temperatur berkisar antara 8°C – 18°C, serta termasuk tipe iklim B menurut Schmidt-Ferguson. Secara umum tipe-tipe ekosistem kawasan TNGGP dibedakan menurut ketinggiannya yaitu ekosistem Sub Montana (≤1,500 m dpl), ekosistem Montana (1,500-2,400 m dpl) dan ekosistem Sub Alpin (>2,400 mdpl). Tipe ekosistem kawasan tersebut termasuk ke dalam hutan hujan tropika dataran tinggi/sub montana, montana, sub alphin, rawa, danau, kawah, air panas, serta ekosistem hutan tanaman.
Kawasan ini terbagi menjadi 7 (tujuh) zona sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7, yang terdiri dari :
1. Zona inti, adalah merupakan ciri khas baik biofisik dan keanekaragaman hayati dari suatu kawasan, memiliki nilai ekologis yang sangat tinggi yang mutlak dilindungi dalam fungsinya untuk perlindungan dan pelestarian TNGGP secara keseluruhan.
2. Zona rimba, adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan, pada dasarnya zona ini ditetapkan sebagai rembesan (refuge) dari sumber daya alam baik flora maupun fauna yang sekaligus juga berfungsi sebagai penyangga (buffer) zona inti terhadap kerusakan yang mungkin terjadi dari zona pemanfaatan.
3. Zona pemanfaatan, adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya, seperti pendidikan konservasi maupun sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Zona ini
untuk menunjang fungsi-fungsi yang tidak diperkenankan untuk
diakomodasikan pada zona lain, karena alasan kepekaan ekologis yang tinggi dan meningkatkan nilai tambah dari kegiatan konservasi sumber daya alam. 4. Zona tradisional, adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam, guna keperluan masyarakat dengan pemanfaatan yang dilaksanakan secara tradisional dalam bentuk hasil hutan non kayu.
5. Zona rehabilitasi, adalah bagian dari taman nasional yang telah mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan, areal dimaksud perlu dilakukan rehabilitasi dengan menanam tanaman endemik agar kawasan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
6. Zona Konservasi Owa Jawa, adalah bagian taman nasional yang memiliki potensi, daya dukung, dan aman untuk pelepasliaran Owa Jawa, zona ini sangat dibutuhkan mengingat kawasan TNGGP merupakan salah satu wilayah yang memiliki daya dukung yang baik dalam pelestarian satwa langka Owa Jawa.
7. Zona khusus, adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi, makam dan listrik. Berikut data kondisi iklim kawasan TNGGP sebagaimana pada Tabel 9.
Tabel 9 Data kondisi iklim kawasan TNGGP
Sumber : BB TNGGP (2011)
TNGGP merupakan kawasan yang merupakan hulu dari empat Daerah Aliran Sungai (DAS) besar di Jawa Barat yaitu Ciliwung, Cisadane, Cimandiri, dan Citarum. Kawasan ini berperan sangat penting dalam menyediakan air sebagai sumber kehidupan bagi lebih dari 23 juta jiwa, tidak hanya bagi penduduk di tiga kabupaten yang mengelilinginya, tetapi juga bagi penduduk di Jakarta, Lebak, Pelabuhan Ratu, Tangerang, Depok dan Bekasi (BB TNGGP 2009).
Gambar 7 Peta daerah aliran sungai di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(Sumber : BB TNGGP 2011)
No. Unsur Iklim Keterangan
1 Curah hujan Tinggi
Rata-rata 3,000 – 4,000 mm
2 Suhu 10 º C (Siang hari) dan 5 º C (Malam hari) 3 Kelembaban udara 80 – 90 %.
4 Angin Muson. Bulan Desember – Maret (Penghujan); angin bertiup dari arah Barat Daya dengan kecepatan tinggi. Musim Kemarau, angin bertiup dari arah Timur Laut dengan kecepatan rendah
Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP
Kawasan TNGGP berperan penting dalam keberlangsungan siklus hidrologi dari sungai-sungai yang terdapat di dalamnya. Lebih dari 60 anak sungai mengalir dari kawasan TNGGP, yang selanjutnya bergabung menjadi 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung, Cisadane, Cimandiri dan Citarum. Daerah Tangkapan Air (catchment area) TNGGP merupakan kesatuan kawasan lindung yang terdiri dari taman nasional, kawasan ex-situ, kawasan perkebunan dan areal penggunaan lainnya yang berfungsi mendukung fungsi hidrologi yang menyediakan kebutuhan air untuk pertanian, industri dan kebutuhan domestik lainnya. Kondisi ini menyebabkan kawasan TNGGP sangat berpotensi untuk pemanfaatan air bagi kawasan sekitarnya, khususnya Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Secara umum, data kondisi hidrologis dari kawasan TNGGP seperti pada Tabel 10.
Tabel 10. Data kondisi hidrologis kawasan TNGGP
No. Jenis Data Kondisi Hidrologi
1. Peta Hidro-Geologi Skala 1: 250.000 (Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1986)
Sebagian besar Akuifer daerah air tanah langka; Sebagian kecil Akuifer produktif sedang; Debit air tanah kurang dari 5 liter per detik
2. Daerah produktif kandungan sumber air tanah
Kaki Gunung Gede, Cibadak-Sukabumi, mutu memenuhi persyaratan air minum disamping untuk irigasi.
3. Akuifer terpenting Bahan lepas hasil produk gunung berapi seperti tufa pasiran, lahar dan lava vesikuler.
4. Hidrologi 58 Sungai dan anak sungai :
a. Bogor: 17 Sungai dan anak sungai (Cisadane, Cisarua, Cimande, Cibogo dan Ciliwung)
b. Cianjur: 20 Sungai dan anak sungai (Cikundul, Cimacan, Cibodas, Ciguntur, Cisarua dan Cibeleng) c. Sukabumi: 23 Sungai dan anak sungai (Cibereum,
Cipelang, Cipada, Cisagaranten, Cigunung, Cimahi, Ciheulang dan Cipanyairan).
5. Kualitas air Baik, sumber air utama bagi kota-kota disekitarnya. 6. Lebar Sungai Hulu 1-2 meter; Hilir 3-5 meter
7. Fisik Sungai Sempit, dan berbatu besar pada tepi sungai bagian hilir. Sumber : BB TNGGP (2012)
Kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP telah berjalan sejak tahun 1998 dalam bentuk pemanfaatan secara langsung yaitu menggunakan sarana pemanfaatan air secara langsung dari sumber air yang berada di dalam kawasan TNGGP. Dalam rangka mendukung kegiatan pemanfaatan air bagi kawasan di sekitarnya, pihak TNGGP melakukan pengelolaan pemanfaatan air melalui suatu kelembagaan yang disebut Forum Peduli Air (FORPELA) TNGGP. Lembaga ini merupakan perkumpulan para pengguna air yang bertujuan membantu serta mendorong program pembangunan pemerintah dalam pengembangan skema jasa lingkungan hutan (air) di kawasan TNGGP, sehingga dapat dijadikan sebuah model dalam sistem dan mekanisme pengelolaan serta pemanfaatan jasa lingkungan hutan (air) dengan selalu memperhatikan aspek kaidah-kaidah lingkungan (FORPELA 2009). Para pengguna air yang termasuk kedalam keanggotaan FORPELA merupakan pengguna air langsung dari dalam kawasan TNGGP yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan BB TNGGP. Jumlah
keanggotaan pihak pengguna air berdasarkan Laporan Tahunan FORPELA 2009 adalah sebanyak 113 pihak yang terdiri dari masyarakat, pemilik lahan pertanian, dan perusahaan, sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan peningkatan jumlah pengguna air sejak tahun 1998-2009 dapat dilihat sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Peningkatan pengguna air di TNGGP tahun 1998-2009
Sumber : Sumarto (2008); aFORPELA (2009)
Saat ini kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara pihak BB TNGGP dengan pihak pengguna air dengan mengacu pada beberapa peraturan kebijakan, antara lain yaitu :
1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 390/Kpts-II/2003 tanggal 3 Desember 2003 tentang Tata Cara Kerjasama di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang
Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. 3/IV-SET/2008 tanggal 9 Desember 2008.
4. Surat Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Nomor. S. 31/PJLKKHL-1/2011 tanggal 27 Januari 2011 tentang Naskah Kerjasama dan Arahan Program Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Adapun ruang lingkup kerjasama masih sangat umum yaitu meliputi kegiatan pemanfaatan, pembangunan infrastruktur pendukung, dan upaya pemeliharaan terhadap sumber daya air, sedangkan untuk pengaturan teknis luasan wilayah pemanfaatan, batas volume air yang dimanfaatkan, dan bentuk kompensasi terhadap kawasan masih belum diatur lebih lanjut karena menunggu penerbitan kebijakan teknis dari instansi terkait, khususnya Kementerian Kehutanan. Kabupaten Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2005 2007 2008 2009a Cianjur 2 23 23 24 24 26 26 27 28 53 Sukabumi 1 3 5 8 9 9 9 9 13 21 Bogor 0 3 3 3 7 9 13 14 18 39 Total 3 29 31 35 40 54 58 60 69 113